Jakarta, HanTer -Implementasi pembangunan tol laut dapat memicu lonjakan arus migrasi antarpulau sehingga perlu diantisipasi oleh pemerintah, kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Riwanto Tirto Sudarmo.

“Tol laut akan memudahkan masyarakat berpindah dari satu daerah ke daerah lain,” kata Riwanto di Jakarta, Jumat (6/11/2015).

Menurut Riwanto, dengan potensi lonjakan arus migrasi itu, proyek pembangunan tol laut juga sebaiknya disertai program atau upaya antisipasi guna memfasilitasi terwujudnya migrasi yang sehat.

Migrasi bisa tidak sehat apabila penduduk asli merasa didominasi oleh pendatang khususnya dalam aspek pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang dimiliki daerah setempat. “Apalagi biasanya migran lebih bermodal dan berpendidikan dibanding penduduk asli,” kata dia.

Dengan potensi itu, menurut Riwanto, pemerintah perlu menyiapkan regulasi di masing-masing daerah mengenai mekanisme atau etika penggunaan SDA. Selain itu, masyarakat lokal juga perlu difasilitasi berbagai pelatihan agar tercipta kesetaraan kompetensi antara masyarakat pendatang dengan penduduk asli.

Lebih dari itu, ia menambahkan, memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) arus migrasi bukan hanya dilakukan penduduk antardaerah, melainkan juga warga negara lain yangingin memanfaat potensi ekonomi Indonesia.

Sementara itu, Sosiolog dari Universitas Gajah Mada (UGM), Muhammad Najib Azca, mengatakan meski tidak perlu dibatasi, lonjakan arus migrasi ke depan tetap perlu dipersiapkan dan ditata oleh pemerintah. Sebab, dampak ketidakadilan yang dirasakan oleh penduduk asli akibat migrasi dapat memicu konflik.

Konflik horizontal di kalangan masyarakat, menurut dia, bukan hanya disebabkan persoalan ideologi, agama, maupun polotik, melainkan juga persoalan perebutan SDA yang semakin terbatas. “Sehingga sistem pembangunan daerah harus betul-betul menjamin keadilan warga lokal,” kata dia.
Arbi

 

Sumber : Harian Terbit, edisi 7 November 2015. Hal: 10