(Jakarta, 23 November 2012-Humas LIPI) Sejak kebijakan otonomi luas bagi daerah digulirkan, pemahaman tentang identitas dan etnisitas sangat penting. Konflik bernuansa etnis bisa saja muncul karena marginalitas berkepanjangan. “Pengelolaan yang memperhatikan secara lebih mendalam tentang kebhinekaan Indonesia jelas diperlukan karena dulu lebih fokus pada keekaan Indonesia,” ujar Prof (Ris.). Dr. Yekti Maunati, M.A, peneliti Pusat Sumber Daya Regional LIPI saat dikukuhkan sebagai Profesor Riset di Auditorium LIPI, Kampus LIPI Gatot Subroto, Jakarta pada Jum’at (23/11) lalu.
Hali ini menurut Yekti penting karena sejak reformasi kesadaran untuk memperjuangkan kelompok etnik muncul dan akan berbahaya jika mengarah pada etnosentrisme yang dapat mengganggu nasionalisme Indonesia.
“Indonesia dapat belajar dari pengalaman di perbatasan Indonesia-Malaysia maupun di wilayah Asia Tenggara,” jelas Yekti. Menurutnya ada beberapa kebijakan yang dapat ditindaklanjuti. Pertama, pemerintah daerah dapat mengembangkan mata pencaharian yang berkelanjutan bagi kelompok minoritas atau masyarakat adat lewat community-base tourism. Kedua, perbaikan sarana transportasi dan jalan sebaik-baiknya yang didanai oleh pemerintah. “Dengan demikian tidak perlu investor swasta karena ada resiko kerusakan hutan dan lingkungan.”
Yekti juga mengusulkan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di daerah untuk melakukan upaya pemeliharaan tradisi dan budaya etnik minoritas lewat penulisan komprehensif dan program penggalian budaya bagi generasi muda. ”Juga pemberlakukan Hukum Adat bagi etnik minoritas harus didukung pemerintah lokal dan pusat sehingga hak-hak atas tanh, tadisi, dan budaya dapat terpelihara,” tutupnya. (tim web)