Jakarta – Humas BRIN. Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PRMB), Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) menyelenggarakan Forum Diskusi Budaya (FDB) Seri 59 dengan tema “Penguatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan Tata Kelola untuk Mencapai SDGs 2030: Pembelajaran dari Ridwan Kamil dan Inisiatif Masyarakat”. Kegiatan kali ini menghadirkan pembicara seorang peneliti dari PMB, Nina Widyawati dan Karman. FDB tersebut berlangsung Senin (5/6).

Dalam sambutannya, Kepala PRMB, Lilis Mulyani menyatakan, tema yang diangkat ini diambil dari salah satu artikel pada Jurnal Masyarakat dan Budaya yang terbit tahun 2022. Menurutnya, tema itu sangat relevan karena mendekati sustainability agenda tahun 2030 yang merupakan hasil riset dari tim dan kelompok riset. ”Digital telah mengubah cara hidup kita secara drastis dalam berbagai hal, dalam mengubah relasi secara fisikal menjadi virtual. Dengan kondisi tersebut seharusnya segalanya menjadi lebih efisien,” tutur Lilis memancing diskusi dengan pendapat tersebut.

Ia lantas menyebutkan sebuah pembelajaran dari salah satu pimpinan Jawa Barat, Ridwan Kamil atau biasa dipanggil Kang Emil. Kang Emil selalu memanfaatkan teknologi informasi dan tata kelolanya sehingga dapat diprediksi untuk bisa mencapai SDGs. Lilis lalu berharap, agar cara tersebut diterapkan pada  kondisi nyata masyarakat Indonesia, dimana ada perbaikan konsep supaya lebih efektif diimplementasikan pada masyarakat. Tentu saja hal itu dari sisi karakter sangat berbeda dengan masyarakat di negara lain.

Di dalam pembahasan, Nina Widyawati menjelaskan tentang Kota Bandung sebagai smart city. Ia juga mengurai, seorang Ridwan Kamil adalah pemimpin yang meluncurkan banyak aplikasi untuk layanan. Contohnya, aplikasi monitoring. Alasan tersebut disampaikan Nina lantaran Ridwan Kamil sangat ahli dan piawai dalam mengelola media sosial. ”Jadi, beliau mempunyai akun yang fungsinya untuk menyosialisasikan program-program pembangunan. Apalagi kebanyakan penduduk Kota Bandung berusia muda sehingga penerimaan terhadap teknologi cukup aktif,” jelas Nina.

Satu hal yang diamati Nina, bahwa hal tersebut untuk mendeskripsikan interaksi antara pemerintah dengan masyarakat pengguna media sosial, lalu anggota komunitas Ridwan Kamil mendeskripsikan interaksi antara pemerintah dengan masyarakat. Di sini, anggota komunitas yang dimaksud adalah anggota komunitas Ridwan Kamil Watch. Fungsinya dalam proses pengambilan keputusan diseminasi program, menganalisis, dan mengevaluasi program pemerintah dalam mencapai target 2030 SDGs.

Dikisahkan lebih lanjut oleh Nina, sejak terpilih sebagai walikota pada tahun 2013, Ridwan Kamil membangun Infrastruktur TIK sebagai basis pengembangan smart city. Di situ terdapat 10.000 akses poin di berbagai area publik. Gunanya untuk meningkatkan pelayanan pemerintah Kota Bandung. Dari berbagai aplikasi pelayanan yang dibangun, salah satunya adalah E-Musrenbang sebagai forum formal untuk mendiskusikan perencanaan pembangunan, Layad Rawat yang merupakan layanan kesehatan yang dilakukan di rumah, dan Sabilungan adalah aplikasi bantuan sosial.

Sementara Karman dalam pembahasannya memaparkan Penerapan Teknologi Komunikasi dan Informasi Digital dalam Konteks Pemerintahan. Ia menerangkan bentuk komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung kepada publik dengan menggunakan media digital. Perannya yaitu, psemerintah sebagai sumber pemilik otoritas, sedangkan pesan yang menjadi sumber adalam menyampaikan komunikasi kepada publik adalah konstitusi. Adapun regulasinya ialah sistem peraturan perundang-undangan.

Sebagai contoh, WSES di Janewa dan Tunisia, seperti halnya G20 sebagai komitmen terkait penguatan layanan publik berbasis pada kecerdasan G20 di Toronto. ”Sumber legitimasi hukum tersebut menjadi dasar bagi pemerintah, sehingga memiliki kekuatan politik. Jadi ada legitimasi politiknya, artinya komunikasi pemerintah itu bukan persoalan.

Karman lantas menjelaskan media digital yang bersifat multi kanal dan multi plat form. Media tersebut berisi konten yang bisa berupa demokratisasi, pengetahuan, dan informasi, yang kemudian pada saat tertentu ada kepentingan tertentu. Ini yang membedakan praktik komunikasi pemerintah dengan menggunakan teknologi informasi komunikasi dengan yang tidak.

Diterangkan Karman, komunikasi digital memmpunyai sifat yaitu arah komunikasinya menggunakan digital. Arahnya bukan dari pemerintah kepada publik, tetapi publik bisa menyampaikan kepada pemerintah. Penggunaan teknologi informasi digital mempunyai level komunikasi antara komunikasi pribadi, pemerintah, dan organisasi.

Karman juga mengungkapkan adanya isu-isu etis dalam pemanfaatan media sosial pada layanan pemerintahan yaitu keadilan dalam mendapatkan akses dan konektivitas. Di sini kanal pelayanan dan TIK bisa menjadi andalan dalam sarana praktik partisipasi, proses deliberatif, kemudian jika terjadi kesenjangan antara literasi oleh pengguna media sosial. (ANS/ed: And)