Jakarta – Humas BRIN. Membahas tentang keyakinan umat manusia sangatlah menarik! Kehidupan tentang berbagai aliran kepercayaan terhadap Tuhan YME sudah menjadi identitas Indonesia ini sebagai negara yang kaya akan kemajemukan. Hal tersebut dikupas tuntas oleh para periset di Pusat Riset Agama dan Kepercayaan (PR AK), Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH). Rabu (15/03), pembahasan ini dibalut dalam kegiatan webinar series #1 Kepercayaan, berjudul ”Merangkul Saudara Tua: Dinamika Rekognisi bagi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan YME”.
Diskusi terbuka ini menghadirkan Sri Hartini, seorang Pamong Budaya di Ditjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Andri Hernandi selaku Presidium MLKI, Febry Jati Nugroho sebagai Dosen STT Sangkakala Salatiga, serta Mustolehudin yang merupakan Peneliti PR AK itu sendiri.
Kepala OR IPSH, Ahmad Najib Burhani, dalam sambutannya mengenalkan ke peserta tentang awal pembentukan PR AK sebagai sesuatu upaya untuk melihat persoalan agama dan kepercayaan secara sama meskipun ada perbedaan. Di sini, agama dan kepercayaan dipandang dari sisi akademik maupun sosial.
Melalui webinar ini, Najib menitipkan pesan, ingin mengkaji materi agama dan kepercayaan secara serius. ”Beberapa mungkin melihat hanya cukup memasukkan unsur agama saja tanpa memasukkan unsur kepercayaan,” ungkapnya. Maka PR AK secara intens mengkaji dengan harapan dapat melengkapi naskah-naskah kepercayaan yang ada di Indonesia. Sebab baginya, masalah kepercayaan kurang menggema di dunia luar. Maka diharapkan dapat menggaungkan isu-isu kepercayaan itu dan menyosialisaikan ke dunia luar. Oleh sebab itulah, publikasi menjadi hal yang penting dalam menyebarkan informasi.
Dalam paparan Sri Hartini, disampaikan Kepercayaan terhadap Tuhan YME adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi manusia dengan Tuhannya. Hal tersebut berdasarkan keyakinan yang diwujudkan melalui prilaku ketaqwaan terhadap Tuhan YME serta pengamalan budi luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.
Sedang Andri Hernandi menanggapinya dengan mengungkapkan program dari timnya yang menyiapkan komponen pendidikan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME. Ini meliputi penyusunan standar kompetensi khusus kepercayaan, kurikulum dan pedoman implementasi Permendikbud 27/2016, dan modul bahan ajar penyiapan asesor kepercayaan, lalu penyiapan panitia teknis uji kompetensi, penyuluh terampil dan ahli, serta buku guru dan buku siswa berikut soal ujian termasuk Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Sementara, Febry Jati Nugroho menyampaikan terkait pendidikan karakter yang sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Menurutnya, dalam dimensi generasi emas 2025, pendidikan karakter menjadi pondasi yang kuat. ”Pendidikan karakter seorang anak itu ditentukan oleh tiga unsur penting, yaitu pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, serta Pendidikan lokal,” ucapnya. Maka, dalam pendidikan karakter di Indonesia baik di tingkat dasar, menengah, dan atas mengandung enam pilar. Terdiri dari bisa dipercaya, menghargai, tanggung jawab, adil dan jujur, kepedulian, serta kewarganegaraan.
Lain halnya, Mustolehudin menyampaikan hasil riset tahun 2022 terkait resiliensi regenerasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME dalam kehidupan bernegara di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta. Kegitan webinar ditutup oleh Kepala Pusat Riset Agama dan Kepercayaan, Aji Sofanudin. (Amn/ed: And)