Jakarta – Humas BRIN. Indonesia pernah mengalami pemindahan ibu kota negara, dari Yogyakarta ke Jakarta. Hal ini dipicu, karena kesejarahan, pemerataan pembangunan, dan pertumbuhan ekonomi. Kemudian kompromi politik, sentralitas, dan keamanan wilayah.
“Dari berbagai alasan tersebut, keberadaan IKN menjadi penting, sebagai simbol negara. Kota yang dipilih, hendaknya merepresentasikan identitas seluruh bagian dari bangsa Indonesia, dan menunjukan reputasi kita kepada internasional,” kata Atikah Nur Alami, Kepala Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pada webinar IKN Dalam Dinamika Keamanan Regional dan Refleksi Identitasl Global Indonesia, di Jakarta, Kamis (12/05).
Peneliti Pusat Politik BRIN, Agus R. Rahman menyampaikan, bahwa prinsip dasar IKN terletak pada Rencana Induk Sistem, dan Strategi Hankam IKN. Konsep dasar ada pada Tata Kelola Wilayah IKN, sebagai bagian dari upaya, untuk mewujudkan tujuan bernegara. “Selain itu, sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Mewujudkan IKN yang aman, modern, berkelanjutan, dan berketahanan,” terangnya.
“Pembangunan pertahanan IKN, tidak terlepas dari pembangunan pertahanan negara. Bertujuan, untuk membangun kekuatan pertahanan yang tangguh. Memiliki kemampuan penangkalan sebagai negara kepulauan, dan negara maritim,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur Lemhanas Andi Widjayanto mengatakan, berdasarkan sejarah perang yang melibatkan letak wilayah ibu kota negara, sebagai pusat pemerintahan. “Bahkan, ibu kota sering memiliki peran ganda, sebagai pusat ekonomi. Kondisi ini menjadikan ibu kota, rentan menerima serangan yang bertujuan mengganggu eksistensi negara,” ungkap Andi.
Andi mengutarakan, nusantara memiliki kerawanan eksternal tinggi di seluruh matra atau dimensi, yaitu darat, maritim, dan udara. Joint Warfare menjadi operasi yang harus dikedepankan, untuk memitigasi risiko tersebut. “Ruang udara menjadi matra, dengan tingkat kerawanan tertinggi bagi IKN. Nusantara berada di radius rudal antar benua (ICBM), dan hypersonic negara besar,” ucap Andi.
“Selain itu, letak Nusantara mendekati Flight Information Region (FIR) negara tetangga. Akibatnya, ruang udara di sekitarnya lebih mudah diintai, dan diinfiltrasi asing. Joint Warfare di Nusantara pun harus disiapkan, untuk merespons tantangan geopolitik IKN, yang dominan bersifat air centric,” pungkasnya. (suhe)