Jakarta – Humas BRIN. Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (RMB), Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) BRIN menyelenggarakan Forum Diskusi Linguistik Seri ke-4, Kamis (20/07). Tema yang dibahas yaitu Lanskap linguistik dan pertahanan bahasa.
Hadir sebagai narasumber Zulfa Sakhiyya dari Universitas Negeri Semarang. Forum diskusi ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti BRIN yang berkolaborasi dengan peneliti di luar BRIN. Perlu diketahui, penelitian ini terkait lanskap linguistik yang dilakukan di empat kota, yaitu Jakarta, Bandar Lampung, Bandung, dan Surakarta (Solo).
Kegiatan diawali dengan penyampaian terkait kegiatan oleh Kristian, dari Prince Sattam bin Abdulaziz University (PSAU). Ia menjelaskan, bahwa kegiatan penelitian dilakukan dengan pengambilan data di empat kota. Dikatakannya, forum lanskap linguistik ini merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan penelitian tersebut.
Pada tema kali ini, Kristian mengungkapkan, penelitiannya merupakan hasil inspirasi dari artikel yang ditulis oleh Zulfa dan Nelly. Di mana, Zulfa melakukan penelitian lanskap lingustik di tiga kota di Indonesia. Hasilnya sangat menarik, bahwa bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris menjadi bahasa yang dominan di ketiga kota tersebut. sementara bahasa bahasa daerah muncul tapi tidak terlalu banyak.
Salah satu mekanisme untuk mempertahankan bahasa adalah melalui lanskap linguistik. Jadi ketika banyak tulisan berbahasa daerah di ruang publik akan menjadi salah satu penanda atau salah satu cara untuk mempertahankan agar bahasa daerah yang ada di Indonesia tidak punah. Jadi bahasa daerah tidak mengalami pergeseran di tengah masyarakat.
Dalam paparannya, Zulfa menyampaikan terkait artikel yang ditulisnya bersama Nelly dengan mengumpulkan data dari tiga kota yaitu Semarang, Yogyakarta, dan Depok. Dari data-data yang terkumpul maka dapat mengambil argumen bahwa lanskap lingustik dapat dijadikan sebagai mekanisme yang efektif untuk alat mempertahankan bahasa. ”Nanti akan diuraikan lebih lanjut terkait argumen penelitian tersebut,” ungkapnya.
Istilah Lanskap Linguistik kali pertama digunakan oleh Landry and Bourhis dalam makalahnya pada 1997. Hal itu yang membatasinya sebagai bahasa untuk tanda jalan umum, papan reklame, nama jalan dan tempat, serta nama bangunan pemerintah dalam sebuah kelompok daerah atau wilayah. Lanskap linguistik merupakan konsep yang baru dan masih sangat sedikit banget penelitiannya. Lanskap liguistik merupakan area yang subur untuk dieksplorasi untuk kita tulis dan nantinya dipublikasi.
Zulfa juga menjelaskan, di Indonesia ada 500-700 bahasa bicara/oral atau bahasa daerah/lokal. Namun kini berdasarkan hasil penelitian, bahasa daerah mengalami ancaman akan kepunahan. Menurut hasil penelitian Lewis et al pada 2014, sejumlah 98 bahasa dalam keadaan terancam, 28 bahasa dalam keadaan hampir punah, dan 12 bahasa telah mengalami kepunahan. Itu tidak digunakan lagi dalam bahasa sehari-hari. sedangkan menurut Cohn & Ravindranath, pada 2014, bahasa Jawa dalam keadaan hampir punah. Hal ini perlu adanya usaha dari pemerintah untuk mempertahankan bahasa. Salah satu yang dilakukan adalah dengan mengembalikan atau merestorasi bahasa Jawa di area publik, misalnya nama jalan, nama kantor, dll. Dari data-data yang berbunyi seperti itu, Zulfa mengatakan sebuah argumentasi, bahwa ternyata lanskap linguistik dapat dijadikan alat yang efektif untuk merevitalisasi bahasa yang sudah hampir punah. Hal ini adalah salah satu bentuk pertahanan bahasa untuk mempertahankan Indonesia yang multilingual. (Amn)