Jakarta – Humas BRIN. Di Indonesia, sampai saat ini istilah kepercayaan kerap dilekatkan dengan terminologi ‘penghayat aliran kepercayaan’. Hal itu setelah terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.97/PUU-XIV/2016. Putusan MK tersebut menjamin aliran kepercayaan di Indonesia selain agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Buddha, Hindu, dan Konghucu, yang sebelumnya dianggap sebagai agama resmi di Indonesia. Pembahasan topik tersebut dilakukan para periset di Nusantara Pusat Riset Agama dan Kecercayaan (PR AK) Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada forum khazanah dengan tema Mengenal Ragam Kepercayaan Nusantara, Rabu (27/07).

Terdapat banyak sekali aliran kepercayaan di berbagai daerah di Indonesia, misalnya Kejawen di Jawa, kepercayaan Kaharingan bagi masyarakat adat Dayak, Sunda Wiwitan dari Jawa Barat, Parmalim dari Suku Batak, Marapu di Pulau Sumba, Aluk Todolo di Tana Toraja, dan lain sebagainya.

Webinar tersebut menghadirkan narasumber Juni Edi Santoso sebagai seorang Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia, Eny Wardani dari Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia, serta Achmad Rosidi dari Peneliti PR AK.

Dalam sambutannya, Kepala PR AK, Aji Sofanudin menyampaikan bahwa webinar dilakukan dalam upaya penyusunan eksiklopedi kepercayan di Indonesia yang sudah dilaksanakan sebanyak 4 kali. Kegiatan tersebut dilakukan BRIN bekerja sama dengan majelis luhur kepercayaan Indonesia.

Webinar kali bisa sebagai uji validasi dan reabilitas para peneliti maupun MLKI untuk perbaikan. Tulisan harus menyajikan data yang sesuai.

Selanjutnya, Juni Edi Santoso menginformasikan tentang organisasi Marga Ning Kamulyan, Desa Talok, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang Jawa Timur. Edi menyampaikan makna Marga Ning Kamulyan yaitu jalan menuju kemuliaan dengan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME). Kepercayaan ini mengajarkan tentang adat istiadat dalam bidang kepercayaan, budaya, kesenian, budi pekerti luhur, serta tata cara berbakti kepada Tuhan YME.

Ia menjelaskan, penuntun ajaran Marga Ning Kamulyan yaitu pinisepuh bernama Ki Sutarmo yang senantiasa mengajarkan tentang budi pekerti luhur dan berbakti kepada Tuhan YME. Budi pekerti luhur dengan pancarona suci mengandung makna selalu berbakti kepada Tuhan YME, mengakui kesalahan diri pribadi, saling mengingatkan kepada sesama, saling mendoakan kepada sesama, dan saling berbelas kasih. Kegiatan spiritual dengan melaksanakan pangeling-eling rutin setiap minggu malam dan malam jumat legi.

Keanggotaan Marga Ning Kamulyan sebanyak 102 orang tersebar di berbagai wilayah di antaranya Malang, Solo, Denpasar, Bontang, Banjarmasin, dan lainnya.

Paparan selanjutnya disampaikan Eny Wardani yang menginformasikan tentang organisasi Pahamdiri Jiwa Pribadi. Dijelaskannya, sejak mulai timbul sampai perkembangannya selama ini dari keberadaan, mengenai ajaran, serta pengalaman – pengalaman yang terdapat Pahamdiri Jiwa Pribadi. Paguyuban ini beralamat di Kelurahan Tembok Dukuh, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya.

Organisasi ini merupakan nama paguyuban kepercayaan terhadap Tuhan YME, beranggotakan 480 orang yang, berpusat di kota Surabaya. Organisasi ini punya cabang menyebar di Ngawi, Malang, Bojonegoro, Lampung Utara, Tuban, Sidoarjo, Gresik, Lamongan, Kediri, dan Kalimantan Timur, serta beberapa daerah lain.

Pahamdiri jiwa pribadi ini berorientasi pada diri pribadi yang bersumber pada Kedadean, Wewarah, Wewaler, petunjuk-petunjuk, dan tinggalan para leluhur dan para Pahlawan, serta hukum alam yaitu kodrat. Hukum alam ini yang kemudian dikembangkan melalui penelitian dan penggalian, serta penghayatan atas diri dan jiwa pribadi.

Inti daripada ajaran Pahamdiri Jiwa Pribadi adalah tentang kejadian manusia yang bersumber dari Tuhan YME yang dikembangkan melalui penelitian dan penggalian, serta tentang diri pribadi. Ungkapan tersebut merupakan jalur hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam semesta, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Harapannya, dalam keseharian agar segala sesuatunya dapat terjadi atas tuntunan dan Karsa Tuhan YME.

Paparan terakhir oleh Achmad Rosidi yang memyampaikan tentang sistem kepercayaan dalam Sadhar Mapan di Kota Surakarta. Sadhar Mapan merupakan sebuah yayasan yang telah eksis membina umat dari lapisan masyarakat dalam menjalani spiritualitasnya yakni Hindu dan tradisi Jawa (kejawen).

Achmad menyampaikan bahwa masyarakat Jawa pada khususnya telah memiliki sistem spiritual yang disebut dengan kepercayaan kejawen. Kepercayaan ini diyakini sebagai warisan eyang buyutnya leluhur yang harus diuri-uri keberadaannya. Bahwa leluhur (orang Jawa) telah memiliki sistem kepercayaan yang kuno sebelum dikenal peradaban manusia modern yang disebut dengan peradaban lemuria. Lemuria ini menurut Romo Hardjanto adalah suatu peradaban kebudayaan spiritual global yang sangat kuno maupun maju dengan wilayahnya membentang dari Madagascar (Afrika) sampai di California (AS) sejak 2 juta tahun yang lalu.

Pulau Jawa termasuk pusat peradaban agung bangsa Lemuria. Sebagian dari peninggalan ilmu spiritual Lemuria masih tetap dimiliki oleh para ahli Metafisika di Pulau Jawa. Warisan spiritual ini dapat dilestarikan melalui praktik meditasi.

Sadhar Mapan berpusat di komplek Baluwarti Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Tepatnya di area Dalem Keraton bagian Timur Laut (Padma Kencana), depan Museum Keraton Kasunanan Surakarta Jawa Tengah. Sadhar Mapan didirikan pada tanggal 20 Januari 1971 atas prakarsa Romo Harjanto Projopangarso .

Kepercayaan Sadhar Mapan mengembangkan ajaran Triyana, yakni: Sanata Dharma (Hindu) Majapahit, Buddha Mahayana, dan aliran Lingga Yoni. Pengikut yang bergabung di Sadhar Mapan berasal dari Kota Solo dan sekitarnya seperti Klaten, Boyolali, Wonogiri, dan Yogyakarta. (Sur/ed: And)