Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti, mengatakan, penelitian sosial di LIPI menempati posisi yang unik dalam aras ketegangan hulu-hilir atau murni-terapan. Ia berada di posisi antara tuntutan kontribusi konkret untuk pengembangan kebijakan dan tuntutan untuk dapat memproduksi pengetahuan yang didasari oleh penguasaan konsep dan teori yang kuat. “Penelitian sosial di LIPI dihadapkan pada tantangan untuk dapat menghasilkan konten penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh beragam kepentingan berbeda. Produksi film dokumenter ‘Ragam & Cita Animasi (di) Indonesia’ ini adalah salah satu usaha untuk menjawab tantangan tersebut,” tutur Nuke.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Pusat Penelitian Kewilayahan LIPI, Ganewati Wuryandari, menyampaikan harapannya agar film animasi dokumenter ini dapat menjangkau khalayak umum secara luas tanpa mengurangi kualitas akademis hasil penelitian. “Melalui film animasi dokumenter ini, kami berharap hasil penelitian Tim Kajian Animasi P2W-LIPI ini dapat menjangkau ranah publik yang luas, dan pada saat yang sama dapat memicu perdebatan akademis tentang dunia animasi di Indonesia,” tambahnya.
Lebih lanjut, dengan merujuk pada hasil penelitian Tim Kajian Animasi P2W-LIPI, Fadjar Ibnu Thufail, peneliti senior pada Pusat Penelitian Kewilayahan LIPI, mengatakan bahwa film ‘Ragam & Cita Animasi (di) Indonesia’ membawa beberapa pesan yang diharapkan dapat membuka ruang diskusi lebih lanjut tentang animasi di Indonesia. Pertama, film ini membuktikan bahwa keterampilan teknis pembuat film animasi di Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi, dan keterampilan tersebut telah menghasilkan produk animasi yang beragam secara teknik visual dan genre cerita. Kedua, dengan menggali pengalaman pembuat animasi di Indonesia, film ini memperlihatkan meskipun ada keragaman genre cerita, konten cerita lokal yang serius masih belum banyak berkembang. Hal ini juga disebabkan oleh persepsi publik yang masih menyamakan animasi dengan film anak-anak. Ketiga, hasil kajian LIPI menggarisbawahi bahwa produksi animasi di Indonesia tidak perlu dipaksakan menjadi seperti Disney atau Pixar. “Kekuatan produksi film animasi di Indonesia justru seharusnya mengandalkan jaringan studio dan keragaman cerita lokal di Indonesia yang dapat diolah menjadi karya kreatif yang dapat bersaing dengan negara lain,” papar Fadjar.
Untuk membahas lebih dalam mengenai film tersebut dan proses produksinya, disediakan waktu untuk diskusi terbuka dengan Tim Kajian Animasi P2W-LIPI dan Sutradara Film: Hizkia Subiyantoro (Hizart Studio).
Sivitas Terkait : Drs. Fadjar Ibnu Thufail M.A.