Pada tanggal 6 Mei 2015, Pusat Penelitian Politik LIPI mengadakan Public Lecture tentang politik internasional dengan tema “East Timor Security in Regional Context”. Public lecture ini menghadirkan nara sumber utama yaitu Dr. Julio Thomas Pinto, mantan Menteri Pertahanan Timor Leste. Julio Thomas Pinto adalah alumni dari Unievrsitas Muhammadiyah Malang dan merupakan salah satu orang terdekat dari mantan Presiden Timor Leste, Kay Rala Xanana Gusmao. Dalam public lecture ini, Dr. Julio mengemukakan perkembangan Timor Leste dalam persiapan mereka untuk bergabung menjadi anggota ASEAN. Menurutnya, menyatakan hanya Singapura yang telah menyatakan dukungannya kepada Timor Leste untuk masuk ke dalam keanggotaan ASEAN. Masuk dalam keanggotaan ASEAN termuda, menurut Dr. Julio, dirasakan sangat penting bagi Timor Leste, terlebih Timor Leste merupakan negara baru di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, Dr. Julio juga menyatakan bahwa Timor Leste tidak inigin menciptakan adanya ketegangan di kawasan. Namun demikian, meskipun belum tergabung secara resmi sebagai anggota ASEAN, Timor Leste sudah terlibat dalam kompetisi olahraga sepakbola di tingkat ASEAN sebagai bagian dari membangun relasi people to people di wilayah kawasan itu.
Dalam konteks hubungan bilateral, salah satu prioritas Timor Leste adalah membangun hubungan yang harmonis dengan negara-negara tetangga terutama Indonesia dan Australia. Meski hubungan antara Timor Leste dengan kedua negara tersebut masih memiliki beberapa persoalan, seperti persoalan batas laut dengan Australia dan batas darat dengan Indonesia, akan tetapi masih diupayakan negosiasi untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Terkait hal ini, Dr. Julio menyatakan bahwa pengalaman rekonsiliasi dengan Indonesia akan mempermudah penyelesaian persoalan batas darat tersebut. Di sisi lain, pada tahun 2011, Timor Leste menandatangani perjanjian dengan Indonesia di bidang pertahanan. Perjanjian ini adalah perjanjian yang penting karena Indonesia dan Timor Leste memiliki kesamaan sejarah. Kemudian, pada awal kemerdekaannya, Timor Leste menandatangani MoU dengan AS di bidang penanganan bencana dan mengadakan perjanjian pertahanan dengan Portugal di bidang pelatihan untuk tentara Timor Leste. Dengan Australia, Timor Leste membuka diskusi pertahanan, namun belum ada perjanjian yang disepakati.
Dalam forum tanya jawab, pertanyaan yang muncul dari peserta diskusi adalah isu-isu seputar hubungan Timor Leste dan Indonesia. Hal ini karena, bagaimanpun, Timor Leste pernah menjadi bagian dari Indonesia. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah mengenai pengajaran sejarah Indonesia di Timor Leste, serta bahasa yang digunakan baik secara resmi maupun tidak di Timor Leste. Dalam penjelasannya Dr. Julio mengatakan bahwa sejarah Indonesia tetap masuk dalam kurikulum di Timor Leste karena sejarah Indonesia merupakan hal penting bagi Timor Leste sebagai landasan untuk pembangunan bangsanya. Selain itu, Timor Leste juga tidak ingin mengulang sejarah kelam yang pernah terjadi di Indonesia. Terkait dengan itu, Timor Leste saat ini memiliki Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) serta Pusat Kebudayaan Indonesia. Dalam hal bahasa, Timor Leste mengakui bahasa Indonesia sebagai bahasa kerja (working language) yang diatur dalam konstitusinya, selain bahasa Portugis, bahasa Inggris, dan bahasa daerah (Tetun) disana.
Dr. Julio mengemukakan bahwa ancaman internal terbesar yang dihadapi Timor Leste sebagai negara baru yang demokratis adalah pengangguran serta premanisme lokal. Di bidang pertahanan, Timor Leste mempunyai visi menjunjung tinggi profesionalisme militer dengan cara menentang keterlibatan militer dalam politik, dan hanya mengirimkan tentaranya untuk belajar dan berlatih di negara-negara yang berhaluan demokrasi. Hal ini diakibatkan oleh trauma warga Timor Leste terhadap rezim Orde Baru Suharto. Dalam hal regenerasi kepemimpinan politik di Timor Leste, Dr. Julio mengungkapkan bahwa pada dasarnya struktur politik Timor Leste telah menyediakan kesempatan yang besar pada generasi muda. Namun, disebabkan oleh masih bercokolnya lapisan generasi yang besar di awal kemerdekaan Timor Leste, maka di masa pemerintahan saat ini tengah diupayakan proses kaderisasi politik untuk kesiapan kepemimpinan oleh generasi berikutnya. (Esty Ekawati dan Fathimah Fildzah Izzati)