Jakarta – Humas BRIN. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra) menyelenggarakan webinar dalam rangka Hari Sastra tahun 2022, Rabu (5/7). Penyelenggaraan kegiatan ini sebagai salah satu bukti nyata kepedulian BRIN terhadap eksistensi sastra yang peranannya sangat luar biasa dalam perjalanan berbangsa dan berkehidupan.
Sebagai lembaga riset, BRIN mewadahi riset arkeologi, bahasa, dan sastra yang perspektif untuk kemajuan bangsa dan negara. “Sastra Indonesia dan daerah merupakan lahan subur riset dan pertukaran gagasan ilmiah,” kata Kepala OR Arbastra Herry Yogaswara, saat membuka webinar yang mengusung tema mengusung tema “Riset Sastra untuk Masa Depan” ini.
Menurutnya, dengan keragaman latar belakang suku bangsa dan budaya, kearifan lokal dan nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya, sastra Indonesia dan daerah menyimpan begitu banyak potensi riset demi pengembangan karakter manusia Indonesia seutuhnya. Ketika kita bicara kondisi sastra sekarang, dari sejarah sampai kecanggihan teknologi, dari masa lalu hingga masa depan, dari generasi yang kita sebut baby boomers hingga millennial, semua mewujud dalam karya sastra kita. “Tidak hanya membuat masyarakat kita bangga, tetapi juga membuat masyarakat dunia kagum,” jelas Herry.
Baik sastra modern Indonesia maupun kekayaan tradisi lisan dari berbagai daerah yang dimiliki bangsa ini menunggu telaah, kajian, riset yang bermanfaat untuk membangun budi pekerti bangsa demi tercapainya manusia Indonesia yang tangguh, berkepribadian, dan berbudi luhur di masa yang akan datang. Sebagaimana dicetuskan oleh seorang cendikiawan muslim Ibnu Qayyim, siapa yang belajar sastra, maka akan halus hati dan budi pekertinya.
Mengutip penjelasan Kepala Badan Bahasa, Herry mengungkapkan bahwa ada tiga program prioritas yang diusung oleh Badan Bahasa selama dua tahun terakhir ini. Ketiga program tersebut adalah penguatan literasi, perlindungan bahasa dan sastra, dan peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. “Tentunya riset yang dilakukan oleh peneliti bahasa dan sastra yang ada di BRIN, tidak hidup di ruang kosong. Ia harus hidup dalam ruang kemanfaatan ketika memproduksi ilmu pengetahuan,” ungkap Herry.
Dalam ekosistem BRIN, riset-riset sastra ̶ by sistem ̶ akan berkolaborasi, mulai dari Pusat Riset, Organisasi Riset, kemudian organisasi BRIN secara besar, dan jejaring perguruan tinggi, lembaga riset independen, hingga jejaring global. Komunitas periset bahasa dan sastra BRIN yang ada di berbagai kota di Indonesia, merupakan peluang, bukan hambatan. “Karena kita akan mempunyai mata, telinga, dan hati di berbagai daerah yang dapat menangkap persoalan kebudayaan yang khas daerah masing-masing. Peneliti harus gaul dan belusukan untuk mengetahui denyut kehidupan masyarakat,” tegas Herry.
Sementara itu, menurut Kepala Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan, BRIN, Sastri Sunarti, dalam pengantarnya menjelaskan bahwa penentuan Hari Sastra yang ditetapkan setiap tanggal 3 Juli ini, mengacu pada hari lahir sastrawan terkemu Abdoel Moeis pada 3 Juli 1883. “Ketika para peneliti sastra dari Badan Bahasa bermigrasi ke BRIN, sudah sepatutnya kita juga menyelenggarakan hari sastra ini, dikaitkan dengan kepentingan riset dan kemajuan penelitian terhadap karya sastra itu di BRIN. Sebagai peneliti itulah tugas kita,” kata Sastri.
Lebih lanjutnya Sastri mengatakan bahwa sebagai perayaan Hari Sastra sudah dilaksanakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, dengan menghadirkan para sastrawan. Dia mengajak para peneliti untuk membawa semangat sastra ke dalam BRIN dengan harapan riset-riset sastra akan semakin tumbuh dan berkembang lebih baik lagi, melalui kajian-kajian di BRIN.
Sebagai sebuah perayaan, kegiatan webinar ini menghadirkan para pembicara dari Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra, yang banyak memberikan cerita dan rupa sastra di berbagai daerah. Pembicara pertama Derri Ris Riana, berbicara tentang Riset Sastra: Menguatkan Identitas dan Mendorong Pembangunan Daerah (Kalimantan Selatan) dan Erlis Nur Mujiningsih, memaparkan tentang Riset Sastra Dulu, Kini, dan Esok, sebagai pembicara kedua.
Selanjutnya pembicara ketiga Tirto Suwondo, menjelaskan tentang Bertandang ke Yoga, Me-(riset)-nikmati Sastra, serta pembicara keempat Darmawati MR, yang mengulas tentang Wabag Digitalisasi dan Sastra yang Googleable. Diantara pemaparan pembicara juga dihadir pembacaan puisi secara bergantian oleh Nia Kurnia, Yohanes Adhi Satiyoko, dan Sri Yono, yang semuanya merupakan para peneliti Pusat Riset Bahasa, Sastra, dan Komunitas, BRIN. (arial/ed: and)