Jakarta – Humas BRIN. Senin (13/02), Pusat Riset Masyarakat dan Budaya, Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (PMB – OR IPSH) mengadakan Forum Diskusi Budaya seri 52 dengan membedah buku yang berjudul “Antara Lawu dan Wilis”. Buku tersebut diungkap dari sisi arkelogi, sejarah, dan legenda Madiun Raya berdasarkan Catatan Lucien Adam (Residen Madiun 1934-1938).
Forum ini menghadirkan pembicara, yaitu Christoper Reinhart selaku Sejarawan dan diskusi oleh Irawan Santoso Suryo Basuki selaku peneliti PMB.
Acara yang rutin dilaksanakan dwi mingguan ini sudah sampai pada seri ke-52. Buku tersebut merupakan terjemahan dari serangkaian artikel yang mengandung informasi penting sejarah Madiun Raya sejak abad 10 hingga 19. Di dalamnya dapat ditemukan narasi tentang posisi penting tersebut pada periode Hindu sampai Budha dan juga transisi menuju Islam pada abad 16. Cerita diwarnai perseturuan tokoh lokal dan pembawa ajaran agama. Ada juga pengaruh berbagai konflik Keraton Jawa Tengah hingga selatan pada daerah yang relatif terisolasi. Ada juga perkembangan wilayah bebas pajak yang berperan penting sebagai pusat studi Islam di Jawa dengan pengaruh Perang Jawa.
Forum diskusi budaya ini memperlihatkan dinamika pertukaran gagasan atau ide dari hasil riset yang sudah dipublikasikan maupun akan dipublikasikan oleh para peneliti di Indonesia maupun di luar. Diharapkan, sumber data atau sumber ilmu bisa digali secara terus menerus dan tidak akan ada habisnya. Sebab, apa yang ditulis pada masa lalu merupakan bentuk kerja yang saat ini menjadi sumber sejarah. Ini sangat penting buat Indonesia, khususnya bagi warga di kota Madiun.
Apakah ini hanya sekadar sebuah terjemahan ataukah ada pembaruan? “Untuk itu kami melengkapi artikel-artikel dan sudah diperbaharui dengan berbagai macam catatan,” kata Reinhart. Lebih lanjut, ia menguraikan pokok bahasan buku tersebut dan arti penting dari studi yang dilakukan oleh lucien Adam.
Reinhart menjelaskan, buku tersebut terdiri dari 5 bab dan beberapa lampiran, dengan setiap bab terdiri dari artikel dari Lucien Adam. ”Jadi dalam 5 bab berisi jurnal Jowo,” imbuhnya. Kemudian ia perinci setiap bab. Bab pertama mengungkap temuan arkeologis gunung kramat Lawu dan Wilis. Menurutnya, gunung rupanya memiliki posisi yang penting sebagai kediaman para dewa. Pada bab 2 menggambarkan wilayah-wilayah Madiun Raya pada abad. Lalu bab 3 mengulas Madiun di tengah keguncangan Mataram, sebuah peristiwa temporal. Bab ini menceritakan pemberontakan yang terjadi di Mataram dan melibatkan Madiun. Pada bab 4 diceritakan masa paling politis di antara seluruh bab. Di mana, masa palihan atau pembagian Mataram menjadi dua dalam tingkat pusat negaranya. Disini dibahas secara singkat yang fokus pada konsekuensi yang terjadi di Madiun. Kemudian bab terakhir adalah madiun di tengah perang jawa (1825-1830). Dalam sesi diskusi forum ini diinformasikan bahwa telah diselesaikan tiga buku. Masing-masing berjudul Antara Lawu dan Wilis, Kisah Brang Wetan (historiografi jawa), dan Banteng Terakhir Kesultanan Yogyakarta. Ketiga buku ini disulam menjadi satu trilogi yang diterbitkan KPG Trilogi Madiun Raya. (ANS/ed: And)