Jakarta – Humas BRIN. Pusat Riset Hukum (PR Hukum) mengadakan webinar series ke-4 Legal Reserach Discussion Just and Equality in Society dengan mengangkat tema “Legal Protection for Indonesian Migrant Workers in South Korea”. Kegiatan berlangsung daring pada Senin (25/7), dengan misi mengkaji dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya bidang hukum.

Webinar kali ini menghadirkan pembicara, Rina Shahriyani Shahrullah dari Universitas Internasional Batam, serta Vera Bararah Barid selaku peneliti PR Hukum.

Acara dibuka oleh Kepala Pusat Riset Hukum, Laely Nurhidayah. Dalam sambutannya, Laely mengatakan, untuk menghadapi isu – isu pembekuan Indonesia – Malaysia yang sedang menjadi perhatian, negara-negara seperti Malaysia, Arab Saudi, serta Korea tidak melakukan perlindungan terhadap pekerja migran. Hal itu baik untuk PMI dalam negeri maupun negera lain dengan tujuan aspek hukum Internasional.

Vera mengatakan dalam paparannya tentang perlindungan hukum bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Korea selatan. Ia mengulas penguatan hubungan antara Indonesia-Korea melalui pengiriman tenaga kerja. Ia berharap, PMI adalah orang – orang yang ingin sukses atau mendirikan usaha, dengan dilatarbelakangi bonus demografi.

Para pekerja ingin mencoba peruntungan menjadi PMI. Prospeknya adalah dari aspek penghasilan yang diperoleh, yaitu upah buruh PMI rata-rata 1,8 juta – 2 juta won, yang kalau dirupiahkan sebesar 18 juta – 22 juta. Itu yang menjadi pendorong mereka yang ingin berangkat bekerja ke Korea Selatan. Sementara Jepang adalah negara yang memiliki upah tinggi. Akan tetapi di Jepang cukup ketat. Contohnya, mereka tidak mempekerjakan pekerja bertato dan tindik.

Yang membuat banyak orang ingin menjadi PMI ke Korea Selatan yaitu faktor kesulitan mendapatkan pekerjaan, desakan ekonomi keluarga, memiliki cita-cita sejak di ssekolah, terbelit hutang dalam jumlah besar, serta mengikuti saran dari kerabat yang pernah bekerja di Korea Selatan.

Hak tersebut terkandung dalam Perlindungan Hukum 28d ayat 1 berbunyi setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Tantangan dan kendala para PMI adalah Bahasa. Contohnya, penguasaan Bahasa Korea untuk berkomunikasi dengan orang Korea setempat. Mereka juga kurang pengetahuan hukum dan dasar hukum. Maka adanya ILO buku saku bisa dijadikan perlindungan pihak yang peduli akan perlindungan PMI. Hal ini agar PMI mengetahui hak-haknya termasuk layanan perlindungan. Biasanya PMI laki-laki yang banyak menjadi PMI di Korea Selatan, karena 3D (danger, difficult, and dirty).

Kapan perlindungan PMI diberikan? Ternyata sebelum, selama bekerja, dan setelah menjadi pekerja. Hal ini lantaran pengalaman kerja yang kurang menyenangkan karena gaji tidak sesuai kontrak. Namun kondisi yang terjadi, orang PMI yang meninggal biasanya terjadi di sektor perikanan anak buah kapal. Beberapa pabrik memberikan tempat tinggal yang tidak nyaman dan saat keluar pabrik tidak mendapatkan surat pengantar dari atasan. Maka kebanyakan memilih sebagai pekerja swasta. “Banyak PMI yang tidak tahu tahapan mengajukan hak-haknya sebagai pekerja jika mendapatkan kecurangan dan pengupahan jam lembur,” ujarnya.

Mengapa banyak PMI yang memilih Korea? Menurut Rina, hal itu lantaran Korea high salary, goverment to government program, EPS, development country in Asia, dan yang terakhir Korea drama influence. tetapi praktik buruk tetap ada walaupun sudah diminimalisir. PMI percaya dengan pengalaman teman-teman dibandingkan dengan pemerintah. (ANS/ed:And)