Jakarta – Humas BRIN. Pada Selasa (19/07) berlangsung pembahasan terkait hasil riset ke dalam kebijakan dan pendampingan. Kegiatan yang diselenggarakan secara daring ini merupakan konsep kegiatan rutin Temu Sivitas yang sudah dilakukan kali ke-10 oleh Pusat Riset Kesejahteraan Sosial, Desa dan Konektivitas (PR KSDK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Alie Humaaedi, selaku Kepala PR KSDK menyampaikan forum daring untuk memberikan kesempatan temu civitas yang bersifat publik. Menurutnya, hal tersebut sebagai media berbagi pengalaman para ilmuwan serta membuka jejaring lebih luas lagi sehingga banyak kesempatan untuk berkolaborasi.

Melalui kesempatan saat ini, Alie berharap akan banyak isu yang mencuat sebagai bahan masukan kebijakan atau bahan-bahan kebijakan yang bisa diterjemahkan oleh para pemangku kepentingan. Untuk itu, ia bermaksud para periset tidak hanya berkiprah terbatas pada produksi pengetahuan saja. Dengan modal pengembangan ilmu pengetahuannya, peneliti bisa mendorong visi membangun desa secara beradab. “Artinya, di satu sisi pengetahuan, di sisi lain adalah sentuhan kita kepada komunikan itu sendiri,” jelas Alie.

Temu sivitas ini diisi pembicara dari PR KSDK, Rachmini Saparita. Dalam paparannya, Rachmini berbagi pengalamannya melakukan riset yang diawali dengan pengembangan masyarakat yang kemudian berubah menjadi rekayasa diseminasi teknologi. Ia terlibat ke dalam berbagai kegiatan yang membangun misi alih teknologi untuk pengembangan UMKM dan yang lainnya. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, pihaknya menjalin kerja sama, salah satunya dengan pemerintah daerah. Salah satu outputnya yaitu membentuk sistem inovasi pertanian di daerah yang dikerjakan selama beberapa periode tahun.

Menurut pendapatnya, pemanfaatan inovasi dapat meningkatkan pendapatan. Hal ini untuk mendukung stabilitas dan ketersediaan teknologi yang murah, mudah, dan dapat dijangkau masyarakat. Namun karena kendala akses terutama untuk menjangkau masyarakat miskin, inovasi yang dikembangkan berdampak pada peningkatan pendapatan yang penyebarannya tidak merata. Hal tersebut meskipun kebijakan pemerintah sudah digaungkan dan dilaksanakan di tataran mikro.

Banyak sekali teknologi tradisional yang dijumpai di tataran mikro. Hal ini yang menjadi landasan untuk menganalisis permasalahan – permasalahan yang muncul untuk dicarikan solusi dengan konsep ilmiah. Tujuannya agar bagaimana menerapkan pada masyarakat miskin sehingga meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan.

Untuk itu, harapannya di dalam menghasilkan output penelitian tentu saja bersumber pada data yang tepat dan akurat. Hal ini dapat menjadi bukti ilmiah untuk proses penyusunan kebijakan dan juga sebagai peluang untuk menjalin kerja sama dengan para pengambil kebijakan. Kebijakan ini juga harus dapat diakses oleh para pemangku kepentingan sehingga dapat digunakan oleh kebijakan yang diturunkan secara efektif. Namun konsep kajian ilmiah ini bukan hal yang mustahil tapi dalam pelaksanaannya memerlukan komitmen berbagai pihak.

Sementara Carolina selaku Peneliti PR KSDK memaparkan upayanya bagaimana mengantarkan hasil – hasil dari sektor pemerintah. Sehingga, hal ini akan menjadi evidence-based Policy yang saat ini menjadi bendera setiap tatanan pemerintah di dalam menghasilkan solusi. Bahkan lebih kepada bagaimana kita membuat membumikan hasil riset kepada masyarakat ketika bicara masyarakat tidak terlepas dari entitas kemasyarakatan.

“Intinya adalah, bagaimana cara kita ketika merancang sebuah riset yang melibatkan stakeholder,” jelasnya. Sehingga, ia berpendapat ketika seseorang mendesain riset maka harus memikirkan kira-kira pemanfaatan yang bisa diperoleh bagi masyarakat. Produksi pengetahuan ini didorong agar bisa mengidentifikasi pengguna potensial.

Adakah ruang untuk hal tersebut di dalam lingkungan kita saat ini untuk pendampingan riset? Ruang tersebut memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan yang dalam hal ini masyarakat. (FTL/ed:And)