Jakarta – Humas BRIN. Konsep negara-bangsa (nation-state) merupakan salah satu konsep politik dari sebuah state (negara) atau kelompok masyarakat yang secara bersama-sama terikat dengan loyalitas dan solidaritas umum. Salah satu prinsip yang menonjol pada sebuah negara yang mengadopsi konsep nation-state adalah nasionalisme.
Sayangnya, konsep nation-state saat ini terlalu sempit jika hanya dilihat dari sisi nasionalisme. Sebab, berdasarkan hasil kajian kritis para pengamat politik maupun sosial dapat disimpulkan bahwa eksistensi nation-state sesungguhnya telah hilang sejak diaruskannya konsep globalisasi.
Untuk membahas lebih lanjut terkait hal tersebut, Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan – Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (PR MLTL – OR Arbastra) menyelenggarakan webinar “Public Lecture: The End of the Nation-State (?)” pada Rabu, (15/02) di Gedung Widya Graha BRIN. Webinar ini juga disiarkan secara daring melalui zoom dan kanal youtube BRIN Indonesia.
Kepala PR MLTL, Sastri Sunarti, dalam pengantar acara menyampaikan, “Kuliah umum hari ini akan membahas mengenai bagaimana dunia sekarang yang seperti sudah tidak ada batasnya lagi”. Baginya, barangkali ada semacam keruntuhan negara yang disebabkan oleh kuasa ekonomi, politik, dan segelintir orang yang memiliki uang. Selain itu, menurut pendapatnya, dapat dilihat juga keterkaitan topik tersebut dengan para peneliti BRIN di bidang sastra Indonesia dan kondisi secara sosial politik.
Dalam sambutannya, kepala OR Arbastra, Herry Yogaswara menyampaikan topik yang dikaji tersebut menarik didiskusikan. Tentu saja, hasil dari diskusi kajian ini sangat menentukan bagaimana kebenaran dari topik kali ini. Tentu saja yang ada relevansinya dengan kajian yang dilakukan di PR MLTL.
Pada sesi utama, Will Derks sebagai pembicara utama yang berasal dari Leiden University memaparkan beberapa poin terkait The End of the Nation-State (?). Poin tersebut mengenai bagaimana bangsa-bangsa di dunia seperti Uni Eropa memandang kembali konsep demokrasi dan bagaimana globalisasi mempengaruhi cara berpikir bangsa-bangsa persemakmuran seperti Uni Eropa (nation-state). Tentu saja dalam memandang konsep demokrasi tersebut. Paparan dan diskusi dipandu moderator Iskandar Syahputera, selaku peneliti PR MLTL.
Dalam paparannya, Derks membahas perubahan konsep demokrasi, politik kekuasaan, imperialisme budaya (kejahatan budaya), otoritas politik dan hak asasi manusia (HAM), tanggung jawab secara kolektif, integritas internasional, serta hubungan HAM dengan demokrasi hingga global economy justice.
Topik ini juga membahas bagaimana demokrasi global menjadi salah satu konsep baru yang ingin dikembangkan, keterpaduan ekonomi (economy integration), integrasi nasional, serta kekuasaan ataupun wewenang dari sebuah negara. Selain itu, ada pembahasan bagaimana kita sebagai manusia mengorganisir politik (human political organization). Hal itu untuk membangun cara pandang baru tentang demokrasi dengan memutus batas-batas transnasional (lintas negara), transboundary (lintas batas), atau transterritorial (cross the border issue). (RPS/ed: And)