Bandung – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional melalui Direktorat kebijakan Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan – Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan menyelenggarakan Fokus Diskusi Grup Discussion (FGD) dengan tema “Strategi Pertahanan 25 Tahun Ke Depan”, di BRIN Kawasan Bandung, Senin (23/05).

Kegiatan yang dihadiri oleh pemateri dan narasumber perwakilan dari Tim Peneliti BRIN, Pihak TNI serta perwakilan dari Industri pertahanan dalam negeri. FGD ini merupakan sesi diskusi untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan kekuatan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) 25 tahun ke depan. Melalui prinsip kajian Minimum Essential Force (MEF) sebagai hasil analisis dan monitoring kekuatan TNI, diharapkan bisa melahirkan usulan prinsip-prinsip strategi kebijakan pembangunan  kekuatan TNI  RI ke depan lebih baik.

“Untuk mendapatkan postur kekuatan TNI yang ideal perlu dilakukan riset dan monitoring terkait kelebihan dan kekurangan dari kebijakan sebelumnya, sehingga ke depannya bisa memenuhi kepentingan perkembangan dan kebutuhan dari pertahanan nasional maupun di Kawasan,” ungkap Peneliti Madya BRIN Sri Hartini Rachmad.

Keluaran dari pertemuan ini berupa masukan yang berwujud sebagai prinsip-prinsip yang dapat diadopsi dalam formulasi strategi pertahanan Indonesia 25 tahun ke depan. Policy paper yang dikeluarkan oleh BRIN ke depannya diharapkan dapat digunakan oleh para pemangku kebijakan terkait dengan bidang pertahanan. “Harapannya, melalui evaluasi ditemukan hal-hal baru yang dapat menjadi masukan melalui fakta yang ditemukan dalam kegiatan FGD ini,” pungkas Sri.

Menanggapi peserta yang hadir dalam kegiatan diskusi tersebut, Anggota Tim MEF (Minimum Essential Force) David Yacobus menjelaskan bahwa penyelenggara FGD turut mengundang pihak-pihak dari Industri pertahanan dalam negeri sebagai kelanjutan dari FGD yang telah dilaksanakan sebelumnya di Bogor. Diharapkan FGD ini bisa merumuskan bersama langkah strategis industri pertahanan agar inline dengan strategi pertahanan kita kedepan. “Tidak bisa dipungkiri, cukup banyak alutsista yang di miliki saat ini, masih dipasok dari negara lain dan teknologinya belum kita kuasai,” ungkap Yacobus.

Untuk itu, lanjut Yacobus, perlu di rumuskan seperti apa peluang ke depan dari sudut pandang industri pertahanan. Tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan TNI yang akan datang, melainkan juga bersiap untuk menguasai teknologi-teknologi maju, sehingga ke depannya dapat meningkatkan kemandirian bangsa di bidang pertahanan.

MEF merupakan proses modernisasi alutsista untuk pertahanan negara yang dibagi melalui beberapa rencana strategis berdasarkan faktor-faktor kebutuhan dan kemampuan negara.  Kegiatan ini adalah insiasi dari Direktorat Polhukhankam mengenai strategi yang digunakan oleh Indonesia dalam pertahanan. Kemudian dari hasil penelusuran ditemukanlah suatu kata kunci yaitu MEF, yang kemudian diketahui atau memposisikan pertahanan dalam suatu kondisi optimal sesuai dengan kemampuan dan batasan-batasan yang ada.

“Indonesia yang memiliki wilayah yang luas dengan ribuan pulau, garis pantai, wilayah laut dan ruang udara yang luas memiliki suatu konsekuensi bahwa kepentingan pertahanan membutuhkan suatu formulasi yang unik dan tentunya berbeda dengan negara-negara lain yang berbentuk kontinental,” jelas Yacobus.

Untuk mempertahankan negara diharapkan sumber alutsista dan kelengkapannya atau asal komponennya tidak mengalami suatu ketergantungan yang mutlak dengan negara lain. Bila terjadi suatu serangan atau blokade, kita dapat menyesuaikan rantai pasok agar tidak kehilangan kemampuan produksi. “Di sinilah peran dari industri pertahanan dalam negeri untuk dapat menyediakannya dengan menggunakan kandungan lokal yang setinggi mungkin, untuk menjamin kepentingan pertahanan tidak mengalami ketergantungan terutama di saat darurat,” imbuh Yacobus.

Geografis Indonesia sangat luas, sehingga dibutuhkan alusista yang tidak sedikit. “Adapun kami mempertimbangkan melalui kebijakan prioritas dalam pemilihannya, dimana pembelian alat tentu saja harus dapat dibarengi dengan anggaran pada pemeliharaan sehingga penggunannya dapat dimaksimalkan,’’ kata Kolonel Renny, Komandan Lanal Bandung.

Kebutuhan akan MEF dihitung atau ditentukan berdasarkan pada ancaman yang ada, serta pertimbangan-pertimbangan lain untuk membuat suatu program kegiatan. “Sementara yang menjadi tantangan ke depan dalam memajukan negara kita ini, salah satunya dengan adanya teknologi yang terus berkembang,” jelas Reni.

Menyikapi tantangan terhadap keamanan dengan perkembangan teknologi saat ini, Perwakilan dari Lanud Husain Satra Negara, Mayor Oki Hartanto, menyampaikan bahwa dengan perkembangan teknologi saat ini, perlu mewaspadai ancaman dari udara yang semakin beragam, seperti drone misalnya. Apalagi posisi Indonesia sendiri berada di antara dua benua yang saling bersilangan, pergerakan melalui udara dapat berasal dari mana saja, selain menghadapi tantangan seperti banjir, gempa, atau gunung berapi. “Adanya ancaman pada wilayah udara dan laut menjadi suatu tantangan tersendiri, karena Indonesia adalah negara kepulauan. Menjaga kedaulatan NKRI mempunyai tanggung jawab secara moril, seperti memberi informasi secara akurat atau presisi,” pungkas Oki. (KG, HMN)