Jakarta – Humas BRIN. Mengeloladan memahami risiko yang bersifat “cascading and systematic” menjadi penting sebagai sebuah pendekatan, untuk menangani masalah atau dampak yang ditimbulkan dari bencana. Demikian sambutan yang disampaikan Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nawawi, pada webinar dengan tema “Understanding and Managing Cascading and Systemic Risks: Lessons from COVID-19”, di Jakarta, Jumat (20/5).
Nawawi mengatakan, tema pada kegiatan webinar kali ini menjadi sangat penting untuk dipahami. Pertama, tentu ini menjadi salah satu bagian dari proses penelitian, yang sudah dilakukan oleh Tim PRK BRIN tahun lalu, dan hasilnya sudah dipublikasikan.
Kedua, ia melanjutkan, pastinya menjadi sangat penting ketika bicara cascading and systemic risks, dalam memahami sebuah bencana. Baik itu dalam konteks bencana alam, maupun bencana lainnya. Misalnya, pandemi Covid-19 yang baru terjadi dua tahun terakhir ini, baik di Indonesia maupun negara lainnya. “Sebagai bangsa kita harus belajar, bagaimana memahami dan mengelola risiko tentang cascading and systemic. Kita tidak lagi terjebak, dengan praktik-praktik yang mengulang,” jelas Nawawi.
Menurutnya, kita harus belajar dari pengalaman, sehingga dapat menemukan jalan ke luar, jika bencana ataupun pandemi terjadi kembali. Webinar kali ini, akan membicarakan tentang pengalaman Indonesia, menangani masalah pandemi. Belajar bagaimana memahami pandemi, secara sistematik.
Sedangkan yang ketiga, Nawawi melanjutkan, kajian tentang cascading dan systemtic risk ini, juga telah dilaksanakan di beberapa negara. Tentunya ini sangat penting bagi kita, untuk memahami hal ini. “Sebagai salah satu lembaga riset pemerintah, BRIN memiliki prioritas riset, salah satunya tentang kebencanaan. Selain cascading and systematic risks, tentunya juga terkait dengan cultural risks,” jelasnya.
Hal ini penting bagi para peneliti BRIN, untuk menjadikannya sebagai sebuah pendekatan penelitian, yang dapat dikembangkan dalam kajian-kajian, terkait kebencanaan maupun kajian-kajian lain. Hal penting lainnya, webinar ini sebagai peluang kita, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam, terkait dengan tema yang akan dibahas,” kata Nawawi.
Sementara itu, peneliti PRK-BRIN Gusti Ayu Ketut Surtiarti, mengatakan, pandemi dianggap tidak hanya masalah kesehatan. Secara langsung dan tidak langsung, berdampak pada berbagai kehidupan manusia, seperti pendidikan, ketahanan pangan, sistem sosial, dan ekonomi.
“Dari pandemi ini ada berbagai karakteristik risiko, yaitu interkoneksi dari berbagai tingkat, skala, dan waktu. Penyebaran virus melintasi batas, berupa wilayah, skala, dan kondisi sosial ekonomi,”ungkapnya.
Ayu melanjutkan, hal lainnya berupa penggandaan kerentanan bagi masyarakat yang sudah rentan akibat kemiskinan, jenis pekerjaan di sector informal, kurangnya akses pendidikan, dan ketidakadilan gender. Bersifat sangat kompleks, yang saling terhubung dan saling terkait tanpa pola khusus, serta dinamis.
Intervensi berupa kebijakan dari pemerintah, kata Ayu, dapat memengaruhi langsung risiko dan mengendalikan dampak serta mengurangi tingkata keterpaparan. Kita mengambil fokus pada Sosial Protection di Indonesia, yang sudah advance, kebijakannya sudah baik. “Pemerintah sudah merangkul masyarakat miskin, dan marjinal, dalam mendapatkan Sosial Protection. Potensi dari Sosial Protection untuk meningkatkan ketahanan masyarakat, mendorong adanya alokasi skala besar, untuk skema pendanaan baru,” tandasnya.
“Pada akhirnya, kita juga mempromosikan, bagaimana pentingnya adaptive social protection. Hal ini harus diimplementasikan, untuk mencapai adapsi yang berkelanjutan, dan bersifat transformatif,” tutup Ayu. Webinar yang diselenggarakan atas kerja sama PRK BRIN dengan UNDRR, UNU-EHS, GIZ, dan BMZ ini, menghadirkan dua nara sumber lainnya, yaitu Udrekh, Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB, dan Dicky C. Pelupessy, Dosen dan Peneliti Fak. Psikologi UI. (arial/ed. ns)