Dikenal sangat ketat perihal keterbukaan informasi publik, Pemerintah Komunis China rupanya ‘sedikit’ melonggarkan aturannya khusus untuk penangananan Covid-19. Di China, persoalan kesenjangan informasi terjadi di antara masyarakat umum terkait status kesehatan masing-masing. Bahkan staf medis dan pemerintah sendiri tidak memiliki gambaran lengkap tentang epidemi atau status kesehatan di tiap-tiap lokasi. Oleh karena itu, sumber dan akurasi informasi akan meminimalisasi kebingungan di tengah masyarakat, mengurangi dampak negatif penyebaran hoaks, dan mencegah kepanikan publik. Atas dasar keresahan tersebut, pemerintah China membangun komunikasi dan membagi informasi dengan masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri. Tulisan ini memberikan sekilas gambaran umum mengenai aspek komunikasi dan informasi yang dijalankan pemerintah China dalam penanganan Covid-19. Walaupun ada kekurangan atau kritik dalam praktik dan implememtasinya, namun hal tersebut tidak akan dibahas dalam tulisan ini.

Mengandalkan Big Data

Kesenjangan informasi di China banyak terjadi terutama berkaitan tentang sifat dan asal virus corona, jumlah orang yang terinfeksi, serta bagaimana perawatan yang paling efektif. Pemerintah China melalui Departemen Komunikasi dan Informasi, melakukan metode screening ketat mengumpulkan informasi tentang pasien yang terinfeksi, pasien terinfeksi dalam masa inkubasi dan informasi siapa saja yang telah berkontak erat dengan pasien sebelumnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh ini, intervensi kebijakan pemerintah adalah mengisolasi sumber virus dan mengurangi kontak antar pribadi (physical distancing). Langkah selanjutnya yaitu menutup kota atau lockdown (seperti dilakukan di Kota Wuhan dan Hubei) yang ditengarai sebagai episenter penyebaran virus. Pemerintah China juga membatalkan semua jadwal kereta api, pesawat dan melarang semua moda transportasi masuk ke dalam dan ke luar kota. Kebijakan tersebut dilakukan berdasarkan informasi dan instruksi yang jelas (clarity of information and communication).

Big data menjadi sumber dan alat yang efektif untuk intervensi kebijakan pemerintah kepada khalayak. Masyarakat mendapatkan informasi melalui rilis harian dalam bentuk informasi geografis dari seluruh penjuru China, khususnya di komunitas perumahan di mana kasus baru dikonfirmasi dan daerah pandemi. Sebagai contoh, pemerintah Kota Shenzhen dan Guangzhou di Provinsi Guangdong merilis informasi geografis dan spasial yang spesifik penyebaran epidemi secara aktual (real time). Departemen Komunikasi dan Informasi, kementerian ini berperan membantu mengurangi kesenjangan informasi publik tentang epidemi dan membantu setiap provinsi yang berisiko untuk meningkatkan kesadaran pencegahan. Dengan kejelasan informasi, pemerintah China bisa secara signifikan menentukan kebijakan. Misalnya meningkatkan pengawasan dan karantina di daerah yang memiliki jumlah pasien terinfeksi yang besar atau melonggarkan tindakan karantina di area yang relatif aman. Pemerintah China dalam hal ini menggunakan strategi keseimbangan secara lebih efektif dan selektif melalui komunikasi serta penggunaan data informasi yang akurat.

Illustrasi AI China

Sumber: statnews.com (2020)

Pengawasan Ketat

Di samping tindakan preventif penyebaran, pemerintah China memperkuat kampanye kesadaran individu dan publik dalam upaya pencegahan penyebaran virus. Hasilnya, warga secara disiplin menghindari kesempatan berkontak dengan orang lain. Warga yang kembali dari luar daerah dan terinfeksi atau mereka yang berisiko membawa virus mengambil tindakan karantina rumah sesuai anjuran. Warga juga menginformasikan diri kepada mereka yang berisiko membawa virus.

Dalam perang melawan virus corona, China juga melakukan komunikasi yang efektif dengan komunitas internasional selama kurun waktu Januari – Maret 2020. Pertama, China melakukan kerja sama dengan komunitas internasional, khususnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam hal penelitian dan pengembangan epidemiologi dan vaksin. Kerja sama internasional ini dilakukan karena respons epidemi adalah tanggung jawab bersama semua negara. Diagnosis dan pengobatan virus SARS-Cov-2 ini sangat menunutut kerja keras semua pihak untuk saling terbuka terhadap informasi langkah-langkah yang sudah ditempuh supaya lebih bisa besinergi. Tak lama setelah penemuan kasus infeksi corona pertama yang dikonfirmasi, para ilmuwan China merilis urutan genetik virus. Berbagi informasi di tingkat global seperti itu, dapat membantu mengkatalisasi kerja sama internasional tentang patogen baru dan misterius ini.

Kedua, berbagi (walau tidak semua) jenis informasi yang terkait epidemi dan dirilis secara aktual (real time) dengan komunitas internasional untuk mendukung upaya global dalam mencegah dan mengelola penyebaran epidemi. Informasi tentang epidemi ini diambil dari berbagai wilayah di China, serta data agregat tentang kasus yang dikonfirmasi, kasus yang diduga, kematian, dan kasus penyembuhan diperbarui setiap hari dan dirilis pada waktu yang tepat. Transparansi dan efisiensi informasi terkait epidemi sangat berharga bagi negara-negara lain yang ingin mengetahui bagaimana China melakukan pengendalian dan pencegahan epidemi.

Ketiga, pemerintah China melakukan pemeriksaan dan pendataan kesehatan yang ketat untuk semua warga yang masuk dan keluar dari negara itu, khususnya untuk mengendalikan penyebaran virus di lintas perbatasan. Di semua kota perbatasan China, semua penduduk dan pengunjung yang masuk dan keluar kota (atau negara melalui kota) menjalani pemeriksaan suhu dan pemeriksaan kesehatan. Kesempatan ini disertai penyebaran informasi mengenai cara penanggulangan virus kepada masyarakat. Ini adalah contoh perilaku komunikasi dan informasi berantai yang meminimalkan penyebaran virus akibat mobilitas individu ke kota atau negara lain—yang juga berkontribusi pada perlindungan kesehatan dan keselamatan warga di kota atau negara lain. (Rudolf)

Illustrasi China 2

 Sumber berita: http://psdr.lipi.go.id/news-and-events/opinions/aspek-komunikasi-dan-informasi-dalam-penanganan-covid-19-di-china-edis-khusus-covid-19-bagian-1.html