‘Indonesian Demographic Outlook 2021’ mendiskusikan dampak yang ditimbulkan dari pandemi COVID-19 terhadap Indikator Kependudukan Indonesia 2020 dan trend ke depan. Acara ini merupakan hal penting bagi tim kolaborasi LIPI, Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Ikatan Praktisi dan Ahli Demografi (IPADI) untuk memberikan sumbang saran berbagai alternatif dan solusi terkait problematika kependudukan, tambah Nuke.
“Selain itu, acara ini adalah salah satu cara kita mengelola ilmu pengetahuan dan mempertanggungjawabkan kepada publik, serta sekaligus untuk meningkatkan keterikatan para pemangku kepentingan melalui media massa,” imbuh Nuke. “Diharapkan ‘Indonesian Demographic Outlook 2021’ dapat menjadi acuan bagi para pembuat kebijakan dalam menyusun strategi maupun program-program di tahun berikutnya,” jelasnya.
Hasto Wadoyo Kepala BKKBN dalam kesempatan yang sama mengatakan, menuju kepada Indonesia emas di tahun 2024 tentang kualitas sumber daya manusia membutuhkan perhatian yang lebih serius. “Bagaimana BKKBN mengawal program itu, program revolusi mental berbasis keluarga. Membangun kualitas dari keluarga bagaimana bisa keluarga yang berkarakter,” tambah Hasto
Hasto menerangkan, dampak COVID-19 lainnya yaitu terjadinya penurunan penggunaaan kontrasepsi, hal ini sangat berpengaruh kepada kemungkinan-kemungkinan akan terjadinya kematian ibu, bayi dan juga tingginya angka perceraian. “Untuk menurunkan berbagai permasalahan tersebut BKKBN mengubah orientasi program kerja. Dengan menyasar kepada remaja, Bagaimana komunikasi marketing dari program, juga branding agar bisa lebih diterima oleh banyak kalangan remaja,” tutup Hasto.
Relevan dengan pernyataan Hasto, Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Herry Yogaswara, mengatakan bahwa meningkatnya jumlah rumah tangga miskin akan berdampak signifikan terhadap kualitas kesehatan masyarakat. “Termasuk terkait upaya menekan kasus kematian ibu dan bayi, prelevansi stunting pada balita, hingga pencegahan penyebaran penyakit menular,” jelasnya.
Herry menegaskan, strategi pembangunan lain juga perlu diperkuat. “Sistem kesehatan nasional kita ambruk ketika menghadapi bencana kesehatan. Sistem kesehatan nasional kita memang tidak didesain untuk memperhitungkan variabel bencana kesehatan skala pandemik”, tambah Herry lagi.
Upaya berbagai rencana kebijakan, program dan target untuk jangka pendek, menengah, danpanjang perlu mengakomodir dampak yang ditimbulkan dari situasi pandemi ini. “Kesimpulannya, untuk menghadapi pandemi COVID-19 adalah bagaimana kita bisa mencapai keadilan dan kesetaraan. Suatu program atau kebijakan perlu dijalankan dengan cara-cara baru yang atau bahasanya tidak business as usual,” tutup Herry. (swa/ ed: iz, drs)
Sivitas Terkait : Dr. Tri Nuke Pudjiastuti M.A.