Jakarta – Humas BRIN. Pusat Riset Politik BRIN meluncurkan kertas kerja Naskah Kebijakan “Keketuaan Indonesia Tahun 2023: Penguatan Sentralitas, Relevansi, dan Soliditas ASEAN di Kawasan”, Kamis (13/10) di Jakarta. Naskah kebijakan ini mendorong optimalisasi keketuaan Indonesia di ASEAN pada tahun 2023 dengan berfokus pembahasan mengenai isu-isu strategis pilar politik-keamanan.

“Isi kebijakan ini menguatkan apa yang telah disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI di PBB pada 26 September yang lalu bahwa ASEAN memiliki tujuan membangun kawasan yang aman dan stabil serta menjalin kolaborasi erat antar sesama negara di kawasan,” ungkap Kepala Organisasi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora, Ahmad Najib Burhani dalam sambutannya.

Sejak tahun 2020, Pusat Riset Politik telah menyelenggarakan penelitian yang salah satunya adalah untuk meningkatkan peran Indonesia di tingkat regional dan global. Mengingat Indonesia di tahun 2022 ini menjadi Presiden G20 dan tahun 2023 menjadi Ketua ASEAN, riset-riset atau penelitian yang terkait dengan peran Indonesia di tingkat regional dan global menjadi sesuatu yang sangat penting.

Peluncuran naskah kebijakan ini sebagai upaya menyemarakkan keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023. Keterlibatan publik harus dibuka seluas-luasnya agar kesan elitis ASEAN atau ASEAN hanya urusan Jakarta saja, perlahan menjadi memudar. “Keketuaan Indonesia di ASEAN menjadi momentum meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ASEAN itu sendiri,” ungkap Najib lagi.

Dalam paparannya, Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Khanisa mengatakan bahwa keketuaan Indonesia pada tahun 2023 merupakan peluang bagi Indonesia untuk kembali menunjukan signifikansi dan peran utama ASEAN di kawasan. Indonesia harus dapat meneruskan kiprah diplomasi yang sudah dijalankan dengan sangat baik dalam Presidensi G20 dan meningkatkannya performanya dalam Keketuaan ASEAN 2023.

“Dalam keketuaannya mendatang dengan berbagai dinamika yang ada serta tantangan internal dan eksternal “Indonesia harus dapat meneruskan kiprah diplomasi yang sudah dijalankan dengan sangat baik dalam Presidensi G20 dan meningkatkan performanya dalam keketuaan di tahun depan,” tutur Khanisa.

Sebagai Koordinator Tim Kajian ASEAN Pusat Riset Politik BRIN, ia menjelaskan tiga fokus utama dalam mengoptimalkan keketuaan Indonesia di ASEAN yaitu penguatan sentralitas, penjagaan relevansi, dan peningkatan soliditas.

Mengenai penguatan sentralitas ini difokuskan pada tantangan yang hadir dari dinamika eksternal di kawasan yang pada akhirnya akan berdampak pada dinamika internal di ASEAN. Seperti adanya rivalitas antara Amerika Serikat-Tiongkok di wilayah Laut China Selatan yang akan mempengaruhi perkembangan keamanan maritim di kawasan. Dinamika di Laut China Selatan ini merupakan tantangan yang menguji sentralitas ASEAN dalam mengelola konflik tersebut.

Penjagaan relevansi ASEAN dihadapkan pada kebutuhan untuk merancang sebuah kerangka kerja sama yang tidak hanya mengikuti perkembangan zaman, tetapi juga memastikan terjaganya kepentingan regional yang menguntungkan bagi negara-negara anggota ASEAN. Dalam hal ini ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP) lahir sebagai respon ASEAN terhadap dinamika Indo-Pacific. “Langkah tersebut dilakukan, mengingat ASEAN berada di tengah kawasan Indo-Pacific dan harus menunjukkan sikapnya apabila tidak ingin menjadi pion dalam kerangka-kerangka kebijakan negara-negara lain yang berhubungan dengan Indo-Pacific,” jelas Khanisa.

Sementara itu dalam hal peningkatan soliditas internal, dinamika konflik internal ASEAN seringkali mendorong terjadinya perpecahan. Myanmar dan konflik internalnya kerap kali menjadi tantangan bagi soliditas ASEAN. “Masyarakat sebenarnya memiliki potensi untuk berperan lebih besar untuk menggalang kepedulian dalam dalam menghadapi krisis yang ada, namun terhalang kurangnya pemahaman dan informasi mengenai ASEAN itu sendiri,” jelas Khanisa lagi.

Pada kesempatan ini, Asdep Koordinasi Kerja Sama ASEAN Kemenko Polhukam, Abdullah Zulkifli mengatakan bawah banyak negara anggota ASEAN berharap pada saat keketuaan Indonesia. “Permasalahan-permasalahan yang belum usai pada keketuaan Kamboja akan dapat diselesaikan pada saat keketuaan Indonesia,” tegasnya. Ia menjelaskan secara rinci tentang beberapa rekomendasi untuk Indonesia dalam mempersiapkan keketuaannya dalam ASEAN di tahun 2023 mendatang.

Menurutnya, Indonesia diharapkan dapat mendorong ASEAN untuk mengadakan dialog yang membangun antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Indonesia juga harus memastikan progres terkait ASEAN Outlook on Indo-Pacific serta agenda ASEAN lainnya dan mendorong penguatan dan perbaikan mekanisme institusional ASEAN. Indonesia dapat melanjutkan komitmen ASEAN dalam melaksanakan Five Point Concensus terkait Myanmar dan Indonesia harus mengambil momentum terkait keketuaannya untuk meningkatkan pemahaman tentang ASEAN.

Zulkifli memberikan harapan penuh kepada Indonesia dalam periode keketuaannya tahun 2023 mendatang. “Dengan adanya keterlibatan dari semua pihak, keketuaan Indonesia di ASEAN tidak hanya dapat menyelesaikan permasalahan, tetapi juga meningkatkan kepedulian publik kesadaran sebagai ASEAN pada masyarakat kita dan masyarakat ASEAN secara umum,” harap Zulkifli.

Sementara itu, Guru Besar Universitas Pelita Harapan, Aleksius Jemadu memberikan argumen terkait keketuaan Indonesia di ASEAN. Kontekstualisasi dan signifikansi keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023 harus dicermati secara kritis dengan tidak hanya melihat fenomena eksternal dan internal yang hanya tampak di atas permukaan, tetapi menggali lebih dalam makna dari setiap fenomena tersebut.

“Tidak hanya bagi ASEAN tetapi juga bagi Indonesia, mengingat keterbatasan ASEAN dalam menghadapi manuver negara-negara besar dan pragmatism negara-negara anggota yang tidak pernah lepas dari kepentingan nasionalnya masing-masing,” ujar Aleksius. Dalam penjelasannya, Aleksius memberikan beberapa masukan terkait keketuaan Indonesia di ASEAN, dimana ASEAN merupakan platform regional yang cukup penting bagi kebijakan luar negeri Indonesia. Dalam perspektif eksternal, ASEAN merupakan sebuah aktor yang dapat menjaga spirit interdependensi ekonomi sebagai antidote diskursus kontestasi kekuatan. Dalam perspektif internal, adanya institusionalisasi kerja sama ekonomi oleh ASEAN dapat menghubungkan Indonesia dengan negara-negara lain sebagai pasar internasional, sumber investasi, dan teknologi. (arial/ATF)