Jakarta – Humas BRIN. Kurikulum merdeka merupakan salah satu kebijakan Pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas pengembangan ilmu pengetahun dan teknologi melalui pembelajaran bahasa, sastra, dan literasi. Guna menunjang kebijakan pemerintah tersebut, Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas pada Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR ABS/Arbastra) BRIN menyelenggarakan webinar seri #11 dengan tema “Kurikulum Merdeka: Pembelajaran Bahasa, Sastra, dan Literasi” hari Selasa (14/2) secara daring melalui Zoom di Jakarta.
Turut hadir sebagai narasumber pada webinar ini, Djoko Saryono (Guru Besar Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Malang), Melfi Abra (Praktisi Pendidikan Kurikulum Bermuatan Lokal di Provinsi Sumatera Barat), dan Fairul Zabadi (Peneliti Ahli Madya, Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas, OR Arbastra BRIN). Acara ini dimoderatori oleh Besse Darmawati. Dalam sambutan dan sekaligus membuka webinar, Kepala OR Arbastra BRIN, Herry Jogaswara menyampaikan bahwa hasil-hasil riset yang ada di pusat-pusat riset OR Arbastra dapat berkontribusi dengan kurikulum merdeka serta menjadi tantangan bagi para peneliti terkait kontribusi di dunia riset.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas, Ade Mulyanah menyampaikan bahwa kurikulum merdeka adalah sebuah langkah untuk mentransformasikan pendidikan demi mewujudkan sumber daya manusia yang unggul karena Indonesia memiliki profil Pancasila. “Diharapkan dengan webinar ini, informasi tentang riset yang ada di PR BSK dapat bermanfaat bagi masyarakat dan membuka peluang untuk berkolaborasi dengan mitra,” terangnya. Ade menambahkan, webinar ini juga salah satu upaya dari BRIN sebagai produksi ilmu pengetahuan.
Dalam paparannya, Djoko Saryono menyampaikan bahwa kurikulum merdeka ini berlaku untuk pendidikan dasar dan menengah dan tidak berlaku untuk perguruan tinggi. “Dengan kurikulum merdeka ini, diharapkan mampu menciptakan siswa yang kompeten berbahasa Indonesia, kompeten sastra Indonesia dan kompeten literasi, tegas Djoko. Djoko juga menekankan, untuk itu diperlukan sikap yang merdeka dari manusia yang merdeka.
Melfi Abra menyampaikan bahwa implementasi kurikulum merdeka telah diterapkan di Sumatera Barat melalui muatan lokal yang berdasarkan pada Adat Basandi Syara (ABS)-Syarak Basandi Kitabullah (SBK). Muatan lokal itu berisikan Pendidikan Karakter Budaya Alam Minangkabau (PKBAM) dan Program Unggulan Pendidikan Bukittinggi (PUPB).
Sedangkan Fairul Zabadi menyampaikan bahwa implementasi Kemahiran Berfikir Aras Tinggi/Higher Order Thinking Skill (HOTS) mengharapkan dalam pembelajaran berupa berfikir kritis, pemecahan masalah, berpikir kreatif, dan pengambilan kesimpulan. “Jadi bukan hanya kemampuan mengingat saja. Kurikulum merdeka itu diharapkan juga merdeka bagi siswa, guru, dan orang tua,” tutupnya. (AMN/ed: Sgd)