Jakarta – Humas BRIN. Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa dan Sastra (OR ABS) BRIN mengadakan diskusi dan peluncuran buku Trias Kritika Sastra yang terdiri dari 3 buku yaitu Sastra Pariwisata, Sastra Rempah dan Sastra Maritim, dengan narasumber Riris Sarumpaet, Setyo Yuwono, dan Novi Anoegrajekti. Acara tersebut berlangsung secara hybird pada Selasa, (20/12) dengan dibuka oleh Herry Jogaswara selaku Kepala OR ABS.

Dalam sambutan pembukanya, Herry mengatakan bahwa kritik sastra ini bermula pada tahun 1900-2019, kemudian memunculkan ide mengapa ini pariwisata tidak dikemas dan dikaitkan dengan sastra lama yang kemudian pada tahun 2000 muncul gerakan ajakan untuk menulis bersama mengenai sastra pariwisata dan mendapat dukungan teman-teman dari Aceh sampai Papua, kemudian ditindaklanjuti jadi pada tahun Mulai dari Aceh hingga Papua tema-tema sastra ini penting dan menarik untuk dikaji karena menangkap isu yang hangat diperbincangkan oleh banyak orang saat ini.

Lebih lanjut, Herry menyebutkan mengenai pendapatnya tentang mengapa pariwisata? Mengapa maritim? Mengapa rempah? Baginya ada sesuatu hal yang menjadi fokus Pemerintah, bagaimana kemudian tradisi lisan dikapitalisasi dan dibuat sedemikian rupa agar bisa menjadi destinasi yang menarik, jalur rempah dipolitisasi kemudian menjadi perbincangan tentang kelompok tertentu dan agama tertentu.

Riris Sarumpaet memaparkan bahwa kesetiaan perlu diuji oleh jarak topang dan cakrawala, mengenali kamaritiman Indonesia dari segi sejarah, budaya, sosial politik dan memahami kondisi negeri setakat ini, memiliki tak sadar ruang, budaya, apalagi kekayaan dan kelebihan yang ada. “Sastra maritim menjadi kepentingan akademik ahli sastra, menelitinya dengan sungguh-sungguh dan menyebarluaskan menjadi pengetahuan masyarakat apalagi pemerintah, pengabdian masyarakat, lahirkan kebijakan dan terjadinya informasi. Sastra menjadi suara yang dapat mengubah peradaban,” ujar Riris.

Setyo Yuwono menjabarkan bagaimana menghasilkan rasa yang khas Indonesia yang relevan dengan sastra Indonesia bahwa kehadirannya menghadirkan tematik, tema-tema yang menarik dalam perjalanan bangsa Indonesia. Mengapa dari budaya kedepan kita akan menghasilkan suatu formula tentang sastra pariwisata? di negara-negara maju itu sudah menjadi hal yang biasa, tetapi di Indonesia adalah hal yang menarik, kalau dari Bali kita kenal panjang Pantai Sanur yang ditulis Abdul Hadi WM.

“Sebelumnya kita telah mengenal bagaimana bangsa-bangsa Eropa datang ke nusantara ini untuk memperebutkan kekuasaan dalam hal rempah-rempah yaitu terkait dengan maritim maka kita selalu diingat pada lagu anak-anak ya bahwa nenek moyang kita adalah seorang pelaut tidak ada yang mengatakan bahwa nenek moyang kita itu seorang agraris, maka itu laut menjadi hal yang penting dalam peradaban yang ada di Nusantara,” ujar Setyo. Novi Anoegrajekti merepresentasikan dinamika kajian dalam bidang sastra di Indonesia, keberagaman kajian dalam klasifikasi sastra bersifat melengkapi, salah satu contohnya adalah kajian kritik dalam dunia pendidikan, sosial dan humaniora. “Adanya penguatan posisi dalam kajian kemudian menyajikan kekayaan ragam sastra Indonesia yang layak diwariskan sebagai potensi memperluas cakrawala pembaca,” tutup Novi. (ANS/ed: RBA)