Jakarta – Humas BRIN. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan badan hukum yang didirikan oleh desa untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa melalui pengelolaan usaha, pemanfaatan aset, pengembangan investasi dan produktivitas, penyediaan jasa layanan atau penyelenggaraan jenis usaha lainnya. Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan, Mego Pinandito dalam sambutannya pada kegiatan Bincang Pembangunan Seri Ke-11 dengan topik “Badan Usaha Milik Desa untuk Kebangkitan Ekonomi Desa Maju dan Sejahtera” di Jakarta, Rabu (30/11).
Mego menegaskan tujuan kegiatan ini untuk menjawab beberapa pertanyaan seputar bagaimana optimalisasi pengembangan BUMDes melalui kebijakan pendanaan, SDM pengelola, portofolio bisnis, dan ekosistem digital. Optimalisasi pengembangan BUMDes dalam mendorong peningkatan status pembangunan desa dan penurunan angka kemiskinan di desa dan sejauh mana komitmen bersama antar pemangku kepentingan terkait dengan optimalisasi pengembangan BUMDes, tegasnya.
Dikatakan Mego, bahwa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) sendiri menargetkan pada 2024 terdapat 10.000 BUMDes Berkembang, 1.800 BUMDes Maju, dan 200 BUMDes Bersama Maju. Jika merujuk pada indikator dampak tersebut maka diharapkan adanya peningkatan status perkembangan BUMDes akan sejalan dengan peningkatan status perkembangan desa serta penurunan angka kemiskinan di desa.
Lebih lanjut, Mego menyampaikan transformasi digital dalam pengelolaan BUMDes menjadi salah satu solusi dalam perluasan pasar dan upaya BUMDes dalam mengikuti perkembangan teknologi. Transformasi digital BUMDes ini terjadi sebagai dampak Pandemi COVID-19 dan diharapkan dapat memotivasi dan mendorong transformasi digital pada BUMDes lainnya, imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Fadlansyah Lubis selaku Wakil Sekretaris Kabinet Republik Indonesia, menjelaskan momentum rebound ekonomi Indonesia merupakan peluang yang harus dimanfaatkan oleh masyarakat desa, dimana BUMDes berperan penting dalam menggerakkan perekonomian desa.
Fadlansyah, menjelaskan bahwa sejak tahun 2015, mayoritas dana desa digunakan untuk infrastruktur. Undang-undang APBN 2023 dan Permendesa No. 8 Tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2023 di mana Dana Desa tahun 2023 difokuskan untuk dukungan program sektor prioritas di desa, salah satunya adalah bantuan permodalan kepada BUMDes.
Lebih jauh, Fadlansyah mengatakan manfaat optimalisasi BUMDes diantaranya: 1) Peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADes); 2) Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa; 3) Percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem; 4) Mendukung program ketahanan pangan nasional; 5) Pengelolaan sampah rumah tangga di desa.
Kegiatan Bincang Pembangunan seri 11 pada kesempatan yang sama ini mengadakan forum diskusi dengan menghadirkan Bito Wikantosa (Staf Ahli Menteri Desa PDTT Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan, Kemendes PDTT), Budi Hartawan (Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas, Kementerian Ketenagakerjaan), Hanung Harimba Rachman (Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Koperasi dan UKM). Purwanto (Peneliti Ahli Madya BRIN), dan Sariyanta (Direktur BUMDes Maju Mandiri Desa Bejiharjo, Kabupaten Gunungkidul).
Bito Wikantosa, menyampaikan bahwa Kementerian Desa PDTT melakukan transformasi ekonomi dari ketergantungan SDA menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Peraturan desa sebagai pengikat kepentingan bersama seluruh warga desa yaitu hasil musyawarah desa tentang Penggunaan Dana Desa dituangkan dalam bentuk Peraturan Desa tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) dan Peraturan Desa (Perdes) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Peraturan Desa disusun dengan mentaati peraturan hukum yang lebih tinggi,” ungkapnya.
Sependapat dengan Bito Wikantosa, Budi Hartawan Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas, Kementerian Ketenagakerjaan, mengatakan BUMDes adalah Badan Usaha Milik Desa yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dan potensi desa, seperti pertanian, peternakan, simpan pinjam, pengelolaan air bersih, kredit usaha makro, perkebunan, dan wisata. Kegiatan Usaha dan Unit Usaha BUMDes sebagai badan hukum, BUMDes bisa langsung menjalankan usahanya (operating company) maupun menjadi induk bagi unit usaha berbadan hukum (investment company). Diperlukan Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi di dalam BUMDes untuk pembenahan menyeluruh, berkesinambungan, terintegrasi, dan terkoordinasi.
Sedangkan Hanung Harimba Rachman, Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Koperasi dan UKM menyoroti kondisi koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia dalam tantangan dan peluangnya. Di mana skala usaha kecil-kecil (merupakan usaha mikro, perseorangan dan informal, tidak berbadan hukum, dan tidak menerapkan pembukuan), belum terhubung rantai pasok industri domestik maupun global, akses pembiayaan rendah (UMKM belum menerima kredit, UMKM belum mengakses kredit perbankan/mengandalkan pinjaman kerabat), kurangnya penerapan teknologi dan inovasi termasuk digitalisasi (literasi digital rendah, kapasitas, kualitas, dan kuantitas produk terbatas sulit bersaing di platform digital, serta manajemen masih konvensional dan tertinggal). Sementara itu, Purwanto Peneliti BRIN mengungkapkan perkembangan sumber pendapatan desa pada tahun 2014 sebelum berlakunya UU Desa, pendapatan desa total 24 triliun rupiah. Pada tahun pertama UU Desa, meningkat signifikan menjadi 52 triliun rupiah hingga mencapai 114 triliun pada 2019. Peningkatan utamanya dari Dana Desa dan juga berasal dari Alokasi Dana Desa (ADD) bersumber APBD kabupaten dan sumber pendapatan lainnya (Pendapatan Asli Daerah/PAD, bagi hasil pajak, hibah, bagi hasil BUMDes). Lalu peningkatan Dana Desa menjadi sekitar 71,2 triliun rupiah pada tahun 2020, dan 72 triliun rupiah pada tahun 2021. “Hal ini merupakan kesempatan bagi desa untuk mengembangkan aktivitas ekonomi secara signifikan,” pungkasnya. (SUHE/ed: SGD)