bencana demografi

bencana demografiBonus demografi tanpa disertai sumber daya manusia berkualitas dinilai dapat mengancam ketahanan bangsa Indonesia. Karena itu, perbaikan mutu pendidikan dan gizi masyarakat harus menjadi prioritas dalam pembangunan.

Hal itu mengemuka dalam acara Diseminasi Kajian Kependudukan 2016 yang diprakarsai Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPK LIPI) bertema “Daya Saing Penduduk Menuju Ketahanan Bangsa”, Kamis (10/3), di Jakarta.

Kepala PPK LIPI Haning Romdiati mengatakan, tantangan yang dihadapi Indonesia dalam bonus demografi adalah peningkatan mutu pendidikan dan penyediaan lapangan kerja. “Terlebih pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN, daya saing mutlak harus diperbaiki,” ujarnya.

Badan Pusat Statistik mencatat, pada 2015, jumlah tenaga kerja lulusan SD 54,6 juta penduduk atau 45,19 persen dan lulusan SMP 21,5 juta penduduk atau 17,77 persen. Rendahnya mutu penduduk dan masuknya pekerja asing bisa membuat bonus demografi tak terwujud. “Pemerintah perlu menyiapkan banyak lapangan kerja, khususnya pertanian, yang mulai ditinggalkan kaum muda,” ujarnya.

Produktivitas rendah
Bonus demografi di Indonesia diperkirakan terjadi 2025-2035, dengan 70 persen dari populasi penduduk berusia produktif. “Bencana demografi terjadi jika produktivitas dan penghasilan warga rendah. Efeknya fatal, seperti angka pengangguran tinggi, kriminalitas naik, dan rawan konflik sosial,” katanya.

Menurut analisis LIPI, jumlah angkatan kerja akan bertambah 14,8 juta penduduk menjadi 189 juta penduduk pada 2020. Rasio ketergantungan warga ada di titik terendah pada 2030, yaitu 46,9.

Guru Besar Ekonomi Kependudukan Universitas Indonesia Sri Moertiningsih menyebutkan, bonus demografi suatu bangsa hanya terjadi satu kali. Kini, Indonesia ada di posisi 110 dari 188 negara pada Indeks Pembangunan Manusia Badan Program Pembangunan PBB (UNDP).

Perbaikan mutu penduduk bisa dengan membangun kognitif dan karakter dalam 1.000 hari pertama kehidupan manusia. “Itu harus diikuti perbaikan kesehatan anak dan gizi,” ujarnya.

Hasil riset LIPI menunjukkan, tren migrasi penduduk dari desa ke kota atau urbanisasi terus meningkat. Jumlah warga di perkotaan sekitar 49,8 persen dari jumlah total penduduk pada 2010 dan naik menjadi 53,3 persen pada 2015. Jumlah penduduk di perkotaan diprediksi hampir 60 persen pada 2025. Menurut peneliti Mobilitas Penduduk PPK LIPI Mita Noveria, urbanisasi secara masif bisa memicu berbagai masalah kota, seperti pemukiman kumuh. (C08)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Maret 2016, di halaman 14 dengan judul “Bencana Demografi Jadi Ancaman”.