JAKARTA. KOMPAS – Seiring kemajuan zaman, hubungan agama dan ilmu pengetahuan sering kali tidak berjalan linier karena perkembangan agama tidak dinamis seperti halnya ilmu pengetahuan. Meski demikian, agama tetap menyediakan ruang bagi adaptasi perubahan di masyarakat, bahkan lebih dari itu, agama turut mendorong perubahan-perubahan untuk kemajuan umat manusia.
Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Endang Turmudi mengatakan, perubahan atau adanya perbedaan antara satu lingkungan masyarakat dan masyarakat lainnya telah disadari para ulama Islam. Oleh karena itu, mereka selalu mempertimbangkan konteks dalam penerapan hukum Islam.
“Kalangan nahdliyin, misalnya, telah menyediakan ruang dinamis bagi pergerakan mereka, baik dalam pikiran maupun tindakan,” ujar Endang, Kamis (30/7), dalam Seminar Nasional “Agama, Budaya, dan Iptek Tantangan Masa Depan” di Kantor LIPI, Jakarta.
Perubahan ataupun penemuan diperbolehkan agama Asalkan hal tersebut benar-benar dibutuhkan manusia untuk memperbaiki kehidupannya dan mencapai tujuan serta keingintahuannya. Inilah yang kemudian disebut kebudayaan di mana manusia mengatur kehidupannya, menciptakan sesuatu untuk kebutuhannya, dan menyempurnakan peradabannya.
Pakar sejarah Islam, Muhamad Hisyam, mengatakan, Al Quran menyediakan wacana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Di dalam beberapa ayat diisyaratkan perintah Allah kepada manusia agar memahami fenomena alam dengan mengembangkan ilmu pengetahuan, baik melalui metodologi rasionalisme maupun empirisme. Oleh karena itu, Al Quran adalah sumber ilmu, bukan sumber langsung teori-teori ilmiah. Sebagai sumber ilmu, Al Quran berada pada level filosofis/ metafisik, bukan level teori. (ABK)
ยป Sumber : Kompas, edisi 31 Juli 2015. Hal: 12