Jakarta – Humas BRIN. Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) BRIN, Ahmad Najib Burhani mengatakan bahwa pendidikan itu merupakan pondasi bagi masa depan bangsa. Apakah sistem pendidikan dan pelaksanaannya itu akan baik dan tidak baik? Seperti apa bentuknya sehingga menentukan karakter dan masa depan kita sebagai bangsa?

Hal ini dikatakannya saat memberikan sambutan sekaligus membuka acara BRIN EduResearch Webinar Series, Rabu (4/10) di Ruang Widya Graha Lantai 1 BRIN Kawasan Gatot Subroto, Jakarta. Webinar yang diselenggarakan oleh Pusat Riset Pendidikan BRIN ini mengangkat tema “Tren Pendidikan Masa Depan: Peluang dan Tantangan”.

“Kita masih memiliki sejumlah pekerjaan dan tugas-tugas yang perlu dilakukan untuk memperbaiki dan juga mengelola pendidikan kita,” lanjut Najib. Ia percaya bahwa sistem pendidikan di dalam masyarakat manapun selalu membutuhkan proses perbaikan terhadap perubahan yang ada di dalam masyarakat. “Maksud saya ini bukan suatu proses yang sekali jadi dan karena itu bisa diterapkan sepanjang masa,” lanjut Najib lagi.

Akan ada banyak perubahan yang ada di dalam masyarakat, baik masyarakat itu sendiri yang berubah, komposisi penduduknya yang mungkin berubah. Perubahan juga bisa terjadi terkait dengan perkembangan teknologi yang juga menuntut adanya adjustment dan juga improvisasi di dalam kaitannya dengan pendidikan. Oleh sebab itu, perlu adanya perubahan-perubahan di dalam sistem pengelolaan pendidikan dengan melihat perubahan-perubahan yang ada di dalam masyarakat.

Berbagai perubahan yang dulu disebut sebagai sekolah modern atau sekolah maju, pada saat berkompetensi. Sekarang ini tidak lagi menjadi sesuatu yang unggul, tidak lagi identik dengan modernisasi. Hal ini karena perubahan dalam sistem pendidikan itu dipengaruhi oleh perubahan di dalam masyarakat global saat ini. Perubahan sistem masyarakat dan teknologi serta sistem koorporasi global inilah yang mempengaruhi sistem penilaian terhadap pendidikan yang ada di Indonesia.

Berbicara tentang Tren Pendidikan Masa Depan: Peluang dan Tantangan, salah satunya adalah terkait dengan berbagai sistem pendidikan internasional dan multinational corporation yang datang ke Indonesia. Mereka membangun sekolah, membangun pendidikan, mengalahkan sistem-sistem pendidikan yang sebelumnya ada di dalam masyarakat. “Ini yang merupakan satu tantangan yang dapat kita address dalam kaitannya dengan peluang dan tantangan untuk masa depan pendidikan di Indonesia,” ungkap Najib.

Jadi kita tidak bisa menyebut yang dulu sebagai modern, sebagai barometer. Itu kemudian tetap menjadi barometer kalau kita tidak melakukan adjustment, tidak melakukan improvisasi, melihat kepada perkembangan yang ada di dalam masyarakat, perkembangan globalisasi, perkembangan teknologi, dan sebagainya.

Mengutip pemikiran Ki Hajar Dewantara, Kepala Pusat Riset Pendidikan – BRIN, Trina Fizzanty mengatakan bahwa pendidikan itu adalah untuk memanusiakan manusia. Pendidikan itu adalah untuk memajukan peradaban manusia. “Jadi disinilah terlihat esensi dari pendidikan yang sebenarnya,” kata Trina.

Di dalam pembukaan UUD 1945, jelas dikatakan tujuan dari kemerdekaan kita salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya kita tidak mungkin menjadi bangsa yang besar, kalau kita tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh tentang pendidikan dengan esensinya tersebut. “Namun kita lihat saat ini masih cukup pelik berbagai tantangan yang dihadapi dalam pendidikan di Indonesia,” imbuh Trina.

Sebagai Kepala Pusris, ia mengajak para periset di Pusat Riset Pendidikan dan yang berada di perguruan tinggi untuk melihat berbagai indikator pendidikan dan mendalaminya lebih jauh. Hal ini merupakan tantangan bagi periset, tetapi juga menjadi peluang untuk dapat berkontribusi dan menstrukturkan kompleksitas masalah pendidikan di Indonesia.

Sementara itu, menurut Yudi Latif dari Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) mengatakan bahwa hakikat pendidikan itu sendiri sebenarnya tidak berubah sepanjang waktu. “Hakikat pendidikan adalah proses belajar menjadi manusia seutuhnya dengan belajar dari kehidupan sepanjang hidup,” kata Yudi Latif yang menjadi pembicara kunci dalam webinar ini. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa inti dari pendidikan adalah pendidikan budi pekerti. Dimana budi artinya pikiran, perasaan, dan kemauan yang merupakan aspek batin, sedangkan pekerti artinya tenaga atau daya, yang merupakan aspek lahir.

Tokoh dan pemikir kebangsaan ini mengungkapkan bahwa pendidikan sebagai proses kebudayaan harus mengembangkan olah pikir, olah rasa, olah karsa, dan olah raga. Menurutnya, pendidikan yang baik itu seperti pohon dengan akar yang menghujam ke dalam, batang pohonnya menjulang tinggi, cabang rantingnya terjurai rapi, daunnya rindang, dan buahnya ranum. “Akar yang dalam inilah yang disebut sebagai karakter, batangnya yang tinggi sebagai wawasan pengetahuan, cabang dan rantingnya itu adalah kecakapan tata kelola. Dan daunnya adalah kemampuan kolaborasi, kerja sama, gotong royong. Sedangkan buahnya adalah kreativitas dan inovasi,” ungkap Yudi. (arial/ed: And)