bendera partai politik 140509133158 525JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia meluncurkan Naskah Kode Etik Politisi dan Partai Politik serta Panduan Rekrutmen dan Kaderisasi Parpol Ideal. Hal ini sebagai upaya memperbaiki sejumlah permasalahan dalam partai politik maupun yang dihadapi kader parpol.

Menurut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Laode Muhammad Syarif, saat ini hampir sulit ditemui kader parpol yang bisa dijadikan panutan dari segi keteladanan dan integritas. Karenanya, peluncuran produk tersebut diharapkan dapat diadopsi parpol dalam melakukan perbaikan dalam parpol maupun kadernya.

“Kita butuh politisi yang betul-betul baik, bisa memberi inspirasi kepada saya dan kepada anak-anak muda, harapan tentu dengan naskah dan panduan ini bisa menjadi petunjuk jalan yang lurus,” ujar Syarif di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Kamis (24/11).

Syarif mengatakan, naskah kode etik dan panduan parpol tersebut juga sebagai rangkaian dari kajian KPK terhadap pendanaan politik parpol yang intinya perlu dibiayai negara. Namun, pembiayaan oleh negara tersebut tidak bisa cuma-cuma jika tidak ada komitmen perbaikan sistem dan tata kelola keuangan parpol.

“KPK mendukung tentang keuangan parpol dibiayai negara, tapi ada syaratnya, salah satunya adalah bagaimana penyiapan kader politik, bagaimana kode etik di parpol, hingga hari ini itu paket kesemuanya itu,” ujar Syarif.

Menurutnya, negara belum pas membiayai parpol jika kondisi sistem dan tata kelola Parpol masih seperti saat ini. Syarif menyebut, sejumlah kasus tindak pidana korupsi yang ditangani KPK saat ini saja, 32 persen berasal dari kader parpol.

“Dari semua kasus yang inkrah baik DPR, DPRD dan Kepala Daerah sekitar 35 persen adalah perwakilan parpol, tepatnya 32 persen. Kenyataan itu membuat kita miris sehingga kenapa saya membuat pertanyaan tadi,” ujar Syarif.

Ia melanjutkan, keprihatinannya makin terasa saat data menunjukkan dari 600 koruptor didominasi orang yang berpendidikan tinggi.

“600an koruptor yang ditangkap KPK paling dominan pendidikannya adalah S2 master, hampir 200 orang disusul oleh S1, disusul oleh S3 yang hampir 40 orang. Artinya, koruptor itu memang selalu yang berpendidikan tinggi dan yag memegang kekuasaan,” kata Syarif.

Sementara, Peneliti dari LIPI Syamsudin Haris menilai kader parpol membutuhkan butuh kerangka etis dalam upaya perbaikan tersebut. “Penting politisi kita miliki kerangka etik dan panduan bagaimana mestinya bertingkah laku apa yg patut atau tidak dalam perilaku politisi,” ungkap Syamsudin.

Sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/16/11/24/oh50gh335-kpklipi-luncurkan-naskah-kode-etik-dan-panduan-rekrutmen-parpol