TEMPO.CO, Jakarta – Ilmuwan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Adrian Bernard Lapian, meraih penghargaan Borobudur Writers and Cultural Festival yang dihelat di Hotel Manohara, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, sejak kemarin hingga 20 Oktober 2013. AB Lapian menjadi tokoh penting yang memberikan sumbangan besar dalam pengembangan kajian bahari Nusantara.
Penasihat Borobudur Writers and Cultural Festival, Romo Mudji Sutrisno, mengatakan AB Lapian menerima penghargaan Sanghyang Kamahayanikan 2013. Penghargaan akan diberikan pada penutupan acara, Ahad, 20 Oktober 2013, di Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta. Penasihat Borobudur Writers and Cultural Festival akan memberikan penghargaan kepada AB Lapian yang diterimakan oleh keluarga.
Menurut dia, AB Lapian salah satu perintis sejarah bahari yang setia dan terus bekerja menyelami sejarah bahari nusantara yang begitu luas. “Belum ada yang menyamai sumbangan dia terhadap pengembangan sejarah bahari,” kata Romo Mudji.
AB Lapian pernah membuat disertasi berjudul “Orang Laut-Bajak Laut-Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX”. Disertasi ini dinilai sebagai salah satu kajian maritim terbaik Indonesia. Lapian dibimbing oleh ahli sejarah Sartono Kartodirdjo. Lapian mendapat julukan nakhoda sejarah maritim Asia Tenggara. Ia pernah menjadi Kepala Seksi Sejarah Angkatan Laut dan Maritim Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Lapian juga pernah menjadi Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Kemasyarakatan dan Kebudayaan, LIPI.
Juri penghargaan Sanghyang Kamahayanikan 2013 antara lain Mudji Sutrisno, yang juga pengajar filsafat di Universitas Indonesia dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, penyair Dorothea Rosa Herliany, budayawan Taufik Rahzen, dan sejarawan Susanto Zuhdi. Penghargaan itu, kata Romo Mudji diberikan kepada individu atau kelompok yang memberikan sumbangan besar mengkaji budaya dan sejarah Nusantara. Penerimanya adalah sejarawan, sastrawan, arkeolog, budayawan, penulis buku berlatar belakang sejarah, dramawan, dalang, rohaniwan, dan filolog. “Nama penghargaan itu mengambil dari kitab Buddhis Jawa bernama Sang Hyang Kamahayanikan. Ini berhubungan dengan agama Buddha mahzab Tantrayana di Indonesia,” kata Romo Mudji.
Kitab ini, menurut Romo Mudji, ditulis sekitar tahun 929-947 Masehi oleh Mpu Shri Sambhara Surya Warawa dari Jawa Timur. Ia merupakan penerus Kerajaan Mataram yang bergeser ke Jawa Timur. Naskah tertua dari kitab Sang Hyang Kamahayanikan ditemukan di Pulau Lombok pada 1900 Masehi.
Borobudur Writers and Cultural Festival merupakan acara budaya-sastra-sejarah tahunan. Kegiatan ini digelar oleh organisasi nirlaba bidang kebudayaan, Samana Foundation. Borobudur Writers and Cultural Festival kali ini mengangkat tema “Arus Balik: Memori Rempah dan Bahari Nusantara Kolonial dan Postkolonial”. “Tema ini mengajak masyarakat memahami dan mencintai kekayaan sejarah peradaban bahari Nusantara,” kata dia.
SHINTA MAHARANI
ยป Sumber : Tempo.co, 18 Oktober 2013