Jakarta – Humas BRIN. Pusat Riset Kewilayahan (PRW) BRIN menyelenggarakan webinar berjudul “The Connection Between Disaster, Religion, and Humanities and Why Do They Matter”, pada hari selasa secara daring (4/10). Acara ini menghadirkan Kepala PRW BRIN, Fadjar Ibnu Thufail dan Narasumber Suhadi Cholil selaku Visiting Researcher di PRW BRIN dan Dosen Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan dipandu oleh moderator Abdul Fikri Angga Reksa MSc, Peneliti PRW BRIN.

Sebagai narasi awal, Fadjar Ibnu Thufail menjelaskan tujuan dari kegiatan diskusi ini. Bencana sering dikaji dengan pendekatan ilmu teknik dan jarang dikaitkan dengan pendekatan ilmu humaniora (humanities), termasuk kajian agama. Webinar ini sebagai diskusi dalam mengeksplorasi bagaimana pendekatan disiplin ilmu humaniora, lebih fokus lagi disiplin ilmu agama, dalam penelitian mengenai bencana.

Suhadi Cholil menceritakan hubungan antara kebencanaan, agama, dengan kemanusiaan. Agama Islam di Jawa memiliki hubungan ilmiah vulkanologi atau kedekatan dengan gunung, dengan melihat berbagai infrastruktur, jalan, dan jalur yang menghubungkan urbanisasi pusat kerajaan dan kota-kota di bawah Gunung Merapi hingga puncaknya. Rute arak-arakan yang digunakan untuk ziarah, ritual kerajaan, dan wisata spiritual, tetapi juga membentuk spiritual jaringan antara dewa di lokasi yang berbeda, menghubungkan topografi spiritual, dari gunung berapi ke laut, hutan, gua, pertemuan sungai, dan kosmos.

Peralihan dari masa agama Hindu-Budha ke Islam melewati prosesi pascakolonial. Ketika Kemmerling sedang berjalan di jalur Labuhan pada tahun 1922, berspekulasi tentang hubungan antara letusan di Gunung Merapi dan gempa bumi di Samudera Hindia, dia mulai memahami hubungan yang baru saja dihargai oleh kolonial Ilmuwan. Bagi banyak ahli geologi kolonial Belanda, masalah yang menetap setelahnya adalah memahami jika ada hubungan antara parit, busur gunung berapi di darat, dan gempa bumi.

Para ilmuwan mulai prihatin dengan pertanyaan teoretis yang mendalam tentang asal-usul gunung berapi, struktur litosfer, dan sejarah benua dan lautan. Hamilton mengerjakan Tektonik Wilayah Indonesia selama satu dekade dan pada tahun 1979 menerbitkan peta lengkap pertama yang menerapkan teori lempeng tektonik ke wilayah tersebut. Itu merupakan wilayah ratu roh di daerah Selatan Jawa, di peta Hamilton, menjadi garis hitam yang menunjukkan zona subduksi lempeng. Namun, tanpa menyimpang dari prinsip inti Labuhan, dan bahkan jika Hamilton tidak terbiasa dengan geografi spiritual wilayah tersebut, dia berpendapat bahwa vulkanisme di Jawa adalah hasil dari kekuatan di lautan. Persembahan juga menolak narasi konvensional bahwa ilmu gunung berapi modern itu diekspor ke lereng Merapi. Sebaliknya, persembahan mengungkapkan gunung berapi modern itu sains yang diaktifkan dengan cara yang berbeda oleh geografi spiritual gunung berapi.

Ritual keagamaan tidak hanya berfungsi dalam membuat makna alam bagi manusia, tetapi juga memiliki fungsi dalam mengendalikan bahaya alam. Penelitian Abdul Malik, mahasiswa Program Studi Budaya dan Lintas Agama Universitas Gadjah Mada, menggambarkan cukup jelas tentang fungsi itu. Itu penelitian tentang Festival Maulid Hijau di Desa Tegalrandu, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang, Timur Jawa. Deforestasi besar-besaran telah terjadi di hutan gunung lamongan melalui illegal logging sejak tahun 1998. Kemudian berpengaruh pada penurunan Klakah kualitas danau. Ada sekitar 32 air fungsional mata air, tetapi karena deforestasi itu pada gilirannya hanya ada 4 mata air yang berfungsi (Malik 2012: 166-172).

Merespon perkembangan tersebut, paguyuban Desa Tegalrandu menggabungkan gagasan lingkungan pemulihan degradasi untuk mengurangi kerentanan masyarakat menjadi festival keagamaan yang ada. Aliran utama Islam yang tinggal di daerah tersebut adalah kelompok tradisional Islam. Mereka merayakan maulid (ulang tahun), yaitu hari lahir Nabi Muhammad, setiap tahun. Sejak tahun 2006 mereka telah mengubah festival maulid menjadi Maulid Hijau Festival (Green Maulid Festival/Perayaan Maulid Hijau). Istilah hijau mengacu pada penyisipan utama dalam festival yaitu penghijauan dalam arti penanaman kembali pada hutan. Dengan demikian, pola GMF saat ini terdiri dari: dari tiga elemen. Hari pertama, upacara pembukaan dan penanaman pohon di sekitarnya Danau Klakah. Hari kedua, pentas seni dan budaya, termasuk ritual sesaji (larung sesaji) ke Danau Klakah.

Jenis persembahan yang mereka lakukan adalah persembahan penolakan (sesaji panulakan) yang artinya menolak penderitaan demi makhluk halus tidak mengganggu manusia, hewan, dan lingkungan. Hari ketiga, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Di dalam perayaan mereka melantunkan buku-buku pujian klasik Islam terhadap Nabi Muhammad. Pada akhirnya, seorang ustadz memberikan religi khutbah yang sebagian besar menghubungkan antara ajaran Islam dan pelestarian lingkungan (Malik 2012: 173-177).

Karya-karya yang seperti etnografi tentang bumi atau anugerah tentang tanah itu juga menggunakan perspektif dalam geografi, tetapi ini jauh lebih kompleks dan rumit. Bagaimana Islam Jawa itu turut menyumbang pada disiplin geografi TTS nya adalah ilmu geografi tidak dibawa ke Jawa tetapi Jawa menyumbang pada perhatian terhadap geologi dan geografi menelusuri sejarah? Bagaimana geografi kolonial itu awalnya adalah ikut dalam geografi spiritual karena asumsi yang dibangun dan juga fasilitas yang dipakai untuk dalam geografi adalah infrastruktur jalan dan sebagainya yang saat itu.

“Ketika Merapi meletus 2010, mungkin akan ada yang mengatakan kalau Tuhan baik kenapa ada ada bencana alam? Dan juga akan ada yang mengatakan itu adalah musibah kepada kita, akan ada diskusi panjang tentang itu,” terang Suhadi. Apa yang dianggap sebagai bencana mendefinisikan bencana sebagai risiko manusia dan non-manusia sebagai konsekuensi dari tindakan manusia-alam, risiko dan kerentanan, manajemen bencana, dan politik, komunitas manusia, non-manusia dan planet, memori, budaya, dan spiritualitas, ruang, negara, dan masyarakat. (ANS/ed: RBA)