Komunitas Adat Terpencil

Menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan masyarakat terpencil Indonesia menjadi pilihan salah satu program film dokumenter DAAI TV. Paulus Floreanus , Manager program DAAI TV mengatakan, di pilih suku-suku di Indonesia dengan tujuan agar nilai-nilai positif masyarakat Indonesia bisa kita sampaikan, sebarkan dan  pertahankan sebagai bagian dari NKRI. “2020 ini DAAI akan menyiapkan 13 episode program refleksi yang ditayangkan Di Jakarta, Taiwan dan Macau ( ada 3 Negara) dengan tujuan untuk memberikan informasi positif kepada masyarakat dunia,” tutur Paulus di Jakarta, Selasa (28/1/).

Dalam merancang programnya, Paulus mengundang LIPI melalui Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan sebagai narasumber pada acara diskusi tentang “ Masa depan masyarakat adat Indonesia : komunitas adat terpencil”. Diskusi ini diselenggarakan untuk menyatukan pemahaman, proses, runtutan, kronologis, sinkronisasi dan diakronis dengan fakta sejarah guna pengkayaan tema untuk perekaman film dokumenter yang akan di produksi oleh DAAI TV.

Alie Humaedi, Peneliti Ahli Utama LIPI,  mewakili peneliti LIPI di bidang kebudayaan, mengatakan, seandainya komunitas adat terpencil ini tidak di posisikan sebagai bagian dari warga negara, mereka hanya akan dianggap sebagai entitas sosial primitif. “Mereka seolah layak dimusiumkan dalam arti jasadiyahnya, dan membuang jauh nilai keutamaan, kearifan, serta pengetahuan teknik dan kemampuan ajaib mereka dalam berbagai bidang,”jelas Ali.

Menurut Alie ada sepuluh (10)  aspek strategis dokumenter: (i) Virtue ethnic dalam khazanah budaya non bendawi (lagu, syair, mantra, pepatah); (ii) Virtue ethnic dalam budaya bendawi (desain rumah, bahan pangan, teknologi terao guna); (iii) Upaya pelestarian dan proses pemajuan bahasa dan budaya terancam punah; (iv) Transmisi dan penerjemahan nilai-nilai budaya yang digerakkan untuk kepntingan masyarakat modern; (v) Upaya mengembalikan manusia pada fungsi sebagai khalifah filardhi’ (vi) Penggalian sejarah dan ikatan kekerabatan; (vii) Penggalian aspek reprentasi dan hibriditas yang menungkinkan terjadinya silang budaya; (viii) Proses adaptasi dan komodifikasi kebudayaan kelompok budaya; (ix) Tokoh-tokoh lokal yang dituakan; dan (x) Gambaran tebal tentang aspek budaya unik yang memungkinkan munculnya kesadaran atas tingginya peradaban sebuah bangsa.

Sebagai tambahan informasi dalam diskusi ini juga dihadirkan, Eko cahyono dari Sajogyo Institute adalah pusat studi dan dokumentasi  agraria di Indonesia. Kemudian Ruka Sombolinggi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). (swa/ed.mtr)

Komunitas Adat Terpencil