Jakarta – Humas BRIN. Penelitian ilmiah merupakan keseluruhan proses kegiatan yang dilakukan peneliti dengan latar belakang sosio-kultural yang dimulai dari proses menangkap isu, menjalankan proses penelitian, sampai menuangkannya dalam bentuk publikasi. Keseluruhan rangkaian tersebut tentunya memiliki koridor ketat untuk dipatuhi agar tercipta produksi pengetahuan yang valid dan berkualitas.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Riset Kesejahteraan Sosial, Desa, dan Konektivitas (PR KSDK) BRIN, M. Alie Humaedi. Alie menyampaikan dalam sambutannya pada forum diskusi daring DeTalks #23 bertajuk ”Menjaga Diri, Meningkatkan Produksi Pengetahuan: Penegakan Etika Peneliti dalam Seluruh Tahap Penelitian dan Publikasi”, Selasa (7/2).
Thomas Djamaluddin, selaku Ketua Majelis Kehormatan Periset Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) menjelaskan, sejatinya kode etik dan kode perilaku profesi telah tertuang dalam amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Organisasi profesi bagi periset, dalam hal ini PPI, bertugas menyusun kode etik dan perilaku profesi, memberikan advokasi, dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi. ”Dalam hal kode etik periset, hal tersebut sudah tertuang dalam peraturan PPI nomor PER-02/PP/PPI/VI/2022 tentang Pedoman Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku Profesi (KEKPP),” jelasnya.
Disebutkannya, penegakan KEKPP tidak boleh melanggar independensi periset, periset memiliki kebebasan dalam hal kebebasan akademik. Penegakan KEKPP juga didasarkan atas asas praduga tak melanggar, yaitu yang bersangkutan dianggap tidak melakukan pelanggaran sampai terbukti secara sah dan meyakinkan diputuskan oleh Majelis Sidang Kehormatan Periset.
”KEKPP tersebut bertujuan untuk menegakkan harkat, martabat, kehormatan, integritas, dan kredibilitas periset. Di sisi lain, ketika periset melakukan pelanggaran kode etik dan tidak bertanggung jawab atas kebenaran ilmiahnya, dapat diberi sangsi oleh Majelis Sidang Kehormatan Periset,” pungkasnya.
Periset berkewajiban memegang teguh nilai-nilai kejujuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 peraturan PPI tentang Pedoman Penegakan KEKPP, di antaranya keterbukaan untuk diujikendalikan hasil kegiatan riset, kejujuran dalam setiap kegiatan riset, dan keterbukaan informasi sesuai kaidah yang berlaku.
Thomas pun menuturkan, dalam hal memegang teguh nilai-nilai independensi, periset memiliki kebebasan dari tekanan dan kepentingan pihak manapun baik kepentingan politik, sosial, atau budaya. Kebebasan dari persaingan kepentingan bagi keuntungan pribadi, agar hasil kegiatan riset dapat bermanfaat bagi kepentingan umum. Periset juga dapat menolak kegiatan riset yang berpotensi tidak bermanfaat atau merusak peradaban.
”Hasil dari kegiatan riset tersebut wajib disebarkan dalam format publikasi ilmiah serta diseminasi informasi secara bertanggung jawab. Diseminasi hasil riset dapat disampaikan dengan bertanggung jawab, tanpa melebih-lebihkan, terutama bagi hasil riset yang berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat,” tuturnya.
Selain nilai-nilai yang harus dipegang teguh oleh periset, Thomas juga memaparkan berbagai larangan bagi periset yang juga telah tertuang dalam peraturan PPI tentang Pedoman Penegakan KEKPP. Di antaranya seperti kecurangan dalam melaporkan hasil riset, penyalahgunaan subjek riset, pemerasan tenaga periset, serta melakukan tindakan tercela sebagai pengembangan dari larangan yang sudah tercantum.
“Ketika periset melakukan pelanggaran KEKPP, periset dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan PPI No. PER-02/PP/PPI/VI/2022 tentang Pedoman Penegakan KEKPP,” sebut Thomas. Terduga pelanggaran dapat diproses oleh Majelis Sidang Kehormatan Periset dari rekomendasi Ketua Umum PPI dari adanya pengaduan tertulis disertai identitas atau terdapat informasi dugaan pelanggaran yang sudah beredar di publik. Thomas memberikan contoh kasus pelanggaran yang sering ditemukan tergolong kategori ringan seperti tidak mencantumkan rujukan dalam publikasi ilmiahnya secara tidak sengaja. Majelis Sidang Kehormatan Periset dapat memberikan sanksi berupa teguran tertulis bagi pelanggar setelah diputuskan terbukti melanggar. Putusan Majelis bersifat final dan mengikat, diambil dengan cara mutlak tanpa pemungutan suara terbanyak. Dalam putusan tersebut tidak tercapai, putusan dinyatakan tidak terbukti melanggar KEKPP demi kehormatan periset. (RBA/ed: And)