Jurnal Penelitian Politik Vol. 6 No. 1 Tahun 2009

Jurnal Penelitian Politik Vol. 6 No. 1 Tahun 2009Title: Jurnal Penelitian Politik Vol. 6 No. 1 Tahun 2009 
Type: Book
Author: Moch. Nurhasim, Sri Yanuarti, Firman Noor, Lili Romli, Indriana Kartini, Syafuan Rozi, Septi Satriani, Luky Sandra Amalia
Publisher: LIPI Press
Year: 2009

Catatan Redaksi

Pemilihan umum, baik itu berupa pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden secara langsung, kembali digelar bangsa Indonesia pada tahun 2009. Krisis ekonomi global yang tengah menerpa tidak menyurutkan langkah untuk tetap dilaksanakannya pesta besar demokrasi tersebut.Ini merupakan pemilihan umum ketiga semenjak berakhirnya rezim otoriter Orde Baru semenjak Soeharto lengser dari kepemimpinannya. Pada masa yang dapat kita sebut sebagai era transisi demokrasi tersebut, pertanyaan penting ialah apakah pemilu-pemilu di era transisi benar-benar mampu mengarahkan transisi dari otoriter menuju demokrasi ataukah justru berbalik arah?Akan tetapi Pemilu 2009, baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden tidak sepi dari permasalahan. Pemilu 2009 ditandai dengan buruknya manajemen pemilu oleh KPU. Mahkamah Konstitusi sendiri menyebut penyelenggara pemilu telah bertindak tidak profesional. Pelaksanaan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD 2009 (Pemilu 2009) menuai banyak kritik. Kritik berkaitan dengan ketidaksiapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) baik sebagai penyelenggara maupun dalam menerapkan aturan Pemilu 2009 secara konsisten. Yang membuat kita amat prihatin ialah buruknya kinerja penyelenggaraan pemilu tersebut dipertontonkan secara konsisten dari semenjak masa-masa awal pelaksanaan pemilu hingga ke tahapan akhir pada penetapan hasil, yakni tatkala penetapan hasil pemilu legislatif tertunda-tunda dan senantiasa berubah-ubah, sebagai akibat adanya perbedaan penafsiran mengenai penetapan pembagian kursi. Perselisihan hasil pemilu menyangkut konversi suara menjadi kursi dan penentuan kursi anggota DPR tersebut berpuncak pada terbitnya Putusan Mahkamah Agung Nomor: 15P/HUM/2009 yang membatalkan Keputusan KPU Nomor 259 dan 256 tentang Penghitungan Kursi dan Penetapan Anggota DPR, DPD dan DPRD. Sebelum itu, pada tahapan awal kita telah menyaksikan bagaimana kritik yang tajam yang beberapa kali menerpa KPU menyangkut masalah carut-marutnya Daftar Pemilih Tetap (DPT). DPT lantas menjadi isu sentral akibat ketidakberesan pemerintah dan KPU dalam menyiapkan data pemilih. Masalah DPT ini sendiri berimplikasi pada dikorbankannya hak konstitusi warga negara atas nama undang-undang dan peraturan KPU yang rancu, kaku, dan multitafsir. Ini telah mengakibatkan munculnya kekecewaan yang meluas dari berbagai daerah di Indonesia yakni para pemilih yang namanya tidak tercantum dalam daftar pemilih. Kisruh masalah DPT ini telah menimbulkan beragam spekulasi, apakah itu semata-mata masalah data kependudukan yang tidak akurat dan mutakhir ataukah merupakan sebuah kesalahan yang disengaja guna menguntungkan pihak atau peserta pemilu tertentu.Di luar permasalahan prosedural di atas, yang lebih penting lagi ialah bagaimana secara substantif kegiatan pemilu mampu melahirkan wakil-wakil rakyat dan pemimpin baru yang betul-betul legitimate dan memiliki kapabilitas tinggi. Pada dua gelaran demokrasi di atas kita menyaksikan masih dijumpai beberapa kasus pelanggaran maupun politik dagang sapi yang amat menggangu kualitas dari demokrasi kita. Pemilu yang demokratis sendiri setidaknya harus ditopang oleh elemen prosedural maupun elemen substansial. Sebagus apapun elemen prosedural suatu penyelenggaraan pemilu, tanpa disertai akan pemahaman dan makna substansi pemilihan umum, akan berakibat seakan-akan menafikan hakikat demokrasi suatu pemilihan umum, yakni yang terkait dengan prinsip memberikan kesempatan kepada pemilih untuk dapat menggunakan hak suaranya secara maksimal. Pemilu 2009 jelas masih mengandung sejumlah kekacauan aturan yang mengakibatkan terjadinya kekacauan dalam prosedur pemilu. Kerancuan tersebut terlihat dalam tahapan awal seperti dalam proses-proses penetapan DPT di mana orang yang tidak terdaftar dalam DPT tidak dapat menggunakan hak suaranya dalam suatu pemilihan umum. Demikian pula, kerancuan dapat terlihat tatkala pilihan rakyat didistorsi dengan adanya mekanisme konversi suara tahap I, II dan III, yang berakibat melemahkan legitimasi pemilu lantaran berkurangnya derajat dan hakekat keterwakilan politikPerlu difahami bahwa sebuah UU Pemilu harus diletakkan secara saling berhubungan dengan sistem kepartaian yang kita anut maupun dengan susunan dan kedudukan DPR, DPD dan DPRD. Prinsip itulah yang agaknya diabaikan dalam penyusunan paket UU Politik (UU Pemilu, Kepartaian, Susunan DPR, DPD dan DPRD serta penyelenggara pemilu). Hal demikian lantaran pembahasan RUU di DPR sangat kental dengan nuansa politis yang mengedepankan kepentingan partai-partai politik.Memang apabila ditelusuri akar masalahnya, selain KPU dan pemerintah, DPR sebenarnya merupakan pihak yang bertanggung jawab atas munculnya semua permasalahan di atas. Tanggung jawab pemerintah dan DPR terletak pada kualitas produk perundangan bidang politik yang kerap diwarnai oleh politik dagang sapi antarpartai, sehingga UU seringkali hanya mewadahi kepentingan jangka pendek partai-partai. Hal serupa terjadi pada pemilihan anggota KPU, yang sedari awal proses seleksinya menuai kontroversi.Terlepas dari pelbagai permasalahan yang ada, melalui pemilihan umum legislatif 2009, rakyat Indonesia telah memilih 560 anggota DPR, 132 anggota DPD, 1.998 anggota DPRD provinsi, dan 16.270 anggota DPRD kabupaten/kota. Hasil pemilu sekaligus memperlihatkan keunggulan Partai Demokrat, di sisi lain partai-partai pesaing mengalami penurunan suara yang cukup signifikan baik itu Partai Golkar maupun PDIP, serta partai-partai Islam kecuali PKS yang suaranya cukup stabil. Hasil penghitungan oleh KPU menempatkan Partai Demokrat sebagai partai peraih suara terbanyak (20,85 persen dari seluruh suara sah seara nasional), sementara urutan kedua dan ketiga ialah Partai Golkar (14,45 persen) dan PDIP (14,03 persen). Sedangkan melalui pemilihan presiden, telah terpilih pasangan presiden/wakil presiden yang akan bekerja selama lima tahun yakni pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dalam pemilu satu putaran dengan mengalahkan pasangan Mega-Prabowo dan Yusuf Kalla-Wiranto. Jurnal Penelitian Politik edisi kali ini memang hadir sengaja mengangkat tema tentang Kisruh Pemilu 2009. Kami menyajikan beberapa tulisan yang memberikan analisis mengenai pelbagai permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan pemilu 2009, antara lain menyangkut dilema sistem pemilu yang kita anut, analisis mengenai fenomena golput dan perilaku pemilih, pembahasan mengenai proses kampanye, serta bagaimanakah peta partai lama dan partai baru di dalam pemilu 2009. Sebagai bahan perbandingan, kami tidak lupa menyajikan mengenai pelaksanaan pemilihan umum di negara lain, yakni dalam hal ini pemilu presiden di Iran tahun 2009. Terakhir, kami juga memuat sebuah resensi buku tentang sistem presidensial. Akhir kata kami ucapkan selamat membaca, semoga tulisan-tulisan yang kami sajikan dapat disambut baik. REDAKSI

Daftar IsiArtikel
1. Dilema Sistem Pemilu 2009 (Moch. Nurhasim)
2. Golput dan Pemilu di Indonesia (Sri Yanuarti)
3. Mencermati Kampanye Pileg 2009: Gradasi Peran Partai dan Gejala Pragmatisme (Firman Noor)
4. Peta Kekuatan Politik Hasil Pemilu 2009 (Lili Romli)
5. Pemilu Presiden Iran 2009 dan Upaya Destabilisasi Iran (Indriana Kartini)

Resume Penelitian

1. Nasionalisme, Demokratisasi, dan Sentimen Primordialisme: Problematika Identitas Keetnisan versus Keindonesiaan pada Studi Kasus Aceh, Papua, Bali, dan Riau (Syafuan Rozi)

2. Transformasi Politik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) (Moch. Nurhasim)
Dinamika Kelembagaan Mukim Era Otonomi Khusus Aceh (Septi Satriani)

Review Buku
Indonesia Memilih Presidensial (Luky Sandra Amalia)