LEMBAGA Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai upaya pengurangan risiko bencana dan perlindungan sosial terhadap masyarakat wilayah pesisir masih kurang maksimal dilakukan. Karena itu LIPI akan melakukan riset sekaligus menyusun sebuah kerangka kerja yang aplikatif.
“Kami melihat bahwa perhatian terhadap wilayah pesisir dalam konteks kebencanaan baik aspek pencegahan, penanganan darurat, maupun pasca bencana itu kurang mendapat perhatian. Kebijakan publik yang ada selama ini masih bersifat umum saja. Belum lagi kalau kita berbicara mengenai kelompok rentannya seperti masyarakat miskin, dan keLompok disabilitas. Maka LIPI mencoba mengkaji ini sampai pada tahap aplikasinya di lapangan sebagai usulan pad pemerintah dan regulator dalam hal ini DPR,” kata Sri Sunarti Purwaningsih, Kepala pusat Penelitian Kependudukan LIPI di Kantornya, Senin (28/8).
Menurut dia, dalam prosesnya, LIPI bekerja sama dengan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). “Terutama kami ingin mendapat gambaran untuk mengoptimalkan hasil-hasil riset terkait pengurangan resiko bencana dan perlindungan sosial agar dapat digunakan sebagai landasan penyusunan kebijakan publik secara inklusif, termasuk kelompok rentan, penyandang disabilitas dan masyarakat miskin,” jelas Sri.
Aspek pengurangan risiko bencana dan perlindungan sosial, kata dia, terkait dengan kondisi Indonesia yang secara geologi dan geografi rentan terhadap bencana alam dan manmade. Jumlah penduduk yang terekspos (terpapar) dan berisiko menghadapi bencana, termasuk penduduk yang tinggal di wilayah pesisir, sangat besar. Berbagai jenis bencana seperti gempa bumi, banjir dan rob, tanah longsor, kekeringan, kebakaran/asap dan angin putting beliung, jelas dia, sering terjadi dan frekuensinya semakin meningkat di hampir seluruh wilayah negeri ini. Rata-rata 10% dalam 10 tahun terakhir. Bencana tersebut mengakibatkan banyak sekali korban jiwa, terutama kelompok rentan, seperti anak-anak, lansia, penyandang disabilitas dan perempuan. “Pada ujungnya nanti kita akan serahkan kerangka ini kepada pemerintah agar diimplementasikan,” tukasnya.
Deputi Bidang IPSK LIPI Tri Nuke Pudjiastuti menambahkan, Indonesia baik secara geologis, hidrologis, klimatologis, maupun ekologis sangat rentan terhadap bencana, di mana sebagian besar penduduknya terpapar pada risiko terkena bencana. “Bencana terjadi karena akumulasi faktor yang didominasi oleh faktor antropogenik dan dipicu oleh faktor alam, seperti cuaca ekstrim perubahan lingkungan dan perubahan iklim,” ujar Tri Nuke.
Seperti diketahui pengurangan risiko bencana atau juga dikenal dengan disaster risk reduction (DRR) adalah suatu konsep dan praktik pengurangan risiko bencana melalui upaya-upaya sistematik untuk mengurangi faktor-faktor penyebab terjadinya bencana yang kompleks, melibatkan faktor alam dan manusia. DRR merupakan upaya persiapan/kesiapsiagaan yang dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan stakeholders sebelum terjadi bencana. Pengurangan risiko bencana juga dilakukan melalui perlindungan sosial oleh pemerintah dengan berbagai kebijakan dan program yang telah dikeluarkan untuk kelompok rentan dan miskin yang mempunyai kapasitas adaptasi yang rendah. (Ths/H-1)
Sumber: https://ise2017.lipi.go.id/id/press/lipi-susun-kerangka-kerja-pengurangan-risiko-bencana-di-pesisir