Jakarta, Humas BRIN. Pusat Riset harus memiliki kekhasan, seperti diskusi khasanah ini. Diskusi terkait bicara agama, alangkah baiknya tidak hanya mengangkat tentang studi islam saja, karena masih banyak agama lainnya seperti Hindu, Budha, Kristen yang bisa dieksplorasi. Dalam diskusi hendaknya membahas hasil riset yang diupayakan dari proses riset terkait hal baru, serta didasari riset sebelumnya. Demikian pernyataan Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa dan Sastra (Arbastra), Herry Yogaswara dalam acara webinar, Khazanah Nusantara di Afrika Selatan, Rabu (13/07).

Herry berpendapat, perkembangan yang terjadi di luar negeri cukup menarik peneliti dan bisa menjadi daya tarik riset. Siapapun bisa mengkaji atau meneliti negara-negara di luar negeri dengan kapasitas dan modalitas yang dimilikinya. Diskusi bisa pada jalur sutra dan jalur rempah. Seperti yang kini dilakukan arkeolog BRIN yang sedang berdiskusi dengan arkeolog Rusia untuk memproduksi pengetahuan. “Alangkah baiknya juga dilakukan diskusi dengan arkeolog Ukraina atau negara lainnya,” ungkap Herry.

Hamdar Arraiyyah, Peneliti Senior Pusat Riset Khasanah Keagamaan dan Peradaban BRIN, mengutarakan penyebaran islam di Afrika Selatan tidak lepas dari peran Tokoh islam Syekh Yusuf Al-Makassari. Tokoh ini merupakan salah seorang ulama asal Nusantara pada abad ke-17 yang diasingkan oleh penjajah Belanda ke Afrika Selatan.

Hamdar menambahkan, di Afrika Selatan penduduk setempat yang berlainan suku, bahasa, dan agama yang diperlakukan sebagai budak. Mereka berlindung di bawah kepempinan Syekh Yusuf dan para ulama lainnya yang terus melakukan perlawanan terhadap penjajahan. Karena itu, tiga abad kemudian Syekh Yusuf menjadi inisiator bagi tokoh perjuangan Afrika Selatan, Nelson Mandela dalam menghadapi rezim Apartheid. Mereka mengotak-kotakkan penduduk di sana dengan menjadikan kasta tertinggi bagi orang berkulit putih dan kasta terendah bagi orang berkulit hitam.

Kata Hamdar, setelah rezim tersebut berhasil diakhiri, Syekh Yusuf pun diangkat menjadi salah seorang Pahlawan Nasional Afrika Selatan. Dengan demikian, khazanah Nusantara khususnya yang disebarkan oleh keturunan Melayu-Indonesia di sana turut serta mewarnai perjalanan sejarah negara tersebut.

Peneliti Pusat Riset Khasanah Keagamaan dan Peradaban BRIN lainnya, Nurman Kholis, menyoroti selain ulama asal Nusantara, ulama asal Barat juga ada yang berkiprah di Afrika Selatan. Salah satunya Syekh Abdal Qadir as-Sufi/Ian Dallas yang lahir di Ayr Skotlandia pada 1930 dan wafat di Cape Town pada 2021.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Syekh Abdal Qadir as-Sufi/Ian Dallas masuk Islam di Maroko pada 1960. Ia menjadi mursyid tarekat Qadiriyah Syadziliyah Darqawiyah dan berdakwah di Eropa. Sejak 2001 berkiprah di Afrika Selatan dan mendirikan The Jumua Mosque serta Dallas Colege.

Nurman juga menerangkan, para ulama asal Nusantara penyebar Islam hingga kini sangat dihormati oleh kaum Muslimin Afrika Selatan. Mereka juga dikenal sebagai wali, atau kekasih Allah. Karena itu, makamnya setiap saat masih terus diziarahi orang. Jumlah makam para wali yang dikenal sebagai kramat ini ada 23, tersebar di sekeliling Cape Town. Secara lengkap mereka dapat dirujuk dalam buku Guide to the Kramats of the Western Cape, yang diterbitkan oleh Cape Mazar (Kramat) Society (Jaffer, 1996).

Nurman juga menyoroti terkait Cape Malay sebagai tempat yang paling banyak dihuni oleh keturunan Indonesia-Malaysia. Sebutan ini pada mulanya merupakan penyebutan oleh pemerintah kolonial Belanda. Karena itu sejarahwan asli Afrika Selatan Achmat Davids, menyatakan bahwa yang tepat adalah Cape Muslim. Penggunaan kata “Malay” menurutnya juga menimbulkan para penduduk di sana lebih mengenal dan lebih merasa memiliki ikatan emosional dengan Malaysia. Padahal, para leluhurnya sebagian besar berasal dari wilayah yang kini adalah bagian Indonesia.

Nurman berpendapat tentang kekeliruan tersebut bahkan juga terjadi di kalangan akademis. Sebagaimana disebut pada buku sejarah karya penulis setempat, Mogamat Hoosain Ebrahim. Di dalamnya ia menyatakan bahwa Syekh Yusuf lahir pada 1626 di Makassar sebagai salah satu kepulauan di Malaysia. Sebagai salah satu upaya untuk meluruskan kekeliruan tersebut, Presiden RI Megawati Soekarnoputri dalam kunjungannya ke Pretoria Afrika Selatan, 3 September 2002, menginisiasi pembuatan prasastri tentang rute perjalanan Syekh Yusuf. Prasasti ini mengisahkannya sejak di tanah kelahiran di Gowa Sulawesi Selatan hingga tiba di Exile Afrika Selatan pada 1694. Di dalam prasasti itu juga disebutkan bahwa orang Melayu dari generasi ke generasi di Cape Town akarnya adalah berasal dari Indonesia. (suhe/ed: And)