Jakarta – Humas BRIN. Fikih Agraria merupakan suatu topik yang sangat menarik untuk menjadi tema diskusi. “Tema tentang Agraria merupakan tema yang sangat dekat dengan saya, dan ini merupakan salah satu topik diskusi yang sangat menarik,” kata Kepala Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PMB) BRIN Lilis Mulyani, saat membuka acara Forum Diskusi Budaya Seri 51, Senin (30/01).
Acara yang diselenggarakan secara daring oleh PMB BRIN ini membedah buku berjudul “Fikih Agraria: Sebuah Perbincangan”. Hadir sebagai pembicara, salah satu penulis buku, Mohamad Shohibuddin (Dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB University) dan sebagai pembahas, Mukti Ali Qusyairi (Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat) dan Rusman Nurjaman (Peneliti PMB-BRIN).
Menurut Lilis, ketika tahun 2015-2016 pernah ada pembicaraan yang intensif mengenai reforma agraria di Kantor Staf Kepresidenan. Ketika itu, isu tentang wakaf agraria dan fikih agraria sempat muncul. Sebab, isu-isu tentang reforma untuk pembaruan agraria sangat dekat dengan masyarakat bawah, seperti masyarakat petani di desa-desa. Sebetulnya ada banyak konsep dalam agama Islam yang relevan dan sangat berkaitan dengan perjuangan masyarakat petani atau masyarakat miskin, untuk mendapatkan tanah.
“Dan isu tentang wakaf agraria sempat mencuat kala itu, ketika kita berbicara bagaimana membagi secara lebih adil kepemilikan tanah, terutama di pedesaan,” tuturnya. Waktu itu, lanjut Lilis lagi, pihaknya sempat berdiskusi panjang bahwa sebetulnya ada mekanisme yang dimiliki agama Islam. Contohnya, wakaf dari orang-orang yang memiliki kelebihan tanah, yang memungkinkan bisa mewakafkan tanah-tanahnya kepada orang yang tidak memiliki tanah.
Sebagai pengamat agraria, Lilis merasa sangat senang dengan hadirnya buku tersebut. Untuk itu, ia mengucapkan selamat kepada Mohamad Shohibuddin sebagai salah satu penulis buku. Dia juga berharap buku Fikih Agraria ini, dapat menjadi bahan perbincangan yang menginspirasi dan memberikan pencerahan baru. Tidak hanya bagi akademisi agraria, tetapi juga inspirasi untuk kalangan umat Islam dan juga bagi akademisi secara general.
“Saya pikir itu memang yang menjadi salah satu tujuan kita mengadakan Forum Diskusi Budaya ini. Tujuannya agar gagasan-gagasan baru bisa menjadi perbincangan yang lebih mendalam di kalangan komunitas akademis, komunitas estitemik, juga bisa menjadi pengungkit sebuah perubahan,” imbuhnya.
Sementara itu, Peneliti PMB-BRIN, Rusman Nurjaman sangat mengapresiasi dengan terbitnya buku tersebut. Menurutnya, isi dari buku ini mencerminkan satu watak atau semangat kritis dan transformasi dari agama. “Kritis yang dimaksud di sini adalah kritis terhadap sistem tata kelola pertanahan yang menyebabkan pelanggaran hak atas tanah dan kritis sosial ekologi,” ungkap Rusman. Selain itu, menurutnya, buku ini menjawab keraguan terhadap sikap komunitas keagamaan yang selama ini terkesan tidak begitu tegas dalam mengartikulasikan sikap yang lebih konkrit, atas berbagai bentuk transformasi agraria. Hal itu sangat berdampak pada kompleksitas masalah-masalah keumatan. Buku Fikih Agraria: Sebuah Perbincangan, pada awalnya adalah sebuah tayangan televisi dalam bentuk dialog interaktif dengan tajuk “Ngaji Fikih Agraria” yang tayang pada Program Bukan Ramadhan tahun lalu (2023). Dalam dialog interaktif ini, Mohamad Shohibuddin dan Muhammad Nashirul Haq berperan sebagai penanya dan penjawab. Mereka membahas mengenai hukum-hukum pertanahan dari satu kitab karya Prof.Dr. Wahbah Az-Zuhaili. (arial/ed:And)