Jakarta – Humas BRIN. Senin (20/06), Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PMB) kembali menyelenggarakan diskusi budaya secara daring. Pada kesempatan seri ke-39 ini, forum membedah Buku karya Musa Kazhim Alhabsyi yang berjudul “Identitas Arab Itu Ilusi: Saya Habib, Saya Indonesia”.

Kepala PMB, Lilis Mulyani dalam pengantarnya mengatakan, pembahasan kali ini diharapkan bisa memunculkan banyak gagasan baru tentang studi etnisitas ataupun agama di Indonesia. Sehingga, forum ini bisa membuka jejaring di luar BRIN, untuk mendukung komunitas epistemik, berkolaborasi baik dalam bentuk riset maupun komunitas ilmiah.

Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora, Ahmad Naji Burhani, dalam pengantar diskusinya mengatakan, buku tersebut menggambarkan isu politik identitas yang menjadi hal krusial, terutama terkait masa pemilu 2024.

Lebih lanjut ia menjelaskan, identitas kadangkala dimodifikasi oleh beberapa kelompok tertentu. Identitas juga digunakan untuk kepentingan politik tertentu, terkadang juga menjadi alat untuk mendiskriminasi pergumulan antar kelompok etnis.

Menurutnya, buku karangan Musa sangat otoritatif dalam hal memperbincangkan tentang Arab. Sebab, baginya, penulisnya sendiri adalah orang yang mengerti dan memahami tentang identitas tersebut.

Mengupas alur ceritanya, banyak catatan pengalaman dari penulis yang kemudian diuraikan dan dituangkan di dalam buku ini. Selanjutnya, dianalisis dengan berbagai pendekatan seperti fenomena-fenomena sejarah dan sebagainya.

“Buku ini lebih sebagai otokritik dari keturunan sayid dan juga orang yang memiliki nasionalisme dan empati ke persoalan yang berkaitan dengan identitas yang ada di Indonesia,” tuturnya. Di dalam gaya bertuturnya di beberapa bagian cerita, menunjukkan tentang seperti apa identitas Arab kita yang secara serius dikaitkan dengan hadrami.

Selain itu, “Kita juga melihat tentang kajian-kajian yang berkaitan dengan demografi geografi yang berkaitan dengan kearaban. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan politik identitas dan kearaban itu sendiri,” imbuhnya.

Mewakili pihak penerbit, Haidar Bagir mengatakan, lebih mendalam istilah ilusi dalam buku ini dibentuk berdasar orang atau etnis tertentu yang masuk, sebagaimana contoh para penjajah dari negara lain. Identitas nasional dikisahkan dari dipekikkannya Sumpah pemuda, sebagai alat pemersatu bangsa.

Seementara, Arab dan Sayyid atau keturunan nabi Muhammad SAW diperlukan dalam rangka membongkar politik identitas. Di sisi lain, dalam hubungan ini bisa menjadi kritik dengan topik yang diperluas pada tema-tema soal identitas lainnya. Hal itu menyebabkan Mizan, selaku penerbit, sangat tertarik untuk menerbitkan buku ini.

Terlepas dari itu, Haidar berharap, meskipun buku tersebut menimbulkan kontroversi bagi sebagian orang yang salah paham, pada akhirnya memberikan manfaat dan hikmah yang besar. Khususnya, terkait dengan terus meningkatnya kualitas kehidupan kita sebagai bangsa. (ftl/ed:and)