JAKARTA -Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dikhawatirkan mengancam kemandirian desa. Sebab, begitu MEA dibuka, secara otomatis pekerja asing dan produk luar negeri pasti menyerbu desa.
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Marwan Jafar mengatakan, kondisi ini berbahaya bagi desa karena bisa termarginalkan. Kemandirian desa dalam membuat suatu produk ataupun masyarakatnya yang bekerja di level lo-kalpun terancam.
Keberadaan pekerja asing yang akan menguasai sektor infrastruktur dan pertambangan itu yang akan mengancam pekerja di desa menjadi pengangguran. “Jika desa tidak disiapkan dari sekarang, maka bisa tergerus oleh MEA. Maka sudah seharusnya daya saing perdesaan diciptakan agar MEA tidak jadi ancaman,” katanya pada Rapat Kerja Nasional (Rakornas) Pemangku Kepentingan Desa di Jakarta kemarin.
Dia mengaku khawatir akan derasnya produk luar yang masuk ke level lokal. Misalnya batik dari China yang sudah masuk ke pasar dan perlahan menggeser penjualan batik pekalongan atau solo. Kondisi itu akan membahayakan ketahanan produk secara nasional. Selain itu.di pasar juga dijual tepung ikan yang 90 persen produk impor. Ini sungguh ironis karena Indonesia adalah negara maritim yang dapat memproduksi tepung ikan semacam itu. Kalau arus deras produk seperti ini tidak dibendung dengan pemberdayaan dan pendampingan, lama-kelamaan masyarakat desa akan terpinggirkan. Maka dari itu, dia meminta diantisipasi dengan kehati-hatian agar kita tidak boleh terlalu percaya diri bahwa masyarakat desa bisa melalui MEA dengan mulus.
“Kita akan membuat pendampingan dan advokasi ke masyarakat desa agar ada sistem pertahanan diri yang bisa melindungi desa,” ucap politikus PKB ini.
Langkah kedua ialah mendorong gerakan mencintai produk dalam negeri seperti program Aku Cinta Indonesia (ACI) dahulu. Menurut dia, jangan sampai pasar produk dalam negeri menjadi bulan-bulanan produk asing karena tidak mampu berdaya saing. Selanjutnya, memproteksi para pekerja di desa dengan sertifikasi dan pelatihan. Dia berpendapat, sebetulnya kebijakan pekerja asing wajib berbahasa Indonesia bagus untuk perlindungan pekerja dalam negeri.
Di tempat terpisah, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Zulkarnain menerangkan, MEA memang akan berdampak pada aspek fundamental ekonomi seperti aliran barang dan jasa, modal, investasi maupun aliran bebas tenaga kerja dalam kawasan regional ASEAN. Rendahnya pemahaman masyarakat tentang M FA dapat menjadi halangan internal bagi pelaksanaan kebijakan nasional dalam upaya mencapai tujuan MEA itu sendiri.
“Selama ini, program sosialisasi MEA ditujukan kepada para pemangku kepentingan, terutama para pelaku usaha,” tandasnya.
Peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI Tri Nuke Pudjiastuti menjelaskan, LIPI mengadakan survei terhadap konsumen dan produsen pada Mei lalu. Hasil survei menunjukkan adanya kesenjangan pemahaman masyarakat tentang MEA. Sebagai pasar bebas sekaligus basis produksi, ASEAN merupakan pasar yang relatif besar dengan jumlah penduduk sekitar 650 juta jiwa.
“Bagi masyarakat konsumen, MEA bisa dipastikan akan memberikan keuntungan. Namun bagi dunia usaha, apakah mereka sudah siap?” tanya dia.
Berdasarkan survei tersebut, upaya persiapan untuk bersaing dengan tenaga kerja asing ialah dengan pendidikan dan pelatihan, baik formal maupun informal. Di samping itu, beberapa indikator menunjukkan ancaman bagi kegiatan produksi industri dalam negeri. neneng zubaidah
» Sumber : Koran Sindo, edisi 4 Desember 2015. Hal: 2
» Info lanjut : Tri Nuke Pudjiastuti |