urban 1

Urban Social Forum (USF) merupakan acara tahunan yang menyediakan ruang terbuka dan inklusif untuk bertukar pengalaman, debat ide, dan berjejaring bagi anggota organisasi kemasyarakatan, pekerja sosial, maupun akademisi, institusi dan mahasiswa penggiat isu-isu perkotaan di Indonesia. Pada 6th USF tanggal 15-16 Desember 2018, bertempat di Lokananta Studio dan Rumah Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, forum ini menghadirkan 1 pleno, 15 panel dan 3 lokakarya. Dari tahun ke tahun, USF terus mengalami perkembangan di mana USF sebelumnya dihadiri oleh 1000 orang lebih peserta. Diadakan secara kolektif berbasis kesukarelaan oleh Kota Kita, akademisi, gabungan masyarakat sipil, dan mahasiswa, 6th USF menyediakan panel yang informatif dan beragam.

urban 1urban 2

Gambar. 1 & 2 Display Urban Social Forum (sumber: dokumentasi tim)

Deputi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (IPSK-LIPI) melalui Prof (Riset) Dr. Henny Warsilah, DEA sejak tahun 2017 lalu telah menginisiasi salah satu panel LIPI dalam 6th USF dengan tema: Kota Sosial yang Inlusif: Kapasitas Masyarakat dalam Pengelolaan Ruang Kota, Ruang Pesisir, dan Laut Indonesia. Panel LIPI ini diisi oleh Henny Warsilah dan peneliti-peneliti lain di lingkungan IPSK LIPI yang mayoritas merupakan peneliti baru, yaitu Annisa Meutia Ratri, Jalu Lintang, Dicky Rachmawan, Rusydan Fathy, Dwiyanti Kusumaningrum, Irin Oktafiani, Verah Bararah Barid dan Tria Anggita Hapsari. Selain itu, peneliti yang lebih senior juga berpartisipasi dalam panel ini, yaitu Syarfina Mahya Nadila dan Choerunnisa Noer Syahid. Selain peneliti di lingkungan IPSK LIPI, panel LIPI juga mengikutsertakan Irina Rafliana dari International Center for Interdisciplinary and Advance Research (ICIAR) LIPI dan Lailia Kholid Firdaus dari Department of Politics and Governance FISIP Undip Semarang. Melalui panel LIPI, hendak disosialisasikan hasil penelitian para peneliti LIPI dan ajang unjuk keberhasilan para peneliti muda di ajang conference dan workshop international.

Dalam panel tersebut, Henny Warsilah berbicara mengenai posisi masyarakat yang berhadap-hadapan dengan pemerintah terkait dengan isu reklamasi di Teluk Benoa Bali. Henny menyimpulan bahwa apa yang terjadi di Teluk Benoa, bertentangan dengan prinsip-prinsip inklusifitas terkait tata kelola ruang pesisir, sehingga menimbulkan konflik yang berujung pada penolakan reklamasi.

urban 3 urban 4

Gambar 3 & 4. Panel LIPI di USF (kiri) dan Presentasi Henny Warsilah (kanan) (Sumber: Dokumentasi Tim)

Syarfina dan Annisa berbicara tentang Disaster Adaptation in Coastal Area dengan mengambil studi kasus di Tambak Lorok, Semarang dan Morodemak, Demak, Jawa Tengah. Bagi mereka, hubungan ketahanan sosial masyarakat dengan ketahanan kota tidak dapat dipisahkan. Penyelesaian persoalan banjir rob harus diatasi bukan hanya secara struktur seperti membangun seawall, melainkan juga melakukan pemberdayaan masyarakat serta melibatkan dan mewadahi partisipasi dan inisiatif mereka.

Memiliki isu yang hampir berdekatan dengan pembicara sebelumnya, Irina Rafliana berbicara juga mengenai masalah kebencanaan di perkotaan. Ia mempresentasikan hasil penelitiannya yang berjudul A Tsunami of Anxiety: The 57 Meters Tsunami Threat That Shook The Urban Dwellers in West Java and Jakarta.

urban 5 urban 6

Gambar 5 & 6. Presentasi Syarfina dan Anisa (kiri) dan Irina Rafliana (kanan) (Sumber: Dokumentasi Tim)

Lailia Kholid juga berbicara tentang kebencanaan dengan menyorot keterlibatan dua kelompok etnik yaitu Minang dan Cina dalam pemulihan pasca bencana di Padang, Sumatera Barat.

urban 7 urban 8

Gambar 7 & 8. Presentasi Laila Kholid (kiri) dan Chorunnisa (kanan) (Sumber: Dokumentasi Tim)

Choerunnisa Noer Syahid yang mengkaji studi kawasan dengan persoalan perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan di perkotaan. Ia mendiskusikan hasil penelitiannya di kota Rotterdam, Belanda. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa Rotterdam Resilient City merupakan konsep penting bagi pembangunan berkelanjutan di Rotterdam, di mana hal demikian sudah diimplementasikan dengan baik di kota tersebut. Hak demikian harus dapat menjadi pelajaran bagi Jakarta.

Sementara itu, Dwiyanti, Tria dan Jalu berbicara mengenai ruang kota dan transformasi sosial di kampung Paseban, Jakarta Pusat. Mereka menyimpulkan bahwa perubahan sosial merupakan akibat dari perubahan fisik di ruang kota itu sendiri. Selain itu, para pendatang berperan dalam menggeser secara perlahan kebudayaan asli, yaitu Betawi.

urban 9 urban 10

Gambar 9 & 10. Presentasi Irin (kiri) dan Dwiyanti (kanan) (Sumber: Dokumentasi Tim)

Irin dan Vera membahas tentang penguatan kapasitas komunitas masyarakat di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Tangerang. Mereka menemukan fakta bahwa generasi penerus nelayan mulai meninggalkan pekerjaan tersebut dan memilih untuk bekerja di sektor pariwisata maupun industri. Keterbatasan sumber daya yang bisa diwariskan dan pengetahuan dari luar menjadi sebagian penyebab dari hal tersebut.

Terakhir, Dicky dan Rusydan juga berbicara mengenai mata pencaharian di perkotaan. Dengan mengambil studi awal di Salemba, Jakarta dan Sawangan, Depok, mereka menyorot keberadaan sektor ekonomi informal sebagai fenomena tetap yang dapat dilihat bukan hanya sebagai wajah kemiskinan di perkotaan, melainkan juga berpotensi sebagai penggerak ekonomi rakyat.

urban 11 urban 12

Gambar. 11 & 12. Presentasi Dicky dan Rusydan (kiri) dan Salah Satu Peserta Panel yang antusias bertanya (kanan) (Sumber: Dokumentasi Tim)

urban 13

Gambar 13. Pembicara dan Peserta Panel LIPI

USF merupakan salah satu dari sekian banyaknya upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan perkotaan yang lebih baik di masa mendatang. Perkotaan, bukan sekedar tempat kehidupan, akan tetapi juga mencakup penghidupan. Artinya, bersinergi dengan agenda SDGs, yaitu menciptakan sustainable cities, maka ruang kota harus dapat menjadi tempat yang layak dan menjamin keberlangsungan masyarakatnya. Ke depan, LIPI, tepatnya Kedeputian IPSK diharapkan dapat berkolaborasi sebagai bagian dari mitra penyelenggara USF di Jakarta. (Rusydan Fathy)