Ditulis oleh Anggih Tangkas Wibowo, Rabu, 19 Desember 2012
Seminar tahunan yang diadakan oleh Kedeputian Ilmu Sosial dan Kemanusiaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (IPSK-LIPI) sebagai ajang kompetisi penelitian terbaik di lingkungan kedeputian IPSK-LIPI. Tepatnya pada Selasa, tanggal 11 Desember 2012, diadakan Seminar Akhir Tahun dan IPSK Award 2012 yang bertempat di ruang seminar gedung Widya Graha LIPI lantai 1. Acara tersebut dihadiri oleh pada peneliti di lingkungan IPSK-LIPI maupun para undangan dan media massa.
Adapun yang termasuk satuan kerja di Kedeputian IPSK-LIPI diantaranya Pusat Penelitian Politik (P2P-LIPI), Pusat Penelitian Kependudukan (PPK-LIPI), Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB-LIPI), Pusat Penelitian Ekonomi (P2E-LIPI), dan Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (PSDR-LIPI). Kelima pusat penelitian tersebut berkompetisi dalam meraih penghargaan IPSK award tahun 2012 ini.
Memasuki acara pertama, sambutan dan pembukaan oleh Wakil Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bapak Dr. Ir. Djusman Sayuti. Menurutnya, seminar akhir tahun dan IPSK award tahun 2012 merupakan acara tahunan yang diadakan di kedeputian IPSK-LIPI yang merupakan ajang persaingan yang sehat diantara lima pusat penelitian yang ada di IPSK-LIPI dalam memperoleh penghargaan IPSK award 2012. Penghargaan IPSK award ini juga merupakan implementasi reformasi birokrasi yang dilakukan oleh LIPI untuk menghasilkan hasil-hasil penelitian terbaik untuk masyarakat.
Selanjutnya, acara sambutan oleh Ketua Panitia dan selaku Kepala Pusat Penelitian Kependudukan (PPK-LIPI), Dr. Sri Sunarti Purwaningsih. Menurut peneliti yang mempunyai fokus kajian kesehatan dan demografi sosial ini, acara seminar akhir tahun dan IPSK award tahun 2012 merupakan acara rutin yang sudah dilakukan oleh Kedeputian IPSK-LIPI yang diikuti oleh lima pusat penelitian di lingkungan IPSK-LIPI. Setiap tahunnya, penghargaan IPSK award didapatkan oleh tim penelitian terbaik yang telah dinilai oleh panelis dan hasil dari presentasi masing-masing tim penelitian. Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI ini juga mengungkapkan agar tim penelitian yang ada di lingkungan IPSK-LIPI harus selalu menghasilkan penelitian terbaik dan bisa berkompetisi dengan lembaga penelitian baik dalam negeri maupun luar negeri.
Memasuki acara selanjutnya, yaitu presentasi dari masing-masing perwakilan dari pusat penelitian di lingkungan Kedeputian IPSK-LIPI. Kelima tim penelitian yang masuk nominasi IPSK award tahun 2012 ini, diantaranya
ü Problematika Peran Ganda Gubernur di Daerah Otonomi Khusus dari Pusat Penelitian Politik (P2P-LIPI)
ü Analisis Model Kebijakan Kerjasama Pemerintah-Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur: Studi Kasus Jalan Tol dari Pusat Penelitian Ekonomi (P2E-LIPI)
ü Adaptasi Masyarakat Perkotaan Terhadap Perubahan Ketersediaan Sumber Daya Air: Kasus di Kota Semarang dari Pusat Penelitian Kependudukan (PPK-LIPI)
ü Community Enpowerment dalam Industri Pariwisata di Bali dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB-LIPI)
ü Dinamika Peran Elite Lokal pada Pilkada Bima 2010 dari Pusat Penelitian Politik (P2P-LIPI)
Kelima tim penelitian tersebut melakukan presentasi hasil penelitiannya dengan dimoderatori oleh Dra. Endang Soesilowati, MS, MA, PhD. Tim penelitian pertama yang melakukan presentasi yakni tim peneltian Problematika Peran Ganda Gubernur di Daerah Otonomi Khusus dari Pusat Penelitian Politik (P2P-LIPI) dengan pembicara Drs. Heru Cahyono. Tim penelitian ini terdiri dari Mardyanto Wahyu Tryatmoko, MAP, MPP, Drs Afadlal, MA, Drs. Heru Cahyono, dan Prof. Dr. Tri Ratnawati.
Heru mengungkapkan penelitiannya mempunyai latar belakang, yakni pertama sebagai intermediary institution gubernur menghadapi posisi problematik yaitu bagaimana menerapkan kebijakan dari pemerintah nasional (pusat), dan bagaimana menyeleraskan hubungan dengan lembaga-lembaga di dalam lingkup pemerintahannya. Kedua, kerancuan mekanisme desentralisasi terutama dalam mengatur mekanisme demokrasi dan administrasi pemerintahan lokal. Ketiga, permasalahan yang dihadapi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan sebagai lembaga otonom di empat daerah khusus (Aceh, Jakarta, Yogyakarta, dan Papua) sangat variatif, tergantung pada karakter kekhususan daerahnya.
Menurut Heru, tujuan penelitiannya, memetakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan peran ganda gubernur di daerah otonomi khusus, mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan yang muncul dari peran ganda gubernur dalam relasinya dengan pemerintah pusat dan kabupaten/kota, dan menganalisis implikasi permasalahan yang muncul dari peran ganda gubernur tersebut terhadap efektivitas pemerintahan daerah.
Selanjutnya ia menerangkan tentang Problematika Kekuasaan Gubernur dalam Otonomi Khusus, diantaranya kekaburan kekuasaan gubernur di daerah otonomi khusus seperti Papua, Aceh, dan Yogyakarta mencerminkan carut-marutnya pembagian kewenangan di antara institusi-institusi pemerintahan lantaran kepentingan parsial elite. Ia menjelaskan pola hubungan kekuasaan antara bupati dan gubernur di daerah otonomi khusus (Aceh dan Papua) ditandai dengan, permainan “cantik” bupati yang menggunakan UU 32/2004 atau UU sektoral untuk berkelit dari kekuasaan gubernur yang menggunakan UU khusus.
Di daerah khusus, terutama Aceh dan Papua, penekanan titik berat otonomi di tingkat propinsi ternyata tidak sinkron dengan pemilihan umum kepala daerah langsung baik untuk gubernur maupun bupati/walikota. Kegaduhan politik lokal dipicu pula oleh diskriminasi yang dilakukan oleh pemegang otoritas dominan kepada mereka yang memiliki perbedaan ideologi atau kepentingan politik. Terdapat kesan kuat bahwa pemerintah nasional sengaja menutup mata atas patologi-patologi seperti korupsi, kolusi, dan diskriminasi. check and balances antarlembaga di tingkat lokal terlihat tidak berjalan efektif dalam berbagai varian.
Menurut peneliti P2P-LIPI ini, ada beberapa Implikasi Problematika Peran Ganda Gubernur, diantaranya tiadanya hierarki kewenangan antarlevel pemerintahan menyebabkan rivalitas politik antarkepala daerah (gubernur, walikota dan bupati) menjadi semakin sengit dan tidak terkontrol, adanya egoisme dan dominasi pengelolaan dana di tangan provinsi maka membuat sering kali dana itu tidak tepat sasaran, lantaran pelaksanaan proyek yang hanya sebatas mengikuti selera provinsi, penggunaan kewenangan pengelolaan dana otsus Gubernur lebih banyak untuk kepentingan pencitraan dirinya daripada untuk masyarakat secara adil dan merata, akibat pengawasan berlapis yang lemah, praktik korupsi tumbuh subur baik di Papua maupun Aceh, untuk kasus DIY, kuatnya sistem hegemoni dalam kedudukan sultan selaku gubernur menyebabkan pertanyaan besar mengenai kualitas demokrasi lokal, dan kasus DKI Jakarta menunjukkan bahwa gubernur tampak kehilangan otonominya karena intervensi kebijakan pusat yang sangat kuat dalam mengatur ibukota negara.
Rekomendasi yang diajukan oleh tim penelitiannya, yakni komitmen pemerintah pusat, peningkatan kapasitas kelembagaan lokal, keselarasan/kejelasan dalam aturan perundangan, dan konsistensi pada penegakan aturan perundangan.
Selanjutnya, tim penelitian kedua yang melakukan presentasi yakni Analisis Model Kebijakan Kerjasama Pemerintah-Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur: Studi Kasus Jalan Tol dari Pusat Penelitian Ekonomi (P2E-LIPI) dengan pembicara Dr. Latif Adam S.E., M.Econ.Stat. Tim penelitian ini terdiri dari Latif Adam, Agus Eko Nugroho, Bahtiar Rifai, dan Budi Kristianto.
Lulusan Queensland University ini menerangkan tentang pengertian PPP, yakni suatu persetujuan atau kontrak (ikatan perjanjian) yang melibatkan suatu instansi pemerintah (sektor publik) dan suatu badan usaha (sektor swasta), dimana sektor swasta mengambil alih peran pemerintah untuk mendisain, membangun, membiayai, dan mengoperasionalkan proyek infrastruktur yang tadinya menjadi kewajiban pemerintah.
Pengertian lainnya sektor swasta mendapatkan kompensasi dari keterlibatannya untuk menggantikan peran pemerintah. Karena itu, kontrak PPP biasanya memiliki jangka waktu yang relatif panjang (lebih dari 15 tahun) yang memungkinkan pengembalian investasi pihak swasta. Basis dari kontrak PPP adalah pembagian/alokasi risiko proyek PPP antara pemerintah (melalui PJPK) dan swasta, dimana tiap risiko dialokasikan kepada pihak yang secara relatif lebih mampu mengendalikan, mengelola, mencegah ataupun menyerapnya. (Parente, 2000; Bappenas, 2010).
Latif menjelaskan mengapa membutuhkan PPP, dikarenakan infrastruktur memiliki peran penting. Namun, kualitas dan kuantitas infrastruktur yang tersedia sudah tidak memadai untuk mendukung akselerasi pembangunan, kemampuan keuangan negara untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur sangat terbatas, dan sektor swasta memiliki keakhlian yang mumpuni untuk membangun infrastruktur secara efektif dan efisien.
Peneliti senior pada Pusat Penelitian Ekonomi ini menjelaskan kelemahan pelaksanaan PPP, diantaranya peraturan yang bersifat tumpang tindih diantara satu dengan yang lainnya, UU Pengadaan Lahan, necessary but insufficient, belum dilengkapi dengan jaminan penggantian biaya investasi dari pemerintah bila proyek infrastruktur tersendat di tengah jalan, proyek infrastruktur yang ditawarkan kepada sektor swasta tidak dipersiapkan secara matang, komitmen PJPK untuk menjaga kerjasama relatif masih rendah, PJPK (birokrat) lebih suka menggunakan APBN daripada menawarkan kepada sektor swasta untuk membangun beberapa jenis infrastruktur, rendahnya rate of return on investment dan belum adanya viability gap, kapasitas kelembagaan di beberapa kementerian belum terbangun secara solid karena adanya dualisme pengelolaan proyek, dan pola pikir pemerintah, khususnya pemerintah daerah, mengenai PPP belum terbangun secara baik.
Terakhir ia menjelaskan kebutuhan perbaikan PPP, yakni harmonisasi perangkat peraturan & perundangan, penguatan kapasitas lembaga tentang KPS, pembentukan tim pembebasan lahan dengan akomodasi unsur masyarakat, swasta & pemerintah, tim Pusat-Daerah sebagai media koordinasi, penyederhanaan dan akselerasi sistem birokrasi, penyiapan dokumen, sistem & tim KPS secara matang, terstruktur dan terencana, dan leverage jangkauan lembaga penjaminan dan pembiayaan infrastruktur.
Presentasi ketiga dari tim penelitian Adaptasi Masyarakat Perkotaan Terhadap Perubahan Ketersediaan Sumber Daya Air: Kasus di Kota Semarang dari Pusat Penelitian Kependudukan (PPK-LIPI) dengan pembicara Gusti Ayu Surtiarti, S.Si, MSi memaparkan hasil kajian seputar “Adaptasi Masyarakat Perkotaan Terhadap Perubahan Ketersediaan Sumber Daya Air di perkotaan, kasus di Kota Semarang”. Menurutnya, bahwa penelitian dilatarbelakangi oleh adanya persoalan pemenuhan kebutuhan air bersih di perkotaan terkait minimnya ketersedian sumber air bersih dan kelompok penduduk miskin di kota Semarang. Kota semarang merupakan salah satu kota yang merepresentasikan keadaan tersebut karena terletak di daerah pesisir sehingga mempunyai kerentanan terhadap dampak perubahan iklim.
Kesimpulan dari hasil penelitiannya, yakni strategi adaptasi penduduk berpenghasilan rendah masih bersifat respon sementara dikarenakan persoalan biaya dan harus membeli lebih banyak berarti lebih mahal. Untuk adaptasi di tingkat masyarakat belum ada intervensi pemerintah khususnya untuk tetap menjaga keberlanjutannya. Pengelolaannya selama ini masih sepenuhnya berada di tingkat masyarakat, dan adaptasi di Tingkat masyarakat yang sudah ada, dapat menjadi salah satu pertimbangan membuat arah kebijakan dan program untuk mengatasi persoalan ketersediaan sumber daya air, seperti pengelolaan air dari sumber setempat secara lokal.
Menurut Gusti, rekomendasi yang tim penelitiannya ajukan bahwa kajian ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dalam kajian yang sudah dilakukan karena memiliki aspek yang berbeda khususnya terkait dengan adanya pengelolaan sumber-sumber air tertentu yang dapat didukung keberlanjutannya melalui kebijakan pemerintahan sehingga penduduk miskin tanpa PDAM dapat mengakses sumber air bersih dengan harga murah dan kualitas baik.
Presentasi keempat oleh tim penelitian Community Enpowerment dalam Industri Pariwisata di Bali dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB-LIPI) dengan pembicara Prof. Dr. Rusdi Muchtar.
Menurut Rusdi, peluang manfaat sosial ekonomi yang didapatkan diantaranya masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, baik bekerja langsung di hotel atau berpartisipasi dlm kegiatan ekonomi turunannya. Banyaknya jumlah hotel berbintang di Bali, sangat potensial dalam upaya memberdayakan masyarakat.
Selanjutnya ia menerangkan program pemberdayaan yang dilakukan pemerintah pusat dimana PNPM Mandiri Pariwisata, (PM.26/UM.001/MKP/2010) melalui desa wisata, bertujuan meningkatkan kemampuan, menciptakan lap kerja dan usaha masyarakat di sektor pariwisata dan Bantuan PNPM Mandiri meliputi 40 desa, 2009 sebanyak 10 desa, 2010 sebanyak 14 desa, 2011 sebanyak 31 desa. Secara kebetulan, 9 desa di antaranya juga mendapat bantuan Non-PNPM dari dinas pariwisata (APBD).
Profesor riset ini menyimpulkan perkembangan industri akomodasi di Bali membuka peluang ekonomi bagi masyarakat, tapi masyarakat belum siap menangkap peluang tersebut, banyaknya hotel berbintang yang beroperasi di Bali sebenarnya sangat potensial dalam upaya memberdayakan masyarakat. Sektor akomodasi secara langsung sudah berupaya memberdayakan komunitas yg ada di sekitarnya dengan cara memberi peluang (memenuhi kebutuhan konsumsi hotel dan gerai kerajinan) Kualitas produk yg dihasilkan masyarakat belum memenuhi standar kualitas hotel. Sektor akomodasi, sampai saat ini masih sangat sedikit pengusaha hotel yang melakukan CE.
Lulusan University of Hawaii ini memberikan rekomendasi bahwa perlunya kebijakan pemerintah untuk menggunakan produksi lokal yang didukung dengan pengaturan sistem produksi, standar kualitas, kotinuitas produksi, distribusi dan pemasaran, serta pihak-pihak yg diberi tanggung jawab untuk memfasilitasi dan menanganinya dimana mengarahkan CSR menjadi CE, harus ada komitmen dan dibangun kerja sama di antara stakeholders yg dimotori pemerintah, dan peran pemerintah sebagai fasilitator.
Terakhir, presentasi tim penelitian kelima yakni Dinamika Peran Elite Lokal pada Pilkada Bima 2010 dari Pusat Penelitian Politik (P2P-LIPI) dengan pembicara Septi Satriani, S.Ip. Tim ini beranggotakan Yogi Setya Permana, S.Ip, Pandu Yuhsina Adaba, S.Ip, dan Irine Hiraswari Gayatri, S.Sos. MA.
Septi menjelaskan Pemilukada Bima 2010 diikuti oleh empat pasangan calon, yaitu H. Ferry Zulkarnain, ST dan Drs. H. Syafrudin M Nur, kedua Drs. H. Suhaedin Abdullah, MM dan Drs. Sukirman Azis SH, ketiga Drs. H. Zainul Arifin dan Drs. H. Usman AK, dan keempat Drs. H. Nadjib H.M Ali dan Arie Wiryawan, SE.
Menurut lulusan Universitas Gadjah Mada ini, faktor kemenangan Ferry pada pemilukada Bima ini dikarenakan figur bangsawan kesultanan dimana adanya ikatan emosional dengan pemilih tradisional, penguasaan sumber daya lewat monopoli lewat tender proyek dimana jaringan kedekatan/kekerabatan (fera, dinda, stepen), jaringan birokrasi dengan adanya KPUD, SKPD, dominasi parlemen, dan kedekatan dengan ormas, pers, akademisi/kampus lokal.
Septi menyimpulkan peran elite lokal pasca otoritarianisme Orde Baru di Bima tidak memberikan kontribusi positif terhadap proses demokratisasi di tingkat lokal. Hal ini tercermin pada “pembajakan” proses demokratisasi oleh elite lokal pada Pemilukada Bima 2010. “Pembajakan” oleh elite lokal ini dimungkinkan karena kondisi pasca otoritarianisme Orba (desentralisasi/otonomi daerah) menyediakan kesempatan bagi elite menggunakan struktur lama dengan sistem baru tanpa adanya penyeimbang/ kontrol/lemahnya kapasitas.
Acara dilanjutkan dengan sesi diskusi yang dimoderatori oleh Dra. Endang Soesilowati, MS, MA, PhD. Peserta secara pro aktif saat sesi diskusi. Acara terakhir yaitu pengumuman pemenang IPSK award tahun 2012 oleh Dra. Endang Soesilowati, MS, MA, PhD selaku Ketua PME IPSK-LIPI dan ditetapkan ada dua tim penelitian terbaik yang mendapatkan IPSK award tahun 2012, yakni terbaik pertama diraih oleh tim penelitian Problematika Peran Ganda Gubernur di Daerah Otonomi Khusus dari Pusat Penelitian Politik (P2P-LIPI) dengan pembicara Drs. Heru Cahyono dan tim penelitian terbaik kedua diraih oleh Analisis Model Kebijakan Kerjasama Pemerintah-Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur: Studi Kasus Jalan Tol dari Pusat Penelitian Ekonomi (P2E-LIPI) dengan pembicara Dr. Latif Adam S.E., M.Econ.Stat.
Acara ditutup oleh oleh Ketua Panitia dan selaku Kepala Pusat Penelitian Kependudukan (PPK-LIPI), Dr. Sri Sunarti Purwaningsih. Berkarya terus untuk tim penelitian di lingkungan Kedeputian Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK-LIPI). (Anggih Tangkas Wibowo)
Adapun dokumentasi kegiatan Seminar Akhir Tahun dan IPSK Award Tahun 2012: