Peran media sosial menjadi sangat vital dalam menentukan arah dan pola perkembangan politik, ekonomi dan bahkan budaya suatu bangsa. Bisa kita lihat baru-baru ini bagaimana butterfly effect dari situs jaringan sosial seperti twitter atau facebook menjadi momok bagi negara-negara di Timur Tengah di dalam penentuan proses demokratisasinya. Sebagai agen globalisasi, situs-situs seperti ini membawa wacana, ide, gagasan maupun informasi yang tidak terbatas hanya pada negara dunia pertama ke negara berkembang tetapi juga sebaliknya. Perhatian khusus pada situs dunia maya tentu saja sangat penting mengingat kekuatan non-geographicalnya, akan tetapi terdapat beberapa agen globalisasi lainnya yang menjadi sumber daya dari proses produksi perubahan sosial tidak terkecuali dalam proses integrasi regional. Agen ini antara lain adalah organisasi sosial. Organisasi sosial ini mempunyai bentuk yang bermacam-macam baik pusat penelitian pemerintah, universitas NGO maupun komunitas masyarakat lainnya. Seperti halnya cyber-web, bentuk organisasi sosial ini juga merupakan media tempat bertemu dan berkolaborasinya kelompok masyarakat dalam berkomunikasi secara produktif. Apabila cyber-web memanfaatkan tekhnologi seperti social networking, wikis, blog maupun video untuk membangun komunikasi interaktif, social organisasi lebih banyak menggunakan media konferensi, seminar, round-table atau bentuk advokasi sosial lainnya. Sinergi dari dua kekuatan agen globalisasi ini akan menciptakan gerakan gerakan sosial dengan agenda tertentu.
Melihat pengalaman proses integrasi Uni Eropa (UE), bentuk media sosial baik sosial organisasi dan cyber-web mempunyai peran yang sangat besar dalam menentukan proses pembuatan kebijakan UE yang secara langsung atau tidak langsung juga membantu mempercepat bentuk integrasinya. Pada awal terebentuknya European Community (EC), organisasi sosial mempunyai peran yang besar sebagai katalis dalam mendorong proses integrasi UE. Salah satu kasus yang cukup terkenal adalah Sunday Trading Saga. Dalam kasus ini, British Shops Act 1950 melarang adanya transaksi perdagangan pada hari minggu. Keberadaan peraturan ini mendorong kelompok retailer untuk mengadukan pelanggaran hukum nasional terhadap EEC kepada European Community of Justice (ECJ). Menurut para retailer ini larangan berdagang pada hari minggu ini mengurangi pendapatan mereka dan efek lebih lanjut secara agregat dapat menurunkan 15% nilai import dari EC. Dengan laporan ini ECJ dapat mengambil keputusan untuk membekukan pelaksanaan dari British Shops Act tersebut.
Bercermin dalam kasus ini, pada proses awal integrasinya, UE sudah memberikan ruang gerak atau media secara institutional bagi publik dan komunitasnya untuk berpartisipasi dan memonitor berjalannya proses integrasi regionalnya. Tentu saja dengan perkembangan integrasi regional yang dianggap paling maju pada saat ini, partisipasi public Eropa diberikan kesempatan yang lebih luas lagi. Traktat Maastrict 1992 tidak hanya memaparkan bentuk kerjasama baru UE dalam 3 pilar (European Communities, Common Foreign and Security Policy dan Justice and Home Affairs) tetapi juga memberikan kekuatan lebih bagi parliament UE sebagai representasi langsung public Eropa dalam menentukan produk hukum di UE. Bahkan dengan modifikasi Traktat Lisbon 2007, pengumpulan satu juta tanda tangan oleh publik eropa dengan minimal tujuh negara yang mendukung dapat menginisiasi pembentukan legislasi yang baru di UE. Hal ini bisa dilakukan tidak hanya karena memungkinkan secara institusi legal pada tingkat UE, tetapi juga karena pembangunan infrastruktur dunia maya yang memungkinkan publik Eropa untuk secara aktif. Apabila mengamati infrastruktur website yang dimiliki institusi UE, bentuk pengembangannya sangat user-friendly terutama dalam aksesibilitas penggunaan bermacam bahasa dari anggota UE. Bahkan tersedia juga afiliasi website dengan beberapa jaringan sosial lainnya. Akan tetapi hal ini yang harus menjadi perhatian dalam penggunaan sosial media untuk meningkatkan EU awareness adalah bukan pada bentuk-bentuk media sosial tapi pada kemampuan media sosial dalam membentuk jaringan komunikasinya baik secara horizontal (kepada sesame publik Eropa) maupun vertikal (publik dengan institusi UE).