Tiongkok adalah sebuah negara besar. Dan ini penting untuk diingat kembali. Negeri ini memiliki peradaban tinggi, agung, dan berumur ribuan tahun. Berbeda dengan Mesir Kuno yang punah dan Romawi yang runtuh, peradaban Tiongkok masih eksis, berdiri, dan berlanjut hingga sekarang ini. Pengaruh peradaban Tiongkok dapat kita lihat dan amati di berbagai negara terutama di kawasan Asia Timur. Tiongkok juga memiliki sejarah panjang yang sangat unik dan menarik untuk dikaji. Sejarah, Sosiologi, dan Politik Tiongkok penting untuk dipelajari (Gauda Khing, 2012).
Buku, jurnal, majalah, film dokumenter, blog traveler, blog ekonomi, dan catatan harian pribad yang terbit dan disebarluaskan di masa kini tentang Tiongkok, banyak memberikan pergantian pada dinamika ekonomi Tiongkok, pembangunan infrastruktur, dan budaya modernnya yang mengguncang dunia. Patut diingkat kembali bahwa imaji tentang Tiongkok pada era tahun 1950-an dan 1960-an dikenal sebagai negara Komunis. Ungkapan terkenal negeri tirai bambu, berdampingan dengan Uni Soviet yang dikenal sebagai negeri tirai besi. Karena bermazhab komunis, maka Tiongkok bersama Uni Soviet menjadi target containment policy Amerika Serikat. Keduanya sekaligus juga menjadi ancaman bagi Blok Barat.
Namun di masa kini pada Tiongkok menampilkan wajah yang berbeda. Artinya Tiongkok juga menampilkan imaji yang juga berbeda. Sejak Deng Xiaoping mengumandangkan Refora pada tahun 1978, Tiongkok telah berkembang pesat. Ekonomi dan teknologi Tiongkok tumbuh, berkembang, dan bahkan maju ke depan. Kemajuan ekonomi Tiongkok ini semakin terasa terutama pada akhir tahun 1990-an ketika negara-negara di kawasan Asia Tenggara terkena krisis ekonomi. Tiongkok kemudian semakin bermain di kawasan dengan peaceful co-exostencenya yaitu prinsip hidup berdampingan secara damai utamanya dengan negara-negara tetangganya. Hal tersebut disampaikan oleh para pejabat Tiongkok dalam menjelaskan keterkaitan antara kemajuan ekonomi dan hubungan internasionak Tiongkok, untuk mengurangi kekhawatiran terhadap potensi ancaman Tiongkok yang bersumber dari kemajuan ekonominya tersebut.
Karena kemajuan ekonominya yang begitu mengesankan beberapa ahli ekonomi mengambil kesimpulan yang mungkin terlalu terburu-buru. Bahwa Tiongkok akan menggantikan possi Jepang sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia. Bahkan Tiongkok, menurut pendapat mereka, sedang dalam perjalanan untuk menggeser posisi Amerika Serikat sebagai kekuatan nomor satu dunia. Masuknya Tiongkok dalam organisasi perdagangan dunia, WTO juga semakin memantapkan posisinya sebagai kekuatan ekonomi besar dunia. Di sisi lain, jika pada masa tahun 1990-an beberapa ahli ekonomi begitu terpukau dengan kemajuan beberapa negara di kawasan Asia Timur dan menyebutnya sebagai Asi’s economic miracle dengan munculnya New Industrial Countries, maka pada saat ini Tiongkok juga berada pada posisi terdepan bersama dengan negara-negara yang sedang bangkit ekonominya, yaitu Brazil, India, dan Rusia. Kelompok ini sering disebut sebagai BIRIC, Brazil, Rusia, India, dan Tiongkok.
Namun yang menjadi pertanyaan mendasar adalah bagaimana Tiongkok mampu membangun ekonominya sedemikian besar sementara di sisi lain Tiongkok masih mempertahankan sistem Komunisme pada tataran politik. Tesis dari penganjur kapitalisme menjelaskan bahwa sistem demokrasi liberal akan berkorelasi positif dengan kemajuan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan pengalaman negara industri di Eropa Barat dan beberapa penganutya di Asia seperti Jepang dan Korea Selatan. Atau dengan kata lain, untukmembangun perekonomian yang ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka sistem politiknya harus mendukung, dan pada konteks itulah demokrasi liberal menjadi pasangan yang cocok. Lalu bagaimana dengan Republik Rakyat Tiongkok. Stabilitas politik memang sangat berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, beberbagai pemerintah d berbagai negara dunia menginginkan stabilitas politik untuk mendukung pembangunan ekonominya. Demikian pula dengan Republik Rakyat Tiongkok . Negara ini juga membangun demokrasinya berdasarkan komunisme yang mereka yakini juga dapat menumbuhkan stabilitas politik dan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Nampaknya, hal ini menjadi aneh karena adanya pertentangan dengan prinsip Komunisme itu sendiri. Semantaa secara nyata Republik Rakyat Tiongkok menerapkan liberalisme ekonomi. Di sinilah sebenarnya keunikan Tiongkok, yaitu menjalankan negara dengan dua sistem sekaligus.
Ada dua alasan mengapa Tiongkok memiliki kemampuan dan berjaya dalam melakukan perubahan dan menjalankan ekonomi Kapitalis. Pertama, perkembangan globalisasi telah menembus batas-batas negara dan tidak pandang bulu, sistem politik apa yang berlaku di negara-negara tersebut. Sebagai tolok ukurnya, kita dapat melihat bagaimana Transnational Corporations TNC dunia yang beredar dan memiliki cabang di banyak negara dengn latar belakang politik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam konteks globalisasi ini, tidak ada negara yang dapat menghindar, termasuk Republik Rakyat Tiongkok. Globalisasi ini menjadi inspirasi Tiongkok untuk maju dan menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada. Kedua, apapun alasan dari faktor pertama tadi, namun hal paling pokok adalah kepiawaian para elit politik di Partai Komunis Tiongkok dalam menyesuaikan diri dengan perkembangan ekonomi yang diawalai dengan reformasi ekonomi dan membuat daerah-daerah khusus di pantai timur sebagai daerah industri dan investasi. Dampak globalisasi, pemerintah juga meletakkan teknologi, dan informasi sebagai salah satu pengembangan utamanya sehingga dalam beberapa tahun Tiongkok telah berhasil memiliki beberapa perusahaan yang beroperasi di berbagai belahan dunia.
Perkembangan politik di Tiongkok itu sendiri sangat menarik. Tiongkok yang selama ribuan tahun berbentuk monarki absolut kemudian berevolusi menjadi negara republik modern pada tahun 1911. Negara yang dipelopori oleh Dr. Sun Yat Sen ini hanya berkembang selama tiga puluhan tahun dan kemudian muncullah revolusi Komunisme dan berdirilah Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1949. Secara umum, Tiongkok telah mengalami beberapa kali pergantian sistem politik. Perkembangan politik ini juga telah membawa arti dan budaya politik di Tiongkok. Dalam perjalanan kekuasaan, PKT d Tiongkok tida berarti tidak ada perubahan. Dalam perjalanan politiknya, Tiongkok mengalami pasang surut dan perebutan kekuasaan. Hanya saja, dalam perkembangannya, masyarakat Tiongkok, para cendekiawan, para politikus, dan juga elit parta belajar terus dari pengalaman dan melakukan beberapa perubahan. Terutama, Reformasi Ekonomi pada tahun 1978. Di situlah sebenarnya yang menjadi tonggak kebangkitan ekonomi Tiongkok dan sekaligus menandai proses adaptasi PKT terhadap perkembangan ekonomi dunia.
Tiongkok pada dasarnya telah berubah sama sekali. Tiongkok tidak lagi seperti negara komunis yang nampak pada masa Mao Ze Dong berkuasa. Tiongkok telah memiliki wajah baru yang berbeda. Tiongkok telah muncul menjad satu kekuatan dunia namun dengan sistem politik Komunis khas Tiongkok.
Jangan dilupakan Filsafat Konfusianisme. Filsafat ini dipegang masyarakat Tiongkok selama ribuan tahun. Dan ini masih berpengaruh besar dalam konteks politik. Yang dilakukan oleh Tiongkok pada dasarnya, adalah, mencoba untuk memanfaatkan globalisasi dengan tetap mempertahankan jati diri yang dimilikinya. Meskipun di sisi lain, perkembangan Tiongkok juga tidak tanpa kritik. Politik yang keras, kerusakan lingkungan, isu Tibet, dan isu kesenjangan ekonomi menjadi perhatian dan menunai banyak kritik dan protes.
Namun setidaknya, Tiongkok telah berjaya dalam menjalankan sebuah model negara yang berbeda. Model sebuah negara dengan dua sistem yang secara teoretis berada pada jalur berbeda. Namun, sebagaimana dalam tradisi panjang kesarjanaan Tiongkok, selalu ada katalisator yang mendamaikan dua teori ini dalam penerapan. Katalisator itu adalah kelompok cendekiawan, ilmuwan, atau disebut kelompok intelektual (Gauda King, 2012). Kelompok ini sejatinya memiliki pengaruh besar berpengaruh dalam dinmaika politik, dan dinamika peruahan. Bukan pada masa modern di masa kini namun juga di masa silam sejak ribuan tahun yan lalu di Tongkok. Ini karena Sejarah politik Tiongkok ialah sejarah perdebatan teori dan intelektual. (Saiful Hakam)