Review Buku Politik Perencanaan Kependudukan: Indonesia, Singapura, dan Pakistan

Penulis (Sofian Effendi dan Riaz Hasan)

Diterbitkan Oleh :Pusat Penelitian Kependudukan UGM Tahun 1986

Jumlah Hlm : 28

Direview Oleh : Tria Anggita Hafsari

Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI

             Dewasa ini, selain memegang peranan penting terkait dengan pembangunan sosial dan ekonomi, pemerintah juga berperan dalam turut mengambil andil terhadap hal yang  sangat berkaitan dengan hak asasi manusia yaitu penekanan perilaku fertilitas. Intervensi pemerintah ini didasarkan atas tidak terkendalinya pertumbuhan penduduk yang mampu menimbulkan masalah-masalah. Dengan demikian dalam upaya mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut diperlukan campur tangan pemerintah guna mengambil tindakan. Dalam intervensinya, pemerintah membuat kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mengubah perilaku demografis warga negaranya dengan berazaskan pada Landasan Sosiologis dan Filosofis Intervensi Kependudukan Pemerintah.

            Ada empat landasan sosiologis dan filosofis yeng melandasi intervensi pemerintah dalam bidang kependudukan yaitu :

  1. Teori Deontik
  2. Teori Lingkungan
  3. Keluarga Berencana
  4. Pemerataan Pembangunan

Teori Deontik

            Teori deontik merupakan teori yang mengupayakan sinkronisasi antara generasi sekarang dan generasi yang akan datang dalam hal pertumbuhan penduduk. Generasi sekarang harus menjaga tingkat fertilitas dan jumlah penduduk guna memprediksi besarnya laju pertumbuhan penduduk generasi yang akan datang. Hal ini dimaksudkan agar semua penduduk dapat sejahtera karena tentunya kita perlu menjaga keseimbangan jumlah makanan dan sumberdaya alam dengan jumlah penduduk. Peranan pemerintah dalam teori ini ialah menjamin keberlangsungan antara generasi sekarang dan generasi yang akan datang agar sinergis dan seimbang. Apabila pemerintah tidak mampu memberikan jaminan dapat mengurangi jumlah penduduk maka pemerintah harus mengeluarkan peraturan untuk menghalangi kelahiran. Teori ini dinilai cukup keras karena melanggar hak asasi manusia, namun secara sosiologis dan filosofis teori ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan suatu individu. Kita tidak wajib melahirkan manusia, tetapi kita wajib untuk menjamin dan mengusahakan agar mereka yang telah dilahirkan memiliki taraf hidup yang memadai dan sejahtera.

Teori Lingkungan

            Para teoritisi lingkungan memiliki dua pandangan mengenai pertumbuhan penduduk pada teori lingkungan ini. Dalam literature, pandangan ini dikenal sebagai “tesis titik-batas” (limits thesis) dan “tesis gemah-ripah” (cornucopian thesis). Penganut teori titik-batas berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk yang cepat adalah penyebab utama kelaparan, polusi, perusakan lingkungan, serta pemborosan sumberdaya. Sedangkan para penganut teori “gemah-ripah” mempunyai pandangan yang lebih optimis mengenai hubungan manusia dengan lingkungannya. Karena para teoritisi teori gemah-ripah berpendapat bahwa titik-batas pertumbuhan itu ada ketika ilmu dan teknologi sudah tidak berkembang lagi, sekalipun memang sudah tidak berkembang realitas dari titik-batas itu masih jauh jangkauannya. Pendapat ini dilatarbelakangi dengan pendapat bahwasanya pertumbuhan ekonomi harus terus dilanjutkan tanpa ada batasan karena terkait dengan peningkatan kesejahteraan.

Keluarga Berencana

            Kebijakan keluarga berencana ini dicanangkan guna sebagai jalan tengah dari upaya untuk menyelesaikan masalah pertumbuhan kependudukan. Keluarga berencana merupakan program pembatasan kelahiran yang mana program ini diatur oleh orang tua dengan berkonsultasi dengan ahli. Berbeda dengan dua landasan sosiologis dan filosofis yang telah dipaparkan sebelumnya yang mana kewenangan terhadap pembatasan kelahiran menjadi tanggung jawab penuh oleh pemerintah. Peranan orang tua dalam program ini sangatlah penting, orang tua atau pasangan suami istri memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab dalam dalam menentukan jumlah dan jarak anak-anak mereka seperti yang dideklarasikan dalam kongres Wanita Sedunia di Mexico tahun 1975 “setiap pasangan dan individu mempunyai hak untuk secara bebas dan bertanggung jawab memutuskan apakah mereka akan atau tidak punya anak serta menentukan jumlah atau jarakanak-anak tersebut, dan bebas mendapatkan informasi, pendidikan dan cara-cara untuk melaksanakan keputusan mereka itu….”. Dan pemerintah memliki kewenangan untuk mengetahui apakah suatu pasangan melaksanakan program keluarga berencana sesuai ketentuan atau tidak dan pemerintah wajib memberikan pelayanan bagi masyarakat mengenai keluarga berencana ini. Setiap pemerintah wajib meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi masyarakat. Semua hambatan legal, sosial, dan finansial terhadap diseminasi pengetahuan, alat, dan pelayanan keluarga berencana harus dihilangkan.

Pemerataan Pembangunan

Penganut aliran ini berpendapat bahwa penurunan tingkat kelahiran ada kaitannya dengan proses modernisasi. Proses modernisasi yang dimaksud adalah program peningkatan kualitas dan kuantitas terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Namun kebijakan-kebijakan yang dibangung guna meningkatkan ketiga hal tersebut cukup sulit dalam aplikasinya. Menurut pandangan mereka, kontrasepsi yang plaing baik adalah pembangunan ekonomi.

            Aliran-aliran sosial dan filosofis yang menjadi landasan intervensi pemerintah yang telah diuraikan di atas ini dalam aplikasinya, bisa jadi pada satu negara menggunakan dua landasan intervensi dalam membuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pertumbuhan penduduk. Buku ini mengkaji persepsi warga negara tentang peranan negara dan pemerintah dalam perencanaan kependudukan di Pakistan, Singapura dan Indonesia.

Persepsi tentang Peranan Pemerintah dalam Perencanaan Kependudukan

            Pakistan, Singapura, dan Indonesia memiliki perbedaan yang sangat signifikan dalam aspek geografis, kultur, ekonomi, dan politis. Begitu pula dengan jumlah penduduk yang di masing-masing negara tersebut memiliki perbedaan yang sangat nyata. Singapura memiliki jumlah penduduk 2,3 juta jiwa (1980), jumlah penduduk di Pakistan lebih dari 90 juta (1985), sedangkan Indonesia memiliki kurang lebih 160 juta penduduk (1985) yang tersebar dengan tidak merata di seluruh pulau Indonesia. Melalui diskursus ini, perbandingan peranan pemerintah di tiga negara ini akan dibuktikan pengaruh perbedaan kultur politik terhadap persepsi tentang kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap program perencanaan kependudukan. Tulisan ini menyoroti persepsi warga negara tentang peranan pemerintah dalam perencanaan penduduk dan keluarga.

Pakistan

            Landasan intervensi terkait masalah pertumbuhan penduduk yang dianut oleh negara Pakistan adalah faham keluarga berencana dan pemerataan pembangunan. Dua faham yang diterapkan sebagai hulu dalam pembuatan kebijakan ini sangat dipengaruhi oleh kekisruhan dunia politik yang terjadi di Pakistan. Dan untuk program keluarga berencana pada negara Pakistan kurang berhasil, berdasarkan hasil survei.

Singapura

            Awalnya pemerintah Singapura pada tahun 1966 mulai mencanangkan program keluarga berencana namun ketika peraturan liberalisme mulai diundangkan maka pemerintah Singapura melegalkan pengguguran guna mencapai satu tujuan yaitu penurunan pertumbuhan penduduk, karena target pemerintah Singapura pada tahun 2030 adalah tercapainya piramida penduduk stasioner. Penurunan fertilitas dalam kurun waktu yang cepat ini menimbulkan prasangka dari banyak kalangan. Orientasi filosofis program kependudukan dan keluarga berencana Singapura lebih condong ke perspektif deontik.

Indonesia

            Program kependudukan dan keluarga berencana Indonesia dimulai setahun setelah pemerintahan orde baru terbentuk. Pemerintah guna mengatasi masalah pertumbuhan penduduk ini membentuk BKKBN yang khusus mengurusi masalah pertumbuhan penduduk dan keluarga berencana. Kinerja BKKBN pada saat itu sangan efektif dan efisien sehingga Indonesia dinilai berhasil oleh tiga orang pengamat masalah kependudukan. Upaya BKKBN dalam mengejar target yang dibuat untuk menurunkan fertilitas ialah dengan menyebarluaskan secara merata mengenai keluarga berencana serta menyediakan pelayanan-pelayanan mengenai keluarga berencana bagi pasangan subur maupun orang tua.

            Jadi, penurunan fertilitas dewasa ini memang merupakan permasalahan yang cukup pelik, karena kita harus meningkatkan kesejahteraan dari sisi pembangunanan sosial dan ekonomi namun tetap tidak boleh melanggar hak preventif individu. Keluarga berencana dinilai sebagai suatu kebijakan yang sangat baik dalam upaya penyelesaian permasalahan pertumbuhan penduduk ini. (Tria Anggita Hapsari)