Jakarta – Humas BRIN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia sudah barang tentu memiliki beberapa pulau-pulau kecil dan terluar yang memiliki peran penting. Sebagai anggota komunitas kelautan dunia, Indonesia dihadapkan pada sebuah tantangan untuk menyukseskan sebuah kesepakatan global.

Untuk menjalankan kesepakatan global ini, Indonesia tidak mungkin sendiri, perlu membuat kesesuaian sebuah peran ilmu pengetahuan untuk pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN, Mego Pinandito saat memberikan sambutan dan sekaligus membuka acara Lokakarya on Small Island Studies, Kamis (18/8) di Jakarta.

Sebagaimana tertuang dalam dokumen UNESCO tentang International Decade of Ocean Science for Sustainable Development 2021-2030, mendeskripsikan kondisi laut yang perlu diperjuangkan pada tahun 2030. “Tidak hanya tahun 2030, tetapi selanjutnya kita akan mendapatkan satu laut yang bersih dan sehat, yang mampu memberikan dukungan ekosistem untuk kehidupan masyarakat, baik yang ada di pesisir, maupun juga di pulau-pulau kecil,” kata Mego.

Sebagaimana diketahui, Indonesia memiliki kurang lebih 17.000 pulau, di mana pulau-pulau kecil jumlahnya jauh melebihi jumlah pulau besar. Hal ini memiliki banyak permasalahan khas yang jauh lebih pelik dibanding persoalan-persoalan di pulau-pulau besar. Pada pulau-pulau kecil berpenduduk, ketersediaan air dan sanitasi hampir selalu menjadi masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat penghuninya.

Masalah tersebut akan menjadi semakin besar manakala tuntutan ekonomi yang direspon dengan berbagai upaya pembangunan. Antara lain harus berbagi ruang dengan kepentingan untuk menjaga kesehatan, produktivitas, dan keberlanjutan fungsi layanan ekosistem yang menopang kehidupan masyarakat.

“Pembangunan yang kita laksanakan untuk menyejahterakan masyarakat tersebut sering berpotensi membawa berbagai dampak negatif terhadap ekosistem, seperti kerusakan habitat dan penurunan populasi hidupan liar,” jelas Mego. Oleh karena itu, dia berharap ada hasil nyata dari agenda lokakarya ini yang dapat menginisiasi jejaring dan menghasilkan langkah penting bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan pelestarian ekosistem di pulau-pulau kecil.

Sementara itu, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Itje Chodidjah mengatakan bahwa isu sampah laut kian hari kian marak. Kesadaran publik terhadap pentingnya menjaga ekosistem laut, tampaknya masih jauh dari ideal. Menurut pendapatnya, Hal tersebut kemungkinan karena memang tingkat literasi kelautan masyarakat kita yang belum terbangun secara utuh dan menyeluruh. “Oleh karena itu, perlu adanya upaya mengaitkan antara aktivitas riset dengan peningkatan literasi, pemahaman, serta pengetahuan tentang laut bagi generasi muda dan masyarakat,” imbuh Itje.

Menurutnya, terkadang isu sampah laut dilihat hanya dari pemikiran yang sempit yaitu urusan laut kotor. Padahal sebenarnya jauh sampai pada urusan kesehatan, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Kita paham bahwa sudah ada Peraturan Presiden No. 23 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Dalam peraturan tersebut terdapat rencana aksi nasional penanganan sampah plastik di laut pada 2018 – 2025. “Targetnya sampah plastik di laut tereduksi hingga 70% pada tahun 2025. Salah satu upayanya adalah dengan mengaktifkan kemitraan aksi plastik nasional,” ungkap Itje.

Lebih lanjut Itje mengungkapkan bahwa yang perlu menjadi perhatian utama dan lebih penting adalah bukan hanya peraturannya, namun bagaimana aturan ini menjadi rujukan payung hukum bagi seluruh pihak. “Pemerintah daerah hendaknya mengajak seluruh komponen masyarakat bergerak membersihkan sampah laut. Bukan hanya bergerak untuk mengatasi, tetapi mengantisipasi dengan menganjurkan pola hidup berkelanjutan, mengurangi penggunaan plastic, dan benda-benda lain yang tidak dapat terurai,” tegasnya.

Lokakarya ini merupakan sebuah langkah awal menuju forum regional terkait studi pulau-pulau kecil. Sepuluh pembicara baik itu para periset BRIN maupun pembicara dari luar hadir memaparkan skema kegiatan risetnya. Harapannya, melalui lokakarya ini, Komite Nasional Indonesia untuk IOC UNESCO dapat memberikan masukan bagi pengembangan pulau-pulau kecil yang lebih bermanfaat bagi masyarakat dan pengambil kebijakan. (arial/ed:and)