TEMPO.CO, Jakarta – Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indria Samego, mengatakan upaya pembersihan DPR dari lingkaran setan korupsi hanya bisa dilakukan saat pemilihan umum legislatif. Itu pun, sistem politik dari masing-masing partai politik dan sistem pemilu dari Komisi Pemilihan Umum harus dirombak.
“Sistem politik dan pemilu saat ini masih amburadul, secara tak langsung mendorong korupsi di DPR,” kata Indria saat dihubungi Tempo, Selasa, 17 September 2013.
Untuk pemilu legislatif 2014, dia mengklaim sudah tak ada harapan mereformasi DPR. Sebab, sistem politik dan pemilu masih sama dengan Pemilu 2009 yang memproduksi legislatif korup saat ini.
Upaya yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan pemilu legislatif pada 2019. Dia pun setuju dengan pendapat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Adnan Pandu Praja, soal tes integritas bagi calon legislatif.
Namun, Indria lebih setuju jika upaya pembersihan diri ini dilakukan dari diri masing-masing calon legislatif. Menurut dia, integritas antikorupsi lebih baik dimulai dari kesadaran ketimbang paksaan dari penyelenggara pemilu.
“Partai politik juga harus memberikan pemahaman politik bersih,” kata dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan DPR merupakan lembaga terkorup kedua sesudah kepolisian. Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia-Pasifik, hanya Indonesia yang parlemennya masuk ke dalam lembaga terkorup.
Adnan menjelaskan, sejak tahun 2009 sampai sekarang, parlemen konsisten berada di tiga besar lembaga yang paling korup. “Inilah kelebihan parlemen kita, kreatif,” ujar Adnan dalam kuliah umum “Upaya Pemberantasan Korupsi dan Anatomi Korupsi pada Pelaksanaan Pemilu” di gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Senin, 16 September 2013.
Saat ini, koruptor terbanyak yang ditangani KPK adalah anggota Dewan. Terdapat lebih dari 65 anggota Dewan yang telah dibui karena tindak pidana tersebut. “Memang anggota parlemen jadi persoalan di negeri ini,” ujar Adnan.
» Sumber : Tempo.co, 17 September 2013
» Kontak : Indria Samego |