Jakarta-Humas BRIN. Kamis (25/08), Pusat Riset Politik (PRP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengadakan webinar Election Talk Series #1 yang mengangkat tema “Persiapan Partai Politik Menjelang Pemilu 2024: Tantangan dan Peluang”. Kegiatan ini menghadirkan Firman Noor selaku Peneliti BRIN dan Rumbidzai Kandawasvika-Nhundu sebagai Senior Advisor IDEA International. Webinar juga mendatangkan pembicara dari perwakilan Partai Politik. Mereka adalah Diah Pitaloka (PDI Perjuangan), Herzaki Mahendra Putra (Partai Demokrat), Nurul Arifin (Partai Golkar), dan Pipin Sopian (DPP PKS). Diskusi dipandu Moderator, Chacha Annisa TVone News Anchor.

Acara dibuka secara resmi oleh Kepala PRP, Athiqah Nur Alami. Menurutnya, webinar tersebut sebagai upaya untuk merespon pesta demokrasi pemilihan umum yang akan diselenggarakan 2024. Lalu pemungutan suara akan berlangsung 14 Februari 2024, namun sesuai dengan ketentuan KPU tahap pemilu sudah mulai sejak Juni tahun ini.

Athiqah mengatakan, saat ini sudah berlangsung proses pendaftaran. “Sudah ada 40 partai peserta pemilu, 24 di antaranya memiliki dokumen yang lengkap, dan yang lainnya menunggu proses verifikasi administrasi,” ungkapnya. Sejauh mana persiapan parpol dalam menghadapi pemilu Legilatif dan Presiden? Sementara, mulai dari rekuitment, kaderisasi, dan upaya parpol merebut hati masyarakat ditengah masyarakat masih banyak persoalan oligarki, dinasti, dan dana. Bagaimana kesiapan parpol menjawab berbagai tantangan menghadapi pemilu 2024?

Menurut Firman, kualitas pemilu ditentukan oleh kualitas partai-partai. “Sebaik apapun kita mendesain pemilu dan mendorong masyarakat berpartisipasi secara maksimal dan penuh kesadaran, jika kualitas partai mengalami stagnasi maka tidak ada perbaikan signifikan dalam pelaksanaan pemilu. Dalam kehidupan politik, partai adalah akar dari persoalan bangsa. Bangsa ini bahkan juga akar harapan untuk perbaikan kehidupan. Saat ini sistem demokrasi di Indonesia sedang disoroti. Nampaknya belum cukup kuat bahkan mengalami stagnansi dalam kajian internasional yang ideal. Hal ini mengindikasikan masih adanya problem dalam kehidupan demokrasi kita dari yang lumayan medium menjadi cenderung lemah. Sementara itu ekonomi inteligen unit juga menempatkan kita sebagai negara dengan kategori float demokasi dengan score 6,7 (float demokrasi). Itu disebut sebagai demokrasi yang cacat.

Dalam kepemiluan ini, masih nampak politik distani, pengaruh oligarki yang semakin kuat, keterlibatan birokrasi, dan berbagai praktik kecurangan pemilu. Masih banyak lagi, seperti tindakan yang tidak pernah ada habisnya dan akan membawa efek yang tidak sederhana ke depannya. Ketika bicara pemilu, bagaimana kesiapan partai-partai? Pada akhirnya pemilu adalah sebuah awalan dari terciptanya pemerintahan yang bersih, solid dan berkualitas, serta kesiapan substansial. Dengan demikian hal itu harus ada dalam tahapan pemilu itu sendiri. Partai nantinya akan diuji untuk mampu melaksanakan proses rekrutmen yang baik. Nantinya menghadirkan daftar kandidat yang berkualitas dan yang pantas.

Praktik dinasti berkomitmen terhadap demokrasi harus dihormati. Mereka yang terjun di pemilu berorientasi ingin menikmati pusaran uang. Pada masa kampanye, partai harus berperan sebagai elemen yang demokratif dalam memperjuangkan amanat penderitaan rakyat. Idealnya partai harus memajukan ide atau visi. Kampanye yang dikumandakan yang diperjuangkan dan diperdebatkan perlu ada terobosan agar tidak sekadar penyampaian jargon.

Menurut Diah, Betapa tingginya harapan orang terhadap partai politik. Semangat politik tetap ada. Bagaimana kita memperjuangkannya? Menurutnya, manusia lahir dari sebuah perjuangan dan gerakan politik menjadi sebuah instrumen dalam demokrasi untuk kemudian diadakannya pemilu.

Election sudah jadi tradisi baru di dalam demokrasi. Kita menemukan kader orang yang punya perpektif yang sama. Partai politik lahir dari sekelompok orang yang mempunyai kesamaan pandangan, sikap, dan semangat bersama. Secara natural orang memutuskan bergabung dengan partai, membangun basis-basis konstituen, serta melakukan rekrutmen secara natural. Secara sadar ia ingin berkontribusi bedasarkan pengalaman dan pemahaman politiknya. Bergabung dengan kesemaan visi.

Nurul mengungkapkan, politik dinasti bukan defisit politik. Setiap orang punya komitmen dan kapasitas serta kapabilitas. Bagaimana bisa melakukan strategi membangun jaringan dan seterusnya? Semuanya harus rasional dan realistis. Tanpa uang tidak mungkin bisa terjadi. Popular bukan segalanya, strategi juga menentukan perjuangan dan kemenangan. Seperti halnya, Partai Golkar memiliki jaringan kaderisasi yang panjang dan banyak. Hal itu karena mengutamakan kader yang terbangun dari dalam. Orang-orang yang memasuki institusi organisasi secara suka rela melalui rekrutmen seperti multilevel marketing. Tapi itu mengutamakan mereka yang membangun partai secara bersama-sama.

Sementara Pipin mencontohkan soliditas struktur dan kerja kolektif dalam PKS. Menurut pendapatnya, politik di sini berbiaya mahal. Ibaratnyam integritas dan kapabilitas kalah dengan isi tas. Hal tersebut menjadi tren bertahun-tahun. Apakah politik berbiaya mahal lantaran hegomoni oligarki semakin kuat? Jika oligarki maka lahir permasalahan yang ketiga yang lebih smooth yaitu interlocking trap. Hal itu adalah jebakan politik saling sandera yang terjadi saat ini, yaitu jebakan polutik involutif yang berputar-putar.

Menurut Herzaky, nilai-nilai partai demokrat berbasis pada nasionalis dan religius dalam konteks pemikiran sangat luas terbukti. Ini bisa dilihat saat bertransformasi dan beregenerasi rekrutmen terbuka, berpihak pada perempuan dan pada generasi muda. Selanjutnya, daya tarik Partai Demokrat bukan sekadar jargon. Di sini, yang muda adalah kekuatan sehingga kepengurusannya juga didominasi anak muda dan kaum perempuan. (ANS/ed:AND)