Jakarta – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Masyarakat dan Budaya menyelenggarakan Webinar Membangun Indonesia Timur, Membangun Masa Depan Indonesia, mengusung tema Masyarakat Adat dan Negara: Perubahan dan Kesinambungan di Kawasan Timur Indonesia, di Jakarta, Selasa (26/04).
Pastur Gregor Neonbasu, Dosen Antropologi Universitas Katolik Widya Mahindra Kupang memaparkan penelitiannya yang berjudul Sketsa Memahami Budaya dalam Konteks Nusa Tenggara Timur (NTT). Gregor mengatakan, ada empat pilar bangsa sebagai dasar pijak bangsa, dan kekayaan dasar budaya bangsa.
Keempat pilar tersebut, yaitu: Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara; UUD 1945 sebagai konstitusi negara dan Ketetapan MPR; NKRI sebagai bentuk negara; dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara. “Pilar-pilar ini harus menjadi nafas bagi semua warga negara. Cikal bakal kehudupan berbangsa dan bernegara ini, selalu memberi respek yang tulus bagi adat dan budaya, tradisi dan warisan leluhur,” lanjutnya.
Gregor melanjutkan, sebetulnya hakekat adat dan budaya telah terumus dalam jati diri bangsa. Inti dari jati diri bangsa dan negara adalah keberagaman, yang merupakan kelanjutan dari tradisi, dan budaya masyarakat. Antara budaya dan jati diri bangsa, terdapat unsur dan perspektif simbiosis. “Dalam arti saling menghidupkan, oleh karena itu keduanya bahu membahu,” katanya.
“Kerukunan dan jati diri bangsa selalu dirindukan setiap warga negara dan bangsa. Tidak saja berkenaan dengan seberapa jauh, kita mengapresiasi ke 4 pilar kehidupan berbangsa, dan bernegara. Melainkan berkenaan dengan bias adat, dan budaya dalam memperkokoh jati diri bangsa,” ungkap Gregor.
Hal sangat pokok dari seluruh penelitian mengenai masyarakat NTT, adalah tentang peran bahasa secara umum, dalam menginterpretasi kehidupan sosial. Secara khusus, bagaimana menentukan otoritas atau wibawa seseorang atau kelompok suku, dalam menjelaskan segala aktiivitas manusia. “Secara metaforis, butir budaya merupakan kunci untuk lebih memahami citra NTT. Dengan demikian, seseorang dapat memaknai harkat masyarakat NTT secara keseluruhan,” tegasnya.
Perlu ada kesepahaman untuk memahami budaya, sebelum menggunakannya. Dalam kerangka mengais berbagai rahasia, yang telah lama terpatri pada pusara Nusa Tenggara Timur. “Kami yakin, pada pundak budaya inilah akan ditemukan akar kehidupan, dan pondasi kebersamaan yang telah lama terbentuk secara alami. Pada nurani citra manusia berbudaya Masyarakat NTT,” tutup Gregor. (ftl/ns)