Penelitian Tahun 2011
 
Abstrak:
 
Ada beberapa penyebab bangkitnya fenomena religiositas dalam pembuatan kebijakan lokal dalam konteks kebangsaan, antara lain: Pertama, dalam era desentralisasi dan pemilukada langsung, elit daerah memerlukan komoditas isu untuk menggalang dukungan para pemilih. Isu religiositas menjadi kendaraan politik atau instrumen menuju kekuasaan. Kedua, dalam konteks persaingan ekonomi antara pendatang dan pribumi kadangkala dibuatlah perda dan aturan adat bernuansa agama untuk memenangkan persaingan. Ketiga, gejala lenting balik terhadap modernisasi dan represi politik masa sebelumnya, menjadi pendorong komunitas dan tokohnya melakukan gerakan kembali ke dasar ajaran agama sebagai solusinya. Keempat, fenomena bangkitnya fundamentalisme berbagai agama di tingkat global dalam kontestasi antar peradaban dan perekat peradaban. Permasalahan penelitian ini adalah apa yang memunculkan adanya formulasi kebijakan lokal bernuansa keagamaan di Denpasar, Bali dan di Manokwari, Papua Barat. Apa dan bagaimana aturan tersebut cenderung sinergis atau berlawanan dengan prinsip kebangsaan. 
 
Metode yang digunakan adalah kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Dengan narasumber (1) pihak pendukung kebijakan atas dasar sentimen keagamaan, (2) kalangan kritis atau menjadi “korban” kebijakan lokal dan (3) kalangan netral. Untuk kasus Bali, ditemukan kontestasi antara pihak pendukungn Kebangsaan-Spiritual dengan pihak Bisnis- Religius di Bali untuk kasus Perda Tata Ruang. Untuk kasus Bakso Krama Bali Vs. Bakso Jawa Muslim, muncul karena adanya kondisi menang-kalahnya persaingan ekonomi antara pendatang dan penduduk asli akibat migrasi dan efek Bom Bali. Sementara itu di Manokwari,  tidak terdapat latar belakang tunggal yang menjadi alasan satu-satunya kemunculan terbentuknya usulan untuk membuat Perda Injil. Latar belakang sejarah Manokwari sebagai pintu masuk agama Kristen di Papua, yang cenderung lebih didominasi oleh Kristen asal Maluku. Namun yang menjadi alasan terpenting dari hadirnya usulan perda injil lebih kepada mendapatkan dukungan Pilkada sebagai bupati incumbent, proteksi nilai religiusitas (Injil), identitas keagamaan sama halnya Aceh dan kesempatan berkarya bagi orang asli Papua.  Perda Injil hingga penelitian ini dilakukan tidak jadi dilaksanakan karena mendapat reaksi kebangsaan dari berbagai aktor lokal.