uang

uangUtang untuk Sektor Produktif

JAKARTA, KOMPAS – Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim meminta Pemerintah Indonesia bergerak cepat mengatasi hambatan-hambatan konektivitas antarpulau. Peningkatan konektivitas, seperti perbaikan sistem distribusi logistik, akan mendorong kinerja sektor manufaktur dan mempercepat pertumbuhan ekonomi secara merata.

Kim menilai Indonesia memiliki potensi sangat besar untuk maju, apalagi memiliki sumber daya alam sebagai bahan baku industri yang melimpah. “Perbaikan sistem logistik dan peningkatan sektor manufaktur akan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan cepat. Indonesia harus bergerak cepat karena saat ini momentumnya,” kata Kim saat menyampaikan pandangan dalam kuliah umum di Kampus Universitas Indonesia di Salemba, Jakarta. Kamis (21/5).

Kim menambahkan, Indonesia juga harus meningkatkan daya saing pekerja. Langkah Pemerintah Indonesia merealokasi anggaran negara untuk membuat jaring pengaman sosial dinilai tepat, karena akan meningkatkan kapasitas masyarakat miskin.

Bank Dunia menawarkan utang baru 11 miliar dollar AS kepada Indonesia. Namun, Pemerintah Indonesia belum memutuskan apakah akan mengambil tawaran itu atau tidak.

Pengamat ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam, menjelaskan, pemerintah harus membuat skala prioritas jika mengambil tawaran dari Bank Dunia “Kalau mau mengambil utang itu, pemerintah harus mengalokasikan untuk pembangunan infrastruktur atau sektor lain yang produktif. Indonesia jangan mau didikte kepentingan Bank Dunia,” katanya.

Selektif

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membatasi proyek yang didanai dari pinjaman luar negeri tidak lebih dari 10. persen dari total kebutuhan.

“Selama ini, nilai proyek infrastruktur yang dananya dari luar negeri berkisar Rp 7 triliun-Rp 8 triliun. Ke depan, kami akan berhati-hati dan menjaga agar proyek yang didanai dari luar negeri tidak lebih dari 10 persen,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjoyono, Kamis.

Menurut Taufik, pada tahun anggaran 2015, Kementerian PUPR mendapat Rp 118 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 7,5 triliun merupakan dana pinjaman dari luar negeri. Hingga 2019, diperkirakan Kementerian PUPR membutuhkan anggaran Rp 650 triliun. Besaran dana pinjaman dari luar negeri diupayakan tidak lebih dari 10 persen, yakni Rp 65 triliun atau sekitar Rp 12 triliun per tahun.

“Dana pinjaman difokuskan untuk belanja modal, seperti membangun jalan dan jembatan. Namun, ada sebagian dana digunakan untuk membangun infrastruktur sosial, seperti proyek untuk mengurangi genangan atau proyek sanitasi,” kata Taufik. (AHA/NAD)

» Sumber : Kompas, edisi 22 Mei 2015. Hal: 19» Kontak : Latif Adam