Jakarta – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat  Riset Masyarakat dan Budaya (PMB), menyelenggarakan Diskusi Publik peluncuran Buku Kode Etik Dalam Penelitian Ilmu Sosial di Indonesia, karya Mayling Oey Gardiner, Dosen Fakultas Ekonomi UI, di Jakarta, Senin (23/5).

Koordinator Forum Diskusi Budaya BRIN, Teri Indrabudi mengatakan, forum diskusi ini agar menjadi rujukan aktivitas ilmiah. Pada bidang sosial, dan kebudayaan, baik di level nasional, maupun internasional. “Kita juga ingin membangun kapasitas lembaga, khususnya dalam membangun keilmuan masyarakat, dan budaya. Membangun komunikasi ilmiah, di tingkat nasional, regional dan global,” ujar Teri.

Lebih lanjut Teri menyampaikan harapannya, agar diskusi ini dapat memberikan gambaran lebih banyak lagi  tentang etika yang harus dimiliki oleh peneliti.  Hal ini bertujuan untuk melindungi subjek penelitiannya. “Kemudian, jika ingin melakukan penelitian, kita diwajibkan untuk memiliki izin dari Komite Etik,” Teri menegaskan.

Mayling dalam paparannya, menyampaikan perlunya etika dalam penelitian ilmu sosial. Sejak usia anak-anak sudah diajarkan tentang baik-buruk, benar-salah, namun banyak yang tidak tahu, termasuk sivitas akademika. “Norma etika penelitian mengatakan, tujuan penelitian adalah mengembangkan ilmu pengetahuan, dan kebenaran. Larangan bagi para peneliti adalah fabrikasi, falsifikasi, menyalahartikan data penelitian, dan plagiasi. Jadi, kita perlu memprosikan kebenaran, dan mengurangi kesalahan,” ungkapnya.

Hasil penelitiannya pada tahun 2018, dari 160 universitas di Indonesia yang disurvei, sebanyak 47,5% tidak memiliki komite etik. Sedangkan kesediaan Komite Etik Universitas di Indonesia, sebanyak 45,6% tidak memiliki badan resmi untuk menangani pelanggaran etika, dan menjaga akuntabilitas komite. Sejumlah 8,8% memiliki komite level fakultas, dengan pemahaman etika yang spesifik pada topik penelitian. “Terlepas kurangnya komite etik, namun kesadaran akan pentingnya etika penelitian tetap tinggi. Terutama dengan meningkatnya kebutuhan kolaborasi dengan institusi, dan peneliti internasional,” kata Mayling.

Peneliti PMB BRIN Muhammad Khoirul Muqtafa, memberikan sedikit catatan pada buah karya Mayling bahwa buku tersebut sangat tepat waktu untuk menjawab tantangan etika penelitian. “Lengkap membahas persoalan etika, mulai dari persiapan penelitian, sampai dengan penulisan. Sejarah pedoman etika, dibahas dengan ringkasan yang praktis,” tutur Khoirul. Selain itu, Khoirul mengungkapkan bahwa prinsip kode etik penelitian yang digunakan oleh BRIN, yaitu penghormatan individu, kemanfaatan, dan keadilan. Menurut Khoirul, di BRIN terdapat tiga kategori kelayakan etik, yakni pertama hijau, artinya penelitian terbatas pada penggunaan data sekunder. Telaah pustaka, atau data yang sudah dipublikasikan. Kedua, kategori kuning, adalah kategori risiko rendah, atau paling sedikit dengan subjek, dan atau isu penelitian tidak sensitif. Dan ketiga adalah kategori merah, berarti beresiko tinggi. (trs/ed. ns)