Jakarta – Humas BRIN. Hubungan sejarah Persia dengan Nusantara memiliki luar biasa panjang pada masa lalu hingga hari ini. Tahukah anda hubungan tersebut? Di mana sumber-sumber itu? Pernyataan ini disampaikan Kepala Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan (PR – MLTL), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sastri Sunarti dalam Forum Diskusi Manuskrip Literatur dan tradisi Lisan seri 4, Kamis (30/6). Tema yang diangkat kali ini “Kajian sumber-sumber mengenai Persia di Indonesia”.
Diskusi ini menghadirkan narasumber Akmal Kamil dari Islamic Culture Center ICC Jakarta. Akmal memaparkan, “ketika kita berbicara tentang hubungan peradaban Persia dengan Nusantara maka dapat dilacak sampai 1000 tahun lamanya. Bahkan pada masa kerajaan Sriwijaya dan dinasti yang berkuasa pada masa itu yaitu dinasti Sasanid”.
Ia mengungkapkan, sebelum Islam sampai ke tanah Persia, hubungan dagang dan peradaban terjalin antara Persia dengan Nusantara. Ada salah satu kutipan Kaisar Besar Iran yaitu Darius The Great, Ia memberikan pesan moderasi beragama yang bersifat Universal. “Jangan pernah memaksa atau mendesak seorang pun untuk mengikuti iman-mu, keyakinan-mu, agama-mu. Camkanlah dalam pikiranmu setiap orang harus bebas dan merdeka. Mereka boleh mengikuti Iman dan kepercayaanya masing-masing,” kisahnya.
Akmal juga menceritakan, pada September 2013 adalah peringatan sekaligus perayaan atau festival 1000 tahun hubungan peradaban Iran dengan Indonesia terjalin. Hubungan tersebut meliputi hubungan perdagangan, yaitu ekonomi bilateral yang menghasilkan banyak capaian.
Menurut pandangannya, Islam mudah diterima di Nusantara karena keramahan dan toleransinya terhadap kearifan lokal dan keanekaragaman budaya para pendakwah. Ilmuan besar Islam lahir sebagian besar adalah orang-orang Persia. Sedangkan kitab sumbangsih ulama-ulama Persia dalam dunia Islam antara lain Tarikh Al Thabari, Tafsir Al Kabir Fakhrurazi, Tafsir Al Kasyyaf Al Zamakhsyari, serta Kutub Al-Sittah yang ditulis oleh cendikiawan-cendikiawan persia. Hal itu tidak terbatas pada dunia Islam saja tapi pada dunia global. Seperti halnya, ilmuwan Ibnu Sina dikenal sebagai bapak kedokteran, Al Khawarzmi dikenal dengan bapak matematikawan dengan salah satu yang ditemukan algoritma, dan Jalaluddin Rumi yang dikenal sebagai pujangga besar.
Adapun contoh kebudayaan Persia seperti peninggalan Arkeologis yang mewariskan corak khas budaya Persia dalam arsitektur. “Meski telah mengalami modifikasi, gagasan awalnya dapat kita lihat dari rumah-rumah atau tempat ibadah kuno yang terdiri dari 12 pilar dengan angka 7, 12, 14, menjadi angka-angka patokan untuk membangun rumah tiang dan lain sebagainnya,” ungkapnya. Di Makasar banyak ditemui rumah panggung yang memiliki anak tangga 12 dan 14 pilar. Ada juga batu nisan dari Maulana Malik Ibrahim dan Syeikh Mahmud bernuansa aritektur Persia. Di gresik banyak dijumpai makam bercorak Persia, serta ornament lukisan rumah ibadah dan permadani. Kemudian bendera kerajaan Perlak Cirebon memilih gambar singa sebagai simbol kerajaan mereka. Hal itu sebagaimana corak budaya Iran sebelum revolusi yang memilih singa sebagai simbol kerajaannya.
Asimilasi budaya Persia dan Melayu sudah terjadi di Nusantara sejak abad awal munculnya kekhalifahan muslimin. Peradaban Persia ikut berpengaruh dalam banyak tradisi yang hidup di Nusantara. Ideafak Sosiafak, dan Artefak Persia di Nusantara memperlihatkan tingginya tingkat apresiasi masyarakat islam Nusantara atas karya peradaban dan kebudayaan Persia. Demikian banyaknya peninggalan budaya Persia di Indonesia yang memberikan kesan betapa besar pengaruhnya bagi budaya Nusantara. (ans/ed: amd)