Menjelang berlakunya MEA 2015 yang hanya tinggal menyisakan hitungan hari, mayoritas masyarakat dan pelaku usaha di Tanah Air masih belum memiliki pemahaman terkait dengan implementasi pasar tunggal Asean itu, baik dari sisi potensi pasar maupun dampak yang akan ditimbulkan.
Hal itu terungkap dari riset yangdilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Menurut survei itu, dari 2.509 responden, hanya 25,90 persen masyarakai umum; serta 27,80 persen pengusaha dan pedagang yang memiliki penuhaman tenbing Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Selain itu, sebanyak 82,6 persen responden tidak mengetahui adanya mobilitas tenaga kerja dalam MEA nanti. Namun, sebanyak 43,7 persen responden meyakini MEA akan memberikan manfaat di sektor ekonomi.
“Kalau soal mobilisasi tenaga kerja, banyak yang tidak tahu. Kalau tahu saja tidak, hampir dipastikan persiapannya juga minim.” ujai Zamroni, peneliti Asean LIPI saat memaparkan hasil riset. Rabu (2
Survei ini dilakukan dengan menggunakan kajian mengenal self reported beliefs or behaviors di 16 kabupaten kota yang terbagi menjadi daerah utama dan daerah pembanding. Adapun, margin of error dari riset ini sebesar 2 persen.
Daerah utama adalah kawasan yang memiliki produk unggulan, seperti perikanan, otomotif, tekstil dan produk tekstil, produk pertanian, kayu, serta pariwisata. Sementara Itu, daerah pembanding adalah kawasan yang tidak memiliki produk unggulan.
Zamroni menjelaskan, jika pemahaman dan persiapan Indonesia minim, dapat dipastikan pasar jasa dalam negeri akan tergerus seiring dengan mobilitas tenaga kerja terampil asing yang menggeser tenaga kerja terampil Indonesia. “Konsekuensi MEA belum banyak diketahui, ini akan berdampak pada tingkat kesiapan juga.”
LIPI merekomendasikan sejumlah hal kepada pemerintah, antara lain melakukan sosialisasi terpadu, memerhatikan posisi UKM dalam penerapan SNI sebagai perlindungan, mendorong perhibuhan sektor riil terutama UKM dengan meningkatkan akses kredit, stimulasi nonkredit seperti kemudahan pengurusan SNI,dan pendampingan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani menilai, minimnya sosialisasi mengenai Implementasi MEA disebabkan oleh sikap pasif pemerintah. Apalagi, konsep MEA digulirkan dengan dasar keputusan politik bukan ekonomi.
“Sosialisasinya memang kurang karena pemerintah semangat awalnya politik, bukan ekonomi, dan tidak melibatkan masyarakat luas sejak awal,” ujarnya.
Hariyadi menilai, untuk saat ini kesiapan industri dan tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi pasartunggal Asean masih minim. Untuk itu, pemerintah lurus rela jika saal awal Implementasi MLA nanti, daya saing lndonesia kalah dengan negara lain.
Di sisi lain, pemerintah mengungkapkan akan mengubah sosialisasi dengan lebih menekankan pada potensi pasar yang bisa diakses oleh pelaku usaha.
Divisi Hubungan Masyarakat dan Promosi Komite Bertepatan dan Perluasan Pemba ngunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) Kemenko Perekonornian Edib Muslim mengakui selama ini sosialisasi yang dilakukan hanya fokus pada pelaksanaan MEA, bukan pada konsepnya secara menyeluruh.
Menurutnya, ini menyebabkan banyak masyarakat dan pelaku usaha belum mengetahui besarnya potensi pasar yang bisa dimanfaatkan dalam MEA. “Memang komunikasinya salah, akan kami ubah dengan menekankan pada benefit dari MEA itu sendiri agar publik bisa lebih memahami,” katanya.
Edib juga mengakui bahwa kepekaan masyarakat terhadap MEA sangat rendah. Pasalnya, sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah selama ini belum menyentuh aspek dasar dari Kebutuhan masyarakat dan dunia usaha.
EMPAT TANTANGAN
Di sisi lain, Direktur Kerja Sama Ekonomi Asean Kementerian Luar Negeri Ina Hayuningtyas mengatakan ada empat tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah dan dunia usaha dalam menyambut MEA akhir tahun nanti.
Pertama, kesiapan dan mutu sumberdaya manusia; kedua, mata rantai produksi; ketiga, harmonisasi kebijakan; dan keempat, pemahaman. Kalau ini bisa diatasi, akan terjadi daya saing yang kuat untuk menghadapi perubahan ekonomi global maupun kawasan, katanya.
Tak hanya di kalangan pengusaha dan masyarakat, sambungnya kepedulian pemerintah terkait dengan MEA sendiri juga masih rendah. Itu terlihat dari minimnya sosialisasi per sektoral yang dilakukan oleh masing-masing instansi pemerintah.
» Sumber : Bisnis Indonesia, edisi 3 Desember. Hal: 3» Info lanjut : Tri Nuke Pudjiastuti |